Perawatan Lontar Terhadang Mitos Lontar Tenget
Kesadaran masyarakat Bali yang memiliki lontar untuk merawat lontar, secara perlahan namun pasti, makin meningkat.
GIANYAR, NusaBali
Hal dibuktikan dengan makin banyaknya warga yang menginginkan kehadiran Penyuluh Bahasa Bali (PBB) Provinsi Bali untuk mengkonservasi lontar ke rumah warga. Namun, masih saja ada warga pemilik lontar terkungkung oleh mitos ‘lontar tenget’, sehingga tak berani menurunkan lontar untuk dirawat. Akibatnya, kerusakan lontar makiin parah, dan pesan-pesan sacral dan utama dalam lontar pun lenyap.
Kondisi itu terungkap saat PBB Provinsi Bali mengkonservasi lontar di Griya Serama, Banjar Telabah, Desa/Kecamatan Sukawati, Selasa (16/7). Lontar tersebut memuat tentang Sesana Brahmana atau kewajiban seorang Brahmana. Sebanyak 21 penyuluh yang bertugas di Gianyar dilibatkan. Konservasi dilakukan mulai pukul 09.00 Wita - 16.00 Wita.
"Kami awali dengan Matur Piuning di tempat lontar distanakan. Selanjutnya baru membersihkan debu dengan kuas, mengelap menggunakan kain halus yang diisi minyak sereh. Setelah bersih, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan," jelas Koordinator PBB Provinsi Bali, I Wayan Suarmaja, Rabu (17/7).
Setelah kering, lontar diidentifikasikan yang terdiri beberapa bagian. Mulai dari judul, panjang, lebar naskah, tebal atau jumlah lembaran, kalimat pembuka, kalimat penutup, penanggalan, identitas penulis, dan pemilik tempat penyimpanan. Dikatakan, PBB tidak hanya merawat lontar, namun juga pembinaan baik menulis aksara, mapasantian dan sebagainya. Semua itu berkaitan dengan bahasa, aksara, dan sastra Bali.
Terkait perawatan lontar di Bali, jelas dia, semakin gencar dilakukan oleh para pemilik lontar. Langkah itu dilakukan untuk menyelamatkan dan mempertahankan catatan penting yang bertuliskan sastra Bali kuno agar tidak rusak. Namun sejauh ini, PBB masih terkendala dengan tidak beraninya pemilik lontar untuk membuka untuk dibersihkan. Menurut Wayan Suarmaja, pemilik lontar meyakini bahwa lontar itu tenget (angker) sehingga tidak berani dibuka. "Khusus di Kabupaten Gianyar masih terdapat beberapa pemilik lontar yang enggan lontarnya dibersihkan dan membiarkan begitu saja dimakan rayap," ujarnya.
Dia pun berharap kesadaran pemilik lontar agar terbuka dengan Penyuluh Bahasa Bali, karena akan membantu dalam membersihkan dan merawatnya. "Intinya masyarakat tidak usah takut untuk lontarnya dirawat. Penyuluh Bahasa Bali hanya merawat naskah di rumah pemilik, dan lontarnya itu tidak akan diambil," terang pria asli Desa Buahan, Payangan tersebut. Ada pula pemilik lontar yang ingin lontarnya dikonservasi, namun terkendala biaya pembelian bahan untuk merawatnya. Sedangkan tugas penyuluh hanyalah untuk merawat saja dengan menyediakan sumber daya manusia (SDM), belum sampai mempersiapkan bahan-bahannya. "Masyarakat pemilik lontar yang membeli bahannya, sedangkan penyuluh hanya menyediakan SDM saja. Begitu juga dengan alat penunjang yang lainnya, per kabupaten/kota penyuluh yang menyediakan, gratis," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Suarmaja menambahkan pemerintah sudah menganggarkan untuk perawatan naskah melalui dinas terkait. Mengingat Bali banyak memiliki lontar, baik di puri, gria, dan rumah. Sudah barang tentu untuk menjangkau semua itu jika dibebankan ke penyuluh tentu tidak memungkinkan.
