Dispar : Hentikan Pungutan Ilegal
Wisatawan Protes Tarif DTW Air Terjun Sekumpul
SINGARAJA, NusaBali
Daya Tarik Wisata (DTW) Air Terjun Sekumpul, Desa Sekumpul, Kecamatan Sawan, Buleleng, sedang menjadi perbincangan hangat di kalangan elaku pariwisata maupun pemerintah di Buleleng. Permasalahan itu mencuat saat sejumlah wisatawan komplin karena tarif masuk ke DTW ini cukup mahal.
Wisatawan merasa keberatan saat akan menuju air terjun dibebani paket wisata dan jasa guide lokal di luar tiket masuk DTW. Permasalahan yang sempat viral melalui rekaman video protes wisawan asing itu menjadi perhatian pemerintah sampai ke Kementerian Pariwisata RI, serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Buleleng. Dinas Pariwisata pun akhirnya menggelar rapat mengundang pengelola DTW termasuk dinas terkait untuk memperjelas duduk masalah pada Selasa (16/7) kemarin.
Dalam rapat yang menghadirkan pengelola DTW air terjun di Buleleng, termasuk DTW Air Terjun Sekumpul, juga dihadiri Camat Sawan I Gusti Ngurah Suradnyana, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng Made Subur, Kepala Dispar Buleleng Nyoman Sutrisna, perwakilan Bagian Hukum Setda Buleleng, Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng, serta PHRI Buleleng.
Dari hasil analisis masalah, Dispar pun menegaskan pungutan legal di DTW Sekumpul hanya tiket masuk, yang tertuang dalam Peraturan Bupati Buleleng Nomor 59 Tahun 2017 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Dalam Perbup itu, hanya diatur soal besaran tiket masuk ke DTW Rp 20.000 untuk orang dewasa dan Rp 10.000 untuk anak-anak. Sedangkan paket wisata dan jasa guide lokal yang sempat diwajibkan kepada wisatawan yang konon besarannya hingga ratusan ribu ditegaskan merupakan pungutan ilegal. “Yang berpayung hukum hanya tariff masuk saja, itu sudah keputusan, jadi jangan melanggar regulasi. Soal pungutan yang lain agar dihentikan dulu,” tegas Kadispar Sutrisna. Dirinya pun memperjelas jika tiket masuk sebesar Rp 20 ribu untuk dewasa dan Rp 10 ribu untuk anak-anak sudah dapat digunakan sampai ke lokasi air terjun. Sedangkan pintu masuk yang memang ada lebihd ari satu untuk mencapai DTW ini agar tidak melakukan tindakan melanggar peraturan dan seenaknya tanpa dasar hukum yang jelas.
Terkait tawaran paket wisata di Sekumpul yang juga melibatkan pemandu wisata lokal, Sutrisna menganggap hal itu sah-sah saja. Namun ia meminta agar ketentuan soal paket wisata itu diatur dalam Peraturan Desa (Perdes). Selain itu petugas pemungutnya juga harus diatur secara jelas dalam Surat Keputusan (SK) Perbekel. Hal tersebut juga dikatakan olehnya tak boleh ada paksaan kepada wisatawan yang berkunjung. “Kalau tamunya mau, silahkan. Tapi kalau tidak mau, jangan dipaksa-paksa. Apalagi sampai dihalang-halangi. Berikan kelonggaran pada wisatawan sehingga dia bisa menikmati. Kalau dia senang, ada kesan positif, itu dampaknya positif juga untuk objek itu sendiri,” ucapnya yang juga Kelian Desa Pakraman Buleleng. Dengan kasus ini, pengelola DTW lainnya di Buleleng agar mencermati dan belajar dari kasus ini. sehingga apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dapat dipahami secara jelas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng Made Subur, meminta agar perbekel dan pengelola wisata di DTW Sekumpul mematuhi kesepakatan yang diambil dalam rapat. Bila membandel, Subur menyebut mereka bisa saja terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Saber Pungli karena tak memiliki peraturan sebagai penguat dilakukannya pungutan.
