Praktisi Seni Kecam Maraknya Pelecehan Pakem Tari Bali
Prof Wayan Dibia mengatakan perusakan tari Bali tercermin dari banyaknya pakem yang diubah, seperti tampilkan penari laki-laki yang tidak bisa menari, sengaja membuat gerakan lucu, mengubah tata busana, mengganti gelungan, hingga memasukkan aksi-aksi konyol
Kemarin Digelar Diskusi Terbatas yang Libatkan Berbagai Unsur di Kediaman Prof Wayan Dibia
GIANYAR, NusaBali
Pentas Tari Pendet yang dimainkan staf laki-laki PDAM Karangasem saat resepsi HUT ke-379 Kota Amlapura, Minggu, 30 Juni 2019 lalu, menuai masalah. Pentas ini dianggap sebagai fenomena pelecahan dan perusakan paket tari Bali. Apalagi, bukan hanya Tari Pendet dimainkan laki-laki, namun ada juga pertunjukan Tari Gabor yang penarinya berkumis.
Gerah dengan fenomena pelecehan dan perusakan pakem tari Bali yang kian keblablasan, praktisi seni Prof Dr I Wayan Dibia pun menggelar diskusi terbatas bertajuk ‘Pelecehan dan Perusakan Tari Bali’ di kediamannya di Geoks Desa Singapadu, Kecamatan Sukawati, Gianyar, Selasa (16/7). Diskusi terbatas kemarin dihadiri pula Kadis Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Kun Adnyana, budayawan Prof Dr Made Bandem beserta istri Ni Luh Nesa Swasthi Wijaya Bandem, perwakilan Dinas Kebudayaan Kabupaten/Kota se-Bali, unsur Listibya, pemilik sanggar tari, dan pihak terkait.
Dari diskusi terbatas kemarin, dihasilkan 5 butir rumusan. Pertama, dalam kurun waktu 2009-2019 telah terjadi pelecehan serius yang mengarah pada perusakan bahkan penghancuran terhadap berbagai jenis tari Bali oleh masyarakat di beberapa tempat. Kedua, pelecehan ini dilakukan di depan publik dengan cara merendahkan, menghina, dan mempermainkan sejumlah tari Bali dengan menyajikan atau mempertunjukkan sebuah tarian tanpa mengikuti pakem.
Ketiga, pelecehan yang paling serius dilakukan terhadap 5 tari penyambutan, yakni Tari Panyembrama, Tari Gabor, Tari Pendet, Tari Puspanjali, dan Tari Sekar Jagat. Keempat, bentuk pelecehan diklasifikasikan dalam 4 kategori yaitu gerak yang tidak sesuai, tata rias busana, melibatkan laki-laki yang tidak bisa menari Bali, serta sengaja melakukan tarian sebagai bahan lelucon (banyolan). Kelima, pelecehan karya seni seperti ini sangat bertentangan dengan tujuan diadakannya PKB sejak tahun 1979.
Menurut Prof Wayan Dibia, pertunjukan Tari Gabor berkumis yang diunggah pula di akun Youtube menjadi bumerang bagi seni budaya Bali. “Karena fenomena pelecehan ini mencakup perusakan, penghinaan, dan pendobrakan terhadap karya cipta yang sudah ada. Kita ingin bergerak cepat agar kasus ini bisa diangkat,” tegas Prof Dibia.
Guru besar dari ISI Denpasar ini menyebutkan, fenomena pelecehan pakem tari akan berdampak negatif bagi Bali, tatkala tiga genre tari Bali sudah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Apalagi, pemerintah pusat sudah menerbitkan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, sementara Pemprov Bali sedang gencar-gencarnya melakukan upaya pelestarian dan penguatan terhadap nilai budaya Bali, di mana seni tari termasuk salah satunya.
“PKB sudah 41 kali digelar dengan harapan kehidupan berkesenian kita semakin sehat. Kalau terjadi seperti ini, kan ironis. Saya tahu diskusi ini tidak memberikan keputusan final, tapi paling tidak mulailah muncul pemikiran-pemikiran untuk menjaga pakem tari Bali ke depannya,” terang Prof Dibia.
