Masa Penahanan Habis, Sudikerta Bisa Lepas
Masa penahanan mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018) I Ketut Sudikerta selaku tersangka kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, akan berakhir per 2 Agustus 2019.
DENPASAR, NusaBali
Politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamnatan Kuta Selatan, Badung ini pun bisa lepas dari tahanan, jika tidak segera dilimpahkan penyidik ke kejaksaan.
Tersangka Ketut Sudikerta menjalani penahanan di Rutan Polda Bali sejak 4 April 2019 lalu, setelah ditangkap polisi saat hendak terbang ke Jakarta dari Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Dalam penahanan tahap pertama, Sudikerta ditahan selama 20 hari (tahanan kepolisian). Kemudian, dilanjutkan dengan perpanjangan 40 hari (tahanan kejaksaan).
Terakhir, dilakukan perpanjangan 60 hari (penahanan pengadilan). Total, Sudikerta akan menjalani penahanan selama 120 hari. Jika dihitung, masa penahanan Sudikerta selama 120 hari akan berakhir, Jumat (2/8) depan. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian apakah perkara tersangka Sudikerta sudah lengkap (P-21) atau belum.
Saat dikonfirmasi NusaBali di Denpasar, Minggu (28/7), kuasa hukum tersangka Sudikerta, Wayan Sumardika, enggan berkomentar terkait masa penahanan ataupun perkara kliennya. “Untuk saat ini, saya tidak mau komentar dulu,” elak Sumardika yang dihubungi per telepon.
Namun, secara umum Sumardika mengatakan jika penahanan sudah 120 hari, penyidik kepolisian sudah tidak bisa lagi melakukan perpanjangan penahanan terhadap kliennya. “Tersangka harus dikeluarkan dari tahanan,” tegas Sumardika dalam kapasitasnya sebagai praktisi hukum.
Menurut Sumardika, jika sebelum masa penahanan 120 hari berakhir, penyidik Polda Bali mampu melengkapi berkas alias P-21, tersangka Sudikerta bisa dilimpahkan ke kejaksaan. Namun, jika sampai 120 hari penahanan, penyidik belum melengkapi berkas, maka tersangka harus segera dikeluarkan dari sel tahanan. “Sebagai praktisi hukum, ini yang bisa saya jelaskan secara umum,” katanya. Meski dilepaskan dari tahanan, prose hukum Sudikerta tetap berlanjut.
Berkas perjara tersangka Sudikerta saat ini masih berada di tangan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali untuk dilakukan penelitian. Namun, sampai saat ini belum dinyatakan apakah berkas tersebut sudah P-21 atau belum. Asintel Kejati Bali, Eko HW, mengatakan sejauh ini pihaknya belum menerima kabar dari jaksa yang menangani perkara Sudikerta. “Besok (hari ini) saya cek, Mas,” sergah Eko HW saat dikonfirmasi NusaBali, tadi malam.
Tersangka Ketut Sudikerta sendiri, sebagaiman diberitakan, ditangkap jajaran Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, 4 April 2019 siang pukul 14.19 Wita. Sejak itu pula, mantan Wakil Bupati Badung 2005-2013 dan Wagub Bali 2013-2018 ini ditahan di Rutan Polda Bali.
Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Subdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, 30 November 2018. Dalam surat yang ditandatangani Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Agung Kanigoro Nusantoro, itu juga berisi pasal sangkaan untuk tersangka. Di antaranya, Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KHUP tentang Pidana Penipuan dan Penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini bermula tahun 2013, ketika itu bos PT Maspion Group, Alim Markus, bertemu Sudikerta yang saat itu masih menjabat Wakil Bupati Badung 2010-2013. Alim Markus mengutarakan keinginannya untuk membeli tanah di Bali. Kemudian, tersangka Sudikerta menawarkan dua bidang tanah, masing-masing seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan.