"Bahan yang perlu disiapkan itu hanya berupa minyak sereh dan alkohol saja. Sisanya penyuluh yang menyediakan. Minyak sereh itu 1 liter seharga Rp 600.000, sedangkan alkohol palingan seharga Rp 100.000," ungkapnya. *nvi
Kondisi itu terungkap saat PBB Provinsi Bali mengkonservasi lontar di Griya Serama, Banjar Telabah, Desa/Kecamatan Sukawati, Selasa (16/7). Lontar tersebut memuat tentang Sesana Brahmana atau kewajiban seorang Brahmana. Sebanyak 21 penyuluh yang bertugas di Gianyar dilibatkan. Konservasi dilakukan mulai pukul 09.00 Wita - 16.00 Wita.
"Kami awali dengan Matur Piuning di tempat lontar distanakan. Selanjutnya baru membersihkan debu dengan kuas, mengelap menggunakan kain halus yang diisi minyak sereh. Setelah bersih, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan," jelas Koordinator PBB Provinsi Bali, I Wayan Suarmaja, Rabu (17/7).
Setelah kering, lontar diidentifikasikan yang terdiri beberapa bagian. Mulai dari judul, panjang, lebar naskah, tebal atau jumlah lembaran, kalimat pembuka, kalimat penutup, penanggalan, identitas penulis, dan pemilik tempat penyimpanan. Dikatakan, PBB tidak hanya merawat lontar, namun juga pembinaan baik menulis aksara, mapasantian dan sebagainya. Semua itu berkaitan dengan bahasa, aksara, dan sastra Bali.
Terkait perawatan lontar di Bali, jelas dia, semakin gencar dilakukan oleh para pemilik lontar. Langkah itu dilakukan untuk menyelamatkan dan mempertahankan catatan penting yang bertuliskan sastra Bali kuno agar tidak rusak. Namun sejauh ini, PBB masih terkendala dengan tidak beraninya pemilik lontar untuk membuka untuk dibersihkan. Menurut Wayan Suarmaja, pemilik lontar meyakini bahwa lontar itu tenget (angker) sehingga tidak berani dibuka. "Khusus di Kabupaten Gianyar masih terdapat beberapa pemilik lontar yang enggan lontarnya dibersihkan dan membiarkan begitu saja dimakan rayap," ujarnya.
Dia pun berharap kesadaran pemilik lontar agar terbuka dengan Penyuluh Bahasa Bali, karena akan membantu dalam membersihkan dan merawatnya. "Intinya masyarakat tidak usah takut untuk lontarnya dirawat. Penyuluh Bahasa Bali hanya merawat naskah di rumah pemilik, dan lontarnya itu tidak akan diambil," terang pria asli Desa Buahan, Payangan tersebut. Ada pula pemilik lontar yang ingin lontarnya dikonservasi, namun terkendala biaya pembelian bahan untuk merawatnya. Sedangkan tugas penyuluh hanyalah untuk merawat saja dengan menyediakan sumber daya manusia (SDM), belum sampai mempersiapkan bahan-bahannya. "Masyarakat pemilik lontar yang membeli bahannya, sedangkan penyuluh hanya menyediakan SDM saja. Begitu juga dengan alat penunjang yang lainnya, per kabupaten/kota penyuluh yang menyediakan, gratis," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Suarmaja menambahkan pemerintah sudah menganggarkan untuk perawatan naskah melalui dinas terkait. Mengingat Bali banyak memiliki lontar, baik di puri, gria, dan rumah. Sudah barang tentu untuk menjangkau semua itu jika dibebankan ke penyuluh tentu tidak memungkinkan.
"Bahan yang perlu disiapkan itu hanya berupa minyak sereh dan alkohol saja. Sisanya penyuluh yang menyediakan. Minyak sereh itu 1 liter seharga Rp 600.000, sedangkan alkohol palingan seharga Rp 100.000," ungkapnya. *nvi
Komentar