Dalam pengamatannya, perusakan pakem tari Bali tercermin dari banyaknya pakem-pakem yang diubah. Misalnya, menampilkan penari laki-laki yang tidak bisa menari, sengaja membuat gerakan lucu, mengubah tata busana, mengganti hiasan kepala atau gelungan, hingga memasukkan aksi-aksi konyol ke dalam sajiannya.
Beberapa jenis tarian yang dirusak, kata Prof Dibia, dominan tari penyambutan, seperti Tari Penyembrama, Tari Sekar Jagat, Tari Puspanjali, Tari Pendet, dan Tari Sisia. Bagi Prof Dibia, sah-sah saja jika yang menarikan itu adalah laki-laki atau perempuan. Namun, gerak tari dan busana semestinya tidak keluar dari pakem.
“Jika mau lucu-lucuan, sebaiknya ciptakan tari kreasi baru, dengan musik baru, gerakan baru, dan busana baru hasil karya sendiri. Jangan merusak karya cipta orang lain. Mereka susah payah lho mencipta. Nah, ketika melihat karyanya dirusak, sudah pasti mereka kecewa,” tandas Prof Dibia.
Rasa kecewa atas perusakan karya cipta diungkapkan oleh Ni Luh Nesa Swasthi Wijaya Bandem, yang notabene merupakan pencipta Tari Puspanjali dan Tari Sekar Jagat. Nesa Swasthi mengaku prihatin ketika gelungan Tari Sekar Jagat disalahgunakan untuk tarian lain, hanya untuk sekadar lucu-lucuan.
"Saya pikir mereka itu sesungguhnya menertawakan diri sendiri, bahkan melecehkan diri sendiri. Sebagai pencipta, saya merasa kecewa karena dalam penciptaan karya seni tari, melalui proses yang tidak mudah,” katanya. “Kita harus menyadari bahwa tarian diciptakan sudah ditentukan gerak, kostum, iringan, dan hal terkait lainnya. Seharusnya ciptaan itu tidak dirusak, ada etika dan moral yang perlu diperhatikan," lanjut istri dari Prof Made Bandem ini.
Menurut Nesa Swasthi, Tari Puspanjali dan Tari Sekar Jagat ciptaanya sudah mendapat hak cipta, termasuk kostum dan geraknya. "Jadi, bagi mereka yang merusak, sudah pasti melanggar hak cipta," protesnya.
Sementara itu, Kadis Keudayaan Provinsi Bali, Wayan Kun Adnyana, berjanji segera akan menin-daklanjuti hasil diskusi kemarin. "Ini sebuah inisiatif yang bagus ya. Jadi, Pemprov Bali melalui Dinas Kebudayaan sesuai arahan Pak Gubernur memang diperintahkan untuk segera melakukan sebuah pertemuan yang melibatkan unsur Majelis Desa Adat, PHFI, Listibya, akademisi, dan seniman untuk bicarakan secara tuntas terkait fenomena pelecehan seni pertunjukan ini," Kun Adnyana.
Di sisi lain, Direktur PDAM Karangasem, I Gusti Made Singarsi, mengatakan Tari Pendet dipentaskan dengan penari staf laki-laki, semata untuk menghibur masyarakat yang datang saat malam resepsi HUT ke-379 Kota Amlapura, 30 Juni 2019 lalu. “Kami tidak ada maksud melecehkan Tari Pendet. Memang tarian yang kami bawakan, terkesan lucu sehingga ribuan penonton jadi tertawa” dalih IGM Singarsi saat dikonfirmasi NusaBali terpisah di Amlapura, Selasa kemarin.
IGM Singarsi mengatakan, jika tarian dibawakan itu dinilai melecehkan Tari Pendet dan dianggap bersalah, pihaknyaminta maaf. “Kami minta maaf, tidak akan mengulangi lagi tarian seperti itu,” katanya. Menurut dia, ada 16 staf laki-laki PDAM yang menari Pendet malam itu, antara lain, Kepala Unit PDAM Kecamatan Abang I Ketut Suta, Kepala Unit PDAM Kecamatan Selat I Ketut Mudita, dan staf PDAM Kecamatn Rendang I Gusti Lanang Samiarsa. *nvi,k16
Komentar