Karena Alim Markus tertarik membeli, tersangka Sudikerta lalu membuat PT Pecatu Bangun Gemilang untuk melakukan transaksi jual beli tanah dengan PT Marindo Invastama, yang berada di bawah Maspion Group. Perusahaan yang didirikan Sudikerta ini ternyata tidak memiliki modal sama sekali. Sudikerta lalu membuka rekening PT Pecatu Gemilang di Bank BCA. Secara kewajiban, dalam proses kerjasama itu, perusahaan Maspion Group melalui PT Marindo Investama sudah memberikan Rp 149 miliar kepada PT Pecatu Bangun Gemilang. Uang yang diterima PT Pecatu Bangun Gemilang itu lalu dibagi-bagikan oleh Sudikerta.
Setelah transaksi, barulah diketahui jika kedua bidang tanah di Pantai Balangan yang dibeli Alim Markus tersebut ternyata bermasalah. Untuk sertifikat SHM 5048/Jimbaran seluas 38.650 meter pesregi, diketahui palsu. Sementara SHM16249/Jimbaran seluas 3.300 meter persegi, diketahui sudah dijual ke PT Dua Kelinci seharga Rp 16 miliar.
Mengetahui masalah ini, Alim Markus melalui kuasa hukumnya langsung melakukan upaya kekeluargaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan Sudikerta. Namun, hingga 5 tahun berlalu, tidak kunjung ada penyelesaian dari Sudikerta, hingga akhirnya Alim Markus pilih melaporkan kasus ini ke kepolisian, Maret 2018 lalu---ketika Sudikerta menjelang habis masa jabatannya sebagai Wakil Gubernur Bali 2013-2018.
Awalnya, Alim Markus melalui kuasa hukumnya, Sugiharto cs, melapor ke SPKT Polda Bali dengan nomor LP/99/III/Ren 4.2/2018 SPKT Polda Bali tertanggal 15 Maret 2018. Dalam laporan ini, pihak terlapor adalah Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, istri Sudikerta yang menjabat sebagai Komisaris PT Pecatu Bangun Gemilang, serta Gunawan Priambodo selaku Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang.
Dari pengembangan laporan ini, korban Alim Markus kembali membuat laporan dengan LP/ 367/Ren 4.2/X/2018/Bali/SPKT tertanggal 4 Oktober 2018, dengan terlapor Ketut Sudikerta. Sebulan kemudian, Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka utama kasus ini, 30 November 2018. *rez
Tersangka Ketut Sudikerta menjalani penahanan di Rutan Polda Bali sejak 4 April 2019 lalu, setelah ditangkap polisi saat hendak terbang ke Jakarta dari Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Dalam penahanan tahap pertama, Sudikerta ditahan selama 20 hari (tahanan kepolisian). Kemudian, dilanjutkan dengan perpanjangan 40 hari (tahanan kejaksaan).
Terakhir, dilakukan perpanjangan 60 hari (penahanan pengadilan). Total, Sudikerta akan menjalani penahanan selama 120 hari. Jika dihitung, masa penahanan Sudikerta selama 120 hari akan berakhir, Jumat (2/8) depan. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian apakah perkara tersangka Sudikerta sudah lengkap (P-21) atau belum.
Saat dikonfirmasi NusaBali di Denpasar, Minggu (28/7), kuasa hukum tersangka Sudikerta, Wayan Sumardika, enggan berkomentar terkait masa penahanan ataupun perkara kliennya. “Untuk saat ini, saya tidak mau komentar dulu,” elak Sumardika yang dihubungi per telepon.
Namun, secara umum Sumardika mengatakan jika penahanan sudah 120 hari, penyidik kepolisian sudah tidak bisa lagi melakukan perpanjangan penahanan terhadap kliennya. “Tersangka harus dikeluarkan dari tahanan,” tegas Sumardika dalam kapasitasnya sebagai praktisi hukum.
Menurut Sumardika, jika sebelum masa penahanan 120 hari berakhir, penyidik Polda Bali mampu melengkapi berkas alias P-21, tersangka Sudikerta bisa dilimpahkan ke kejaksaan. Namun, jika sampai 120 hari penahanan, penyidik belum melengkapi berkas, maka tersangka harus segera dikeluarkan dari sel tahanan. “Sebagai praktisi hukum, ini yang bisa saya jelaskan secara umum,” katanya. Meski dilepaskan dari tahanan, prose hukum Sudikerta tetap berlanjut.
