Simantri Tamiang Mas di Sayan Terancam Bubar
Sistem Manajemen Pertanian Terintegrasi (Simantri) Tamiang Mas, Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar, melangsungkan mapatung (menyemblih babi secara berkelompok, Red), Senin (22/7), serangkaian Hari Raya Galungan, Buda Kliwon Dungulan, Rabu (24/7).
GIANYAR, NusaBali
Tradisi mapatung di Simantri sejak tahun 2011 ini diperkirakan akan berakhir. Karena Simantri itu terancam bubar akibat sewa lahan Simantri makin mahal. Hal itu diungkapkan oleh salah satu anggotanya, I Made Pariana, Senin (22/7). Pariana menyampaikan dipilihnya mapatung pada Panyajahan Galungan, Senin (22/7), karena semua anggota Simantri adalah petani. Sehingga mereka menggunakan waktu sebaik mungkin untuk mempersiapkan Galungan. “Kalau besok, (Selas ini, Red), semua akan sibuk membuat sarana upakara. Di samping itu juga para anggota harus mencari rumput untuk sapi,” terangnya.
Diungkapkan, anggota Simantri Tamiang Mas 20 orang. Sedangkan daging babi yang dibagikan kepada anggota tersebut merupakan babi hasil membeli dari persentase penjualan sapi di Simantri. Masing-masing anggota dapat bagian daging 6 kg dengan harga Rp 270.000.
“Setiap Galungan, kami pasti mapatung sejak Simantri ini dibuat pada tahun 2011. Namun Galungan kali ini bisa yang terakhir. Karena ada kemungkinan akan bubar akibat dari sewa tanah yang mahal,” tandasnya.
Made Pariana mengaku lahan Simantri yang ada sekarang ini merupakan lahan sewa milik pribadi. Sehingga sewanya pun dirasakan mahal, dan mereka masih mencari solusi agar Simantri tersebut dapat berlanjut. Begitu juga dengan para peternak sapi, tetap dapat memelihara sapinya di sana.
Selain memelihara sapi, anggota Simantri tersebut juga ada yang memelihara babi. Khususnya bagi para ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT). Bahkan Simantri yang berlokasi di areal Subak Mas, Desa Sayan itu kerap dijadikan tempat pelatihan bagi anggota Simantri lain. *nvi
Diungkapkan, anggota Simantri Tamiang Mas 20 orang. Sedangkan daging babi yang dibagikan kepada anggota tersebut merupakan babi hasil membeli dari persentase penjualan sapi di Simantri. Masing-masing anggota dapat bagian daging 6 kg dengan harga Rp 270.000.
“Setiap Galungan, kami pasti mapatung sejak Simantri ini dibuat pada tahun 2011. Namun Galungan kali ini bisa yang terakhir. Karena ada kemungkinan akan bubar akibat dari sewa tanah yang mahal,” tandasnya.
Made Pariana mengaku lahan Simantri yang ada sekarang ini merupakan lahan sewa milik pribadi. Sehingga sewanya pun dirasakan mahal, dan mereka masih mencari solusi agar Simantri tersebut dapat berlanjut. Begitu juga dengan para peternak sapi, tetap dapat memelihara sapinya di sana.
Selain memelihara sapi, anggota Simantri tersebut juga ada yang memelihara babi. Khususnya bagi para ibu-ibu Kelompok Wanita Tani (KWT). Bahkan Simantri yang berlokasi di areal Subak Mas, Desa Sayan itu kerap dijadikan tempat pelatihan bagi anggota Simantri lain. *nvi
Komentar