Pihak desa yang ingin menggali lebih dalam potensi wisata yang ada di desanya, jika belum tertuang dalam Peraturan Bupati, dapat menuangkannya dalam Peraturan Desa (Perdes). Peraturan itu pun sebelum ditetapkan juga harus dikonsultasikan kepada instansi terkait, seperti kecamatan, bagian Hukum Setda Buleleng dan Dinas PMD Buleleng. Sehingag setelah diberlakukan memiliki dasar yang kuat sebagai payung hukum regulasi yang berjalan. “Kalau tidak ada aturannya, itu jelas pungli. Hati-hari sisa kena OTT saber pungli,” kata Subur. *k23
Wisatawan merasa keberatan saat akan menuju air terjun dibebani paket wisata dan jasa guide lokal di luar tiket masuk DTW. Permasalahan yang sempat viral melalui rekaman video protes wisawan asing itu menjadi perhatian pemerintah sampai ke Kementerian Pariwisata RI, serta Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Buleleng. Dinas Pariwisata pun akhirnya menggelar rapat mengundang pengelola DTW termasuk dinas terkait untuk memperjelas duduk masalah pada Selasa (16/7) kemarin.
Dalam rapat yang menghadirkan pengelola DTW air terjun di Buleleng, termasuk DTW Air Terjun Sekumpul, juga dihadiri Camat Sawan I Gusti Ngurah Suradnyana, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng Made Subur, Kepala Dispar Buleleng Nyoman Sutrisna, perwakilan Bagian Hukum Setda Buleleng, Badan Keuangan Daerah (BKD) Buleleng, serta PHRI Buleleng.
Dari hasil analisis masalah, Dispar pun menegaskan pungutan legal di DTW Sekumpul hanya tiket masuk, yang tertuang dalam Peraturan Bupati Buleleng Nomor 59 Tahun 2017 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga. Dalam Perbup itu, hanya diatur soal besaran tiket masuk ke DTW Rp 20.000 untuk orang dewasa dan Rp 10.000 untuk anak-anak. Sedangkan paket wisata dan jasa guide lokal yang sempat diwajibkan kepada wisatawan yang konon besarannya hingga ratusan ribu ditegaskan merupakan pungutan ilegal. “Yang berpayung hukum hanya tariff masuk saja, itu sudah keputusan, jadi jangan melanggar regulasi. Soal pungutan yang lain agar dihentikan dulu,” tegas Kadispar Sutrisna. Dirinya pun memperjelas jika tiket masuk sebesar Rp 20 ribu untuk dewasa dan Rp 10 ribu untuk anak-anak sudah dapat digunakan sampai ke lokasi air terjun. Sedangkan pintu masuk yang memang ada lebihd ari satu untuk mencapai DTW ini agar tidak melakukan tindakan melanggar peraturan dan seenaknya tanpa dasar hukum yang jelas.
Terkait tawaran paket wisata di Sekumpul yang juga melibatkan pemandu wisata lokal, Sutrisna menganggap hal itu sah-sah saja. Namun ia meminta agar ketentuan soal paket wisata itu diatur dalam Peraturan Desa (Perdes). Selain itu petugas pemungutnya juga harus diatur secara jelas dalam Surat Keputusan (SK) Perbekel. Hal tersebut juga dikatakan olehnya tak boleh ada paksaan kepada wisatawan yang berkunjung. “Kalau tamunya mau, silahkan. Tapi kalau tidak mau, jangan dipaksa-paksa. Apalagi sampai dihalang-halangi. Berikan kelonggaran pada wisatawan sehingga dia bisa menikmati. Kalau dia senang, ada kesan positif, itu dampaknya positif juga untuk objek itu sendiri,” ucapnya yang juga Kelian Desa Pakraman Buleleng. Dengan kasus ini, pengelola DTW lainnya di Buleleng agar mencermati dan belajar dari kasus ini. sehingga apa yang boleh dan tak boleh dilakukan dapat dipahami secara jelas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Buleleng Made Subur, meminta agar perbekel dan pengelola wisata di DTW Sekumpul mematuhi kesepakatan yang diambil dalam rapat. Bila membandel, Subur menyebut mereka bisa saja terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Saber Pungli karena tak memiliki peraturan sebagai penguat dilakukannya pungutan.
Pihak desa yang ingin menggali lebih dalam potensi wisata yang ada di desanya, jika belum tertuang dalam Peraturan Bupati, dapat menuangkannya dalam Peraturan Desa (Perdes). Peraturan itu pun sebelum ditetapkan juga harus dikonsultasikan kepada instansi terkait, seperti kecamatan, bagian Hukum Setda Buleleng dan Dinas PMD Buleleng. Sehingag setelah diberlakukan memiliki dasar yang kuat sebagai payung hukum regulasi yang berjalan. “Kalau tidak ada aturannya, itu jelas pungli. Hati-hari sisa kena OTT saber pungli,” kata Subur. *k23
Komentar