Peluru Maut di Rusuh 21 Mei Bukan dari Brimob
Hasil Uji Balistik
JAKARTA, NusaBali
Polri telah melakukan uji balistik terhadap proyektil peluru yang bersarang di tubuh 2 korban kerusuhan 21-22 Mei. Polri mengatakan dari 2 proyektil tersebut tidak sesuai dengan senjata yang digunakan Brimob.
"Sudah dilakukan, sudah dilakukan. Dan itu sementara hasilnya adalah non-identik dari dua proyektil yang ditemukan, dari tubuh korban yang meninggal dunia," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra kepada wartawan, di Gedung Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (16/7) seperti dilansir detik.
Asep Adi mengatakan uji balistik tersebut mengkomparasikan proyektil peluru dengan senjata Brimob. Hasilnya, dikatakan Asep, proyektil tidak identik dengan senjata organik anggota Brimob.
"Dari dua orang itu kita temukan proyektil dan kemudian kita lakukan uji balistik. Dari komparasinya adalah senjata-senjata yang dimiliki oleh Brimob. Hasilnya sementara tidak ada yang identik dengan senjata organik Brimob," ujarnya.
Sebelumnya, Polri mengatakan berdasarkan pemeriksaan, peluru yang bersarang di tubuh korban penembakan saat kerusuhan 22 Mei 2019 berjenis kaliber 556 dan kaliber 9 milimeter.
"Untuk uji balistik sudah dilakukan. Dari hasil laboratorium forensik menyebutkan bahwa 3 proyektil yang didapat di tubuh dugaan adalah sebagai pelaku perusuh, itu kaliber 556, dan kaliber 9 milimeter. Namun demikian yang kaliber 9 milimiter itu tingkat kerusakan proyektilnya cukup parah karena pecah sehingga untuk menguji alur senjata itu ada sedikit kendala," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/6) seperti dilansir detik.
Saat itu, Dedi belum bisa memastikan asal usul senjata yang dipakai untuk menembak korban rusuh 22 Mei. Tim, menurut Dedi, harus melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan pemilik senjata itu.
"Ya masih didalami dulu. Ya karena untuk menguji balistik senjata apa yang digunakan untuk menembakan kaliber 556 dan 6 milimeter, itu kan masih harus ada pembanding senjatanya. Oke ketemu jenis senjatanya, ketemu pembandingnya, cuman senjata untuk menembak itu senjata siapa, itu perlu pembuktian dan perlu analisa cukup dalam," ujarnya.
Komnas HAM sebelumnya memeriksa sejumlah polisi yang bertugas di lapangan saat kerusuhan 21-22 Mei. Menurut Komnas HAM, mereka yang diperiksa itu menyampaikan keterangan terkait konsentrasi massa, tindakan massa, hingga upaya polisi dalam menanganinya.
"Paling tidak dari yang disampaikan oleh beberapa, oleh Danyon, dan saat Brimob Polda DKI, mereka sudah mempersiapkan mengatasi situasi, tapi situasi itu berkembang sedemikian rupa, malam ada molotov, pelemparan batu, dan segala macam. Itu yang mereka melakukan penyekatan-penyekatan, dalam bahasa mereka kan seperti itu. Artinya, supaya massa ini bisa diurai begitu nanti. Massanya bertahan sampai pagi dan mereka menghadapi kesulitan juga karena sudah sampai malam, sudah capek, macam-macam. Begitulah kira-kira," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Amiruddin, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (15/7). *
"Sudah dilakukan, sudah dilakukan. Dan itu sementara hasilnya adalah non-identik dari dua proyektil yang ditemukan, dari tubuh korban yang meninggal dunia," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra kepada wartawan, di Gedung Ombudsman, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan (16/7) seperti dilansir detik.
Asep Adi mengatakan uji balistik tersebut mengkomparasikan proyektil peluru dengan senjata Brimob. Hasilnya, dikatakan Asep, proyektil tidak identik dengan senjata organik anggota Brimob.
"Dari dua orang itu kita temukan proyektil dan kemudian kita lakukan uji balistik. Dari komparasinya adalah senjata-senjata yang dimiliki oleh Brimob. Hasilnya sementara tidak ada yang identik dengan senjata organik Brimob," ujarnya.
Sebelumnya, Polri mengatakan berdasarkan pemeriksaan, peluru yang bersarang di tubuh korban penembakan saat kerusuhan 22 Mei 2019 berjenis kaliber 556 dan kaliber 9 milimeter.
"Untuk uji balistik sudah dilakukan. Dari hasil laboratorium forensik menyebutkan bahwa 3 proyektil yang didapat di tubuh dugaan adalah sebagai pelaku perusuh, itu kaliber 556, dan kaliber 9 milimeter. Namun demikian yang kaliber 9 milimiter itu tingkat kerusakan proyektilnya cukup parah karena pecah sehingga untuk menguji alur senjata itu ada sedikit kendala," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/6) seperti dilansir detik.
Saat itu, Dedi belum bisa memastikan asal usul senjata yang dipakai untuk menembak korban rusuh 22 Mei. Tim, menurut Dedi, harus melakukan pemeriksaan lanjutan untuk menentukan pemilik senjata itu.
"Ya masih didalami dulu. Ya karena untuk menguji balistik senjata apa yang digunakan untuk menembakan kaliber 556 dan 6 milimeter, itu kan masih harus ada pembanding senjatanya. Oke ketemu jenis senjatanya, ketemu pembandingnya, cuman senjata untuk menembak itu senjata siapa, itu perlu pembuktian dan perlu analisa cukup dalam," ujarnya.
Komnas HAM sebelumnya memeriksa sejumlah polisi yang bertugas di lapangan saat kerusuhan 21-22 Mei. Menurut Komnas HAM, mereka yang diperiksa itu menyampaikan keterangan terkait konsentrasi massa, tindakan massa, hingga upaya polisi dalam menanganinya.
"Paling tidak dari yang disampaikan oleh beberapa, oleh Danyon, dan saat Brimob Polda DKI, mereka sudah mempersiapkan mengatasi situasi, tapi situasi itu berkembang sedemikian rupa, malam ada molotov, pelemparan batu, dan segala macam. Itu yang mereka melakukan penyekatan-penyekatan, dalam bahasa mereka kan seperti itu. Artinya, supaya massa ini bisa diurai begitu nanti. Massanya bertahan sampai pagi dan mereka menghadapi kesulitan juga karena sudah sampai malam, sudah capek, macam-macam. Begitulah kira-kira," kata Koordinator Subkomisi Penegakan HAM, Amiruddin, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Senin (15/7). *
Komentar