Film 'Bali Beats of Paradise', Promosi Wisata Bali ke Dunia
Film garapan sutradara Livi Zheng, Bali Beats of Paradise tidak hanya mengangkat kisah inspiratif pemain dan komposer gamelan Nyoman Wenten.
JAKARTA, NusaBali
Melainkan juga menggambarkan keindahan pariwisata Bali. Oleh karena itu, film tersebut bisa menjadi ajang promosi wisata ke tingkat dunia.
"Film merupakan media komunikasi yang halus. Untuk pariwisata bisa menjadi alat promosi budaya dan destinasi wisata ke masyarakat dunia," ujar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Nia Niscaya di Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, Jumat (19/7).
Menurut Nia, wisman datang ke Indonesia sebesar 60 persen karena tertarik dengan budaya. Tiga puluh persen tertarik keindahan alam dan selebihnya tertarik dengan man made atau buatan sehingga film Bali Beats of Paradise sangat tepat sebagai ajang promosi wisata.
"Karena film itu menyampaikan tentang budaya dan destinasi wisata. Terlebih film mengangkat tentang Bali. Dimana Bali berkontribusi sebesar 40 persen wisman. Ini memperkuat yang besar menjadi lebih besar. Apalagi film dibuat oleh sineas muda yang telah go internasional," kata Nia.
Bagi Nia, film dapat berdampak kepada pariwisata pula. Dia berharap, film tersebut dapat memperkuat Bali sebagai destinasi wisata pilihan masyarakat dunia. Sedangkan sutradara film Bali Beats of Paradise Livi Zheng mengatakan, syuting film berlangsung di LA, Boston dan Bali.
Di Bali mereka syuting di sejumlah kawasan wisata populer di Pulau Dewata seperti Desa Adat Panglipuran, Besakih dan Tanah Lot. Livi berharap, film tersebut dapat menarik banyak penonton. Lantaran tak hanya menampilkan keindahan Bali.
"Melainkan menceritakan pula perjuangan seorang anak yang ditinggal oleh ibunya sejak kecil, tapi mampu mewujudkan mimpinya sampai ke Amerika sehingga sangat inspiratif," ucap Livi.
Hal senada dikatakan Wayan Wenten. Pria dari desa Sading, banjar Pasekan, Badung ini menyatakan, film mengisahkan tentang dirinya sejak kecil. Kemudian usia dua tahun ibunya meninggal. Namun dia berusaha tidak sedih terus menerus melalui menari dan bermain gamelan.
Selanjutnya belajar ke ISI Jogjakarta dan mendapat beasiswa ke California Institute of the Arts (Cal Arts) pada 1972-1975. Disana pria kelahiran 14 Juni 1945 ini mendapat tawaran mengajar. Dia pun menempuh pendidikan S3 di UCLA pada tahun 1996.
"Sekarang saya mengajar di dua kampus, Cal Arts full time dan UCLA di Departement Ethomusikologi secara part time. Saat ini saya sedang libur. Ketika libur saya pulang ke Bali. Apalagi premier film di Bali pada 10 Agustus dan 14 Agustus di Jakarta saya akan hadir. Kalau di bioskop Indonesia, film diputar pada 22 Agustus nanti," jelas anak ketiga dari empat bersaudara ini. *k22
Melainkan juga menggambarkan keindahan pariwisata Bali. Oleh karena itu, film tersebut bisa menjadi ajang promosi wisata ke tingkat dunia.
"Film merupakan media komunikasi yang halus. Untuk pariwisata bisa menjadi alat promosi budaya dan destinasi wisata ke masyarakat dunia," ujar Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran II Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Nia Niscaya di Gedung Sapta Pesona, Kemenpar, Jumat (19/7).
Menurut Nia, wisman datang ke Indonesia sebesar 60 persen karena tertarik dengan budaya. Tiga puluh persen tertarik keindahan alam dan selebihnya tertarik dengan man made atau buatan sehingga film Bali Beats of Paradise sangat tepat sebagai ajang promosi wisata.
"Karena film itu menyampaikan tentang budaya dan destinasi wisata. Terlebih film mengangkat tentang Bali. Dimana Bali berkontribusi sebesar 40 persen wisman. Ini memperkuat yang besar menjadi lebih besar. Apalagi film dibuat oleh sineas muda yang telah go internasional," kata Nia.
Bagi Nia, film dapat berdampak kepada pariwisata pula. Dia berharap, film tersebut dapat memperkuat Bali sebagai destinasi wisata pilihan masyarakat dunia. Sedangkan sutradara film Bali Beats of Paradise Livi Zheng mengatakan, syuting film berlangsung di LA, Boston dan Bali.
Di Bali mereka syuting di sejumlah kawasan wisata populer di Pulau Dewata seperti Desa Adat Panglipuran, Besakih dan Tanah Lot. Livi berharap, film tersebut dapat menarik banyak penonton. Lantaran tak hanya menampilkan keindahan Bali.
"Melainkan menceritakan pula perjuangan seorang anak yang ditinggal oleh ibunya sejak kecil, tapi mampu mewujudkan mimpinya sampai ke Amerika sehingga sangat inspiratif," ucap Livi.
Hal senada dikatakan Wayan Wenten. Pria dari desa Sading, banjar Pasekan, Badung ini menyatakan, film mengisahkan tentang dirinya sejak kecil. Kemudian usia dua tahun ibunya meninggal. Namun dia berusaha tidak sedih terus menerus melalui menari dan bermain gamelan.
Selanjutnya belajar ke ISI Jogjakarta dan mendapat beasiswa ke California Institute of the Arts (Cal Arts) pada 1972-1975. Disana pria kelahiran 14 Juni 1945 ini mendapat tawaran mengajar. Dia pun menempuh pendidikan S3 di UCLA pada tahun 1996.
"Sekarang saya mengajar di dua kampus, Cal Arts full time dan UCLA di Departement Ethomusikologi secara part time. Saat ini saya sedang libur. Ketika libur saya pulang ke Bali. Apalagi premier film di Bali pada 10 Agustus dan 14 Agustus di Jakarta saya akan hadir. Kalau di bioskop Indonesia, film diputar pada 22 Agustus nanti," jelas anak ketiga dari empat bersaudara ini. *k22
1
Komentar