Rumah Bajang Ibunda Bung Karno di Singaraja Ditinjau Pusat
Bale Gede tempat tinggal Nyoman Rai Srimben di Bale Agung Singaraja berukuran 3 meter x 3 meter. Bangunan satu kamar disertai teras menghadap ke selatan ini berdinding batu bata merah, yang tampak sudah mulai keropos, sementara atap ijuk melengkung ke bawah seakan mau roboh
Mau Dijadikan Cagar Budaya, Sudah Disetujui Keluarga Besar Bale Agung
SINGARAJA, NusaBali
Wacana penetapan rumah bajang ibunda Presiden Soekarno, Nyoman Rai Srimben, sebagai cagar budaya, belum juga ada kejelasan sampai sekarang, meski rancangannya sudah bergulir sejak tahun 2017. Terkait masalah ini, Tim Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sempat terjun meninjau rumah bajang Ibunda Soekarno di Singaraja, tepatnya Lingkungan Bale Agung, Ke-lurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng, Jumat (26/7).
Tim Sirektorat Sejarah Kemendikbud yang terjun ke rumah masa kecil Ibunda Soekarno ini kebetulan sadang berada di Buleleng untuk menyusun program manuskrip Gedong Kirtya Singaraja, yang berlokasi di sebelah utara Bale Agung. Tim ini pun menyempatkan waktu untuk mampir melihat peninggalan sejarah di Bale Agung yang dianggap sangat penting bagi Indonesia.
Tim yang yang tinjau rumah bajang Nyoman Rai Srimben di Bale Agung Singaraja hari itu dipimpin langsung oleh Direktur Sejarah Direktorat Sejarah Kemendikbud, Triana Wulandari, didampigi pihak Balai Pelestari Nilai Budaya (PBNB) Denpasar, dan Dinas Kebudayaan Buleleng. Rumah di Bale Agung Singaraja yang dulunya menjadi tempat tinggal Nyoman Rai Srimben saat masih kecil hingga remaja, disebut Bale Gede.
Bale Gede tepat tinggal Ibunda Soekarno itu berada di antara rumah-rumah yang dibangun satu natah (halaman) keluarga besar Bale Agung. Tidak seperti namanya, kalau di kawasan Bali Selatan, Bale Gede pastinya dicat dengan perada dan terlihat mewah. Namun, Bale Gede tempat tinggal Nyoman Rai Srimben tampak sangat tua dan rapuh. Bangunan tua ini masih dbiarkan sebagaimana bentuk aslinya oleh kelu-arga besar Bale Agung.
Bale Gede tempat tinggal Nyoman Rai Srimben ini ukurannya tak lebih dari 3 meter x 3 meter. Bangunan satu kamar yang disertai teras menghadap ke selatan ini berdinding batu bata merah, yang tampak sudah mulai keropos. Atap bangunan juga terlihat sudah melengkung ke bawah, seakan mau roboh.
Namun, kesan klasik bangunan tua ini masih tampak kuat, terutama ornamen lantainya yang menggunakan tehel persegi dengan ukuran lebih besar dari tehel-tehel abu-abu yang sering ditemui di rumah-rumah tua. Rumah bajang Nyoman Rai Srimben ini sudah tak pernah dipakai lagi oleh pihak keluarga Bale Agung.
Direktur Sejarah Direktorat Sejarah Kemendikbud, Triana Wulandari, mengatakan pihaknya sangat beruntung dapat mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Buleleng, termasuk rumah