Tugasnya Khusus Tegur Pamedek yang Berpakaian Tidak Sopan
Meski belum dikukuhkan Bupati Tabanan Putu Eka Wiryastuti, namun 18 pecalang istri sudah diterjunkan bertugas kawal pelaksanaan pujawali di Pura Luhur Batukaru, Desa Wangaya Gede, Kecamatan Penebel
Pengempon Pura Luhur Batukaru Bentuk Pecalang Istri Berkekuatan 18 Orang
TABANAN, NusaBali
Pangempon Pura Luhur Batukaru, Desa Wangaya Gede, Kecamatan Penebel, Tabanan bikin terobosan membentuk 18 pecalang istri (wanita). Tugas pecalang istri ini fokus menegur pamedek (umat yang tangkil) yang berpakian tidak sopan saat masuk ke Utama Mandala Pura Luhur Batukaru.
Pecalang istri ini baru dibentuk menjelang pujawali di Pura Luhur Batukaru yang yang puncaknya jatuh pada Wraspati Umanis Dunggulan, Kamis (25/7). Anggota pecalang istri berjumlah 18 orang ini diambil dari 12 banjar adat yang ada di Desa Wangaya Gede, selaku pangempon Pura Luhur Batukaru. Mereka ditunjuk oleh Bendesa Adat Wangaya Gede, I Ketut Sucipto, saat krama melaksanakan paruman di masing-masing banjar adat.
Tidak ada persyaratan khusus untuk rekrutmen pecalang istri ini. Siapa pun yang berminat dipersilakan untuk ngayah. Selama bertugas, para pecalang istri juga tidak ada diberi honor, karena mereka semangatnya murni untuk ngayah di Pura Luhur Batukaru.
Berbeda dari pecalang umumnya kaum lanang (laki-laki), pecalang istri di Pura Luhur Batukaru ini tidak membawa senjata keris di pinggang. Tapi, busana yang dikenakan berbeda dari perempuan umumnya yang tangkil ke pura. Pecalang istri mengenakan kebaya putih dengan tepian poleng (putih hitam bagian depan), serta kain (kamben) hitam juga dengan tepian poleng.
Bendesa Adat Wangaya Gede, I Ketut Sucipto, mengungkapkan program pecalang istri ini diwujudkan untuk menonjolkan emansipasi wanita. Lagipula, saat pamedek tangkil ke Pura Luhur Batukaru, juga tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. "Dasar itulah kami ingin bentuk sekaligus menonjolkan emansipasi wanita," ujar Ketut Sucipto kepada NusaBali, Jumat (26/7).
Menurut Ketut Sucipto, pecalang istri ini dibentuk khusus untuk ditugaskan di Pura Luhur Batukaru. Mereka ditugaskan perdana saat pujawali di Pura Luhur Batukaru kali ini. "Jadi, ini baru pertama kali pecalang istri bertugas kawal pujawali di Pura Batukaru," jelasnya.
Disebutkan, tugas pecalang istri ini khusus untuk menegur pamedek yang berpakian tidak patut saat masuk ke Utama Mandala Pura Batukaru. Misalnya, menegur pamedek istri memakai kamen jadi yang belahanya sampai kelihatan paha. Juga memakai baju kebaya lengan pendek, selendang digunakan di bahu, rambut megambahan (minimal harus diikat dengan rapi atau memakai sanggul).
"Pada prinsipnya, kami ingin mengembalikan budaya Bali yang sesungguhnya. Jadi, kalau ada pamedek yang berpakian tidak patut, itu akan ditegur oleh pecalang istri. Selama pujawali ini, banyak pamedek yang ditegur pecalang istri. Kita harapkan pada pujawali berikutnya tidak ada lagi pamedek berpakaian tak patut,” tandas Ketut Sucipto.
Ketut Sucipto menerangkan, pecalang istri ini diproyeksikan bertugas saat Karya Agung di Pura Luhur Batukau tahun depan. Saat itu, mereka akan bertugas memakai jadwal dengan tiga shift, yakni shift pagi, shift siang, dan shift malam. “Selama bertugas, 18 pecalang istri ini tidak mendapatkan honor, karena murni ngayah,” katanya.
Menurut Ketut Sucipto, saat ini 18 pecalang istri tersebut belum dikukuhkan. Masih menunggu Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti yang berjanji akan menghadiri peresmian pecalang istri. "Pecalang istri belum meresmikan, tapi sudah kami laporkan ke Bupati. Nanti Bupati akan meresmikan setelah Kongres V PDIP (di Sanur, Denpasar, 8-11 Agustus 2019, Red)."
Nantinya, pecalang istri yang baru dibentuk ini akan diberikan pelatihan, dengan mengundang jajaran Polres Tabanan untuk pembekalan. "Kami akan mengundang Polres Tabanan, agar dalam bertugas nanti, pecalang istri lebih baik dan mengerti tugas-tugas pokok pecalang," tegasnya.
Sementara itu, salah satu anggota pecalang istri, Ni Made Yuni Suastini, menyatakan ini untuk pertama kali ada dibentuk pecalang istri di Bali. Yuni Suastini pun menyambut baik dan siap ngayah sebagai pecalang istri di Pura Luhur Batukaru. “Saya merasa senang bertugas," tutur Yuni Suastini.
Menurut Yuni Suastini, selama bertugas di Pura Luhur Batukaru saat pujawali kali ini, dirinya banyak menegur pamedek yang memakai pakian tidak patut, terutama para remaja yang rambutnya tidak rapi. Ada pula pamedek yang selendangnya digunakan sebagai syal. "Setelah kami tegur, mereka kemudian merapikan rambut dan selendangnya, sehingga kelihatan rapi,” katanya.
Sementara itu, Ketua Majelis Adat Kabupaten Tabanan, I Wayan Tontra, menyatakan sambut baik keberadaan pecalang istri di Pura Luhur Batukaru. Menurut Wayan Tontra, sebetulnya dulu sempat ada pecalang istri, tapi kemudian mandek. "Saya sambut dengan baik keberadaan pecalang istri ini. Sebab, artinya desa adat bisa mengembangkan diri secara positif. Saya berterima kasih kepada para pemrakarsa munculnya kembali pecalang istri ini," ujar Wayan Tontra saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Tabanan, Jumat kemarin.
Wayan Tontra menyebutkan, ini baru pertama kali dibentuk pecalang istri di Kabupaten Tabanan. Untuk daerah lain di Bali, dia tidak tahu persis apakah sudah ada atau belum. “Saya dukung keberadaan pecalang istri ini,” tandas Wayan Tontra yang juga menjabat Ketua PHDI Kabupaten Tabanan ini. *des
1
Komentar