Digitalisasi Lontar di Gedong Kirtya
Mudahkan Akses Referensi Generasi Milenial
SINGARAJA, NusaBali
Museum lontar Gedong Kirtya Buleleng kembali menjadi perhatian pemerintah pusat. Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin langsung oleh Direktur Sejarah, Triana Wulandari, melawat dan meninjau langsung manuskrip lontar-lontar sebagai salah satu sumber sejarah di Gedong Kirtya. Pihaknya pun berencana akan mendigitalisasi sejumlah lontar yang berkaitan dengan sejarah Indonesia sehingga lebih mudah diakses sebagai referensi dalam dunia pendidikan.
Direktur Sejarah, Direktorak Sejarah Kemdikbud, Triana Wulandari seusai lawatannya di Gedong Kirtya, Jumat (26/7) siang kemarin mengatakan, digitalisasi lontar-lontar tersebut merujuk pada pemajuan kebudayaan yang tercantum dalam UU Kemajuan Kebudyaan Nomor 5 Tahun 2017, yang salah satu dari sepuluhnya adalah lontar.
Lontar yang sesungguhnya menyimpan kekayaan ilmu pengetahuan yang sangat kompleks, belum akrab di kalangan pelajar untuk menelisik dan membaca langsung. Sehingga perlu strategi jitu bagaimana menggairahkan generasi milenial mau mempelajari lontar untuk memperkaya ilmu pengetahuannya.
Sejumlah lontar yang memiliki kaitan akan dituangkan dalam tulisan yang memaparkan ringkasan singkat beberapa buku dan artikel di sejumlah wilayah (Anotasi Bibliografi, red). Selain itu sebanyak 103 cakep lontar yang memuat tentang babad, rencananya juga akan dicetak fisik maupun e-book. Lagi-lagi strategi ini untuk memudahkan generasi milenial belajar sejarah dari manuskrip lontar.
“Harapan kami setelah terbuatnya Anotasi Bibliografi ini dapat membantu seluruh masyarakat dan akademisi ketika ingin memahami, menulis, meneliti sumber-sumber primer dari manuskrip yang ada di Gedong Kirtya,” jelas dia.
Sementara itu budayawan sekaligus pemerhati lontar Sugi Lanus yang mendampingi Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) Denpasar mengatakan Gedong Kirtya tak hanya menyimpan tentang sejarah Bali. Tetapi juga menyimpan peninggalan Jawa Kuno yang rentang waktunya sampai 14 abad. Mulai dari zaman Medang Majapahit, Kediri hingga Singosari.
Gedong Kirtya disebutnya merupakan satu bukti bahwa orang Bali ulet dan rapi dalam mencatat sejarah. “Gedong Kirtya ini sangat berjasa menyelamatkan pemikiran yang mencatat, merekam segala peristiwa tak hanya memikirkan Bali tetapi juga Nusantara. Seperti ilmu tata negara dari Majapahit yang tercatat di dalam manuskrip Gedong Kirtya. Aksaranya memang berubah, namun kontennya dipastikan tetap,” jelas Sugi Lanus.
Bahkan menurut ahli lontar yang sudah melanglang buana ini, museum lontar Gedong Kirtya sangat terkenal di Eropa dan Amerika. Para calon doktor negara maju itu banyak yang tertarik mendalami sejarah nusantara yang seringkali mendapat rujukan untuk melengkapi risetnya dari lontar yang ada di Gedong Kirtya.
Menurutnya upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memudahkan akses pelajaran sejarah dari sumber manuskrip lontar perlu pekerjaan yang tak mudah. Melalui proses transkrip, menyadur ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, buku digital dan dikemas semenarik mungkin untuk dapat masuk ke kalangan milenial. *k23
Direktur Sejarah, Direktorak Sejarah Kemdikbud, Triana Wulandari seusai lawatannya di Gedong Kirtya, Jumat (26/7) siang kemarin mengatakan, digitalisasi lontar-lontar tersebut merujuk pada pemajuan kebudayaan yang tercantum dalam UU Kemajuan Kebudyaan Nomor 5 Tahun 2017, yang salah satu dari sepuluhnya adalah lontar.
Lontar yang sesungguhnya menyimpan kekayaan ilmu pengetahuan yang sangat kompleks, belum akrab di kalangan pelajar untuk menelisik dan membaca langsung. Sehingga perlu strategi jitu bagaimana menggairahkan generasi milenial mau mempelajari lontar untuk memperkaya ilmu pengetahuannya.
Sejumlah lontar yang memiliki kaitan akan dituangkan dalam tulisan yang memaparkan ringkasan singkat beberapa buku dan artikel di sejumlah wilayah (Anotasi Bibliografi, red). Selain itu sebanyak 103 cakep lontar yang memuat tentang babad, rencananya juga akan dicetak fisik maupun e-book. Lagi-lagi strategi ini untuk memudahkan generasi milenial belajar sejarah dari manuskrip lontar.
“Harapan kami setelah terbuatnya Anotasi Bibliografi ini dapat membantu seluruh masyarakat dan akademisi ketika ingin memahami, menulis, meneliti sumber-sumber primer dari manuskrip yang ada di Gedong Kirtya,” jelas dia.
Sementara itu budayawan sekaligus pemerhati lontar Sugi Lanus yang mendampingi Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) Denpasar mengatakan Gedong Kirtya tak hanya menyimpan tentang sejarah Bali. Tetapi juga menyimpan peninggalan Jawa Kuno yang rentang waktunya sampai 14 abad. Mulai dari zaman Medang Majapahit, Kediri hingga Singosari.
Gedong Kirtya disebutnya merupakan satu bukti bahwa orang Bali ulet dan rapi dalam mencatat sejarah. “Gedong Kirtya ini sangat berjasa menyelamatkan pemikiran yang mencatat, merekam segala peristiwa tak hanya memikirkan Bali tetapi juga Nusantara. Seperti ilmu tata negara dari Majapahit yang tercatat di dalam manuskrip Gedong Kirtya. Aksaranya memang berubah, namun kontennya dipastikan tetap,” jelas Sugi Lanus.
Bahkan menurut ahli lontar yang sudah melanglang buana ini, museum lontar Gedong Kirtya sangat terkenal di Eropa dan Amerika. Para calon doktor negara maju itu banyak yang tertarik mendalami sejarah nusantara yang seringkali mendapat rujukan untuk melengkapi risetnya dari lontar yang ada di Gedong Kirtya.
Menurutnya upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memudahkan akses pelajaran sejarah dari sumber manuskrip lontar perlu pekerjaan yang tak mudah. Melalui proses transkrip, menyadur ke dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, buku digital dan dikemas semenarik mungkin untuk dapat masuk ke kalangan milenial. *k23
Komentar