Berkas perjara tersangka Sudikerta saat ini masih berada di tangan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali untuk dilakukan penelitian. Namun, sampai saat ini belum dinyatakan apakah berkas tersebut sudah P-21 atau belum. Asintel Kejati Bali, Eko HW, mengatakan sejauh ini pihaknya belum menerima kabar dari jaksa yang menangani perkara Sudikerta. “Besok (hari ini) saya cek, Mas,” sergah Eko HW saat dikonfirmasi NusaBali, tadi malam.
Tersangka Ketut Sudikerta sendiri, sebagaiman diberitakan, ditangkap jajaran Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, 4 April 2019 siang pukul 14.19 Wita. Sejak itu pula, mantan Wakil Bupati Badung 2005-2013 dan Wagub Bali 2013-2018 ini ditahan di Rutan Polda Bali.
Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang dikeluarkan Subdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, 30 November 2018. Dalam surat yang ditandatangani Kasubdit II Dit Reskrimsus Polda Bali, AKBP Agung Kanigoro Nusantoro, itu juga berisi pasal sangkaan untuk tersangka. Di antaranya, Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KHUP tentang Pidana Penipuan dan Penggelapan, Pasal 263 ayat (2) KUHP tentang Penggunaan Surat Palsu, serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini bermula tahun 2013, ketika itu bos PT Maspion Group, Alim Markus, bertemu Sudikerta yang saat itu masih menjabat Wakil Bupati Badung 2010-2013. Alim Markus mengutarakan keinginannya untuk membeli tanah di Bali. Kemudian, tersangka Sudikerta menawarkan dua bidang tanah, masing-masing seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang berlokasi di Pantai Balangan.
Karena Alim Markus tertarik membeli, tersangka Sudikerta lalu membuat PT Pecatu Bangun Gemilang untuk melakukan transaksi jual beli tanah dengan PT Marindo Invastama, yang berada di bawah Maspion Group. Perusahaan yang didirikan Sudikerta ini ternyata tidak memiliki modal sama sekali. Sudikerta lalu membuka rekening PT Pecatu Gemilang di Bank BCA. Secara kewajiban, dalam proses kerjasama itu, perusahaan Maspion Group melalui PT Marindo Investama sudah memberikan Rp 149 miliar kepada PT Pecatu Bangun Gemilang. Uang yang diterima PT Pecatu Bangun Gemilang itu lalu dibagi-bagikan oleh Sudikerta.
Setelah transaksi, barulah diketahui jika kedua bidang tanah di Pantai Balangan yang dibeli Alim Markus tersebut ternyata bermasalah. Untuk sertifikat SHM 5048/Jimbaran seluas 38.650 meter pesregi, diketahui palsu. Sementara SHM16249/Jimbaran seluas 3.300 meter persegi, diketahui sudah dijual ke PT Dua Kelinci seharga Rp 16 miliar.
Mengetahui masalah ini, Alim Markus melalui kuasa hukumnya langsung melakukan upaya kekeluargaan untuk menyelesaikan persoalan tersebut dengan Sudikerta. Namun, hingga 5 tahun berlalu, tidak kunjung ada penyelesaian dari Sudikerta, hingga akhirnya Alim Markus pilih melaporkan kasus ini ke kepolisian, Maret 2018 lalu---ketika Sudikerta menjelang habis masa jabatannya sebagai Wakil Gubernur Bali 2013-2018.
Awalnya, Alim Markus melalui kuasa hukumnya, Sugiharto cs, melapor ke SPKT Polda Bali dengan nomor LP/99/III/Ren 4.2/2018 SPKT Polda Bali tertanggal 15 Maret 2018. Dalam laporan ini, pihak terlapor adalah Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, istri Sudikerta yang menjabat sebagai Komisaris PT Pecatu Bangun Gemilang, serta Gunawan Priambodo selaku Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang.
Dari pengembangan laporan ini, korban Alim Markus kembali membuat laporan dengan LP/ 367/Ren 4.2/X/2018/Bali/SPKT tertanggal 4 Oktober 2018, dengan terlapor Ketut Sudikerta. Sebulan kemudian, Sudikerta ditetapkan sebagai tersangka utama kasus ini, 30 November 2018. *rez
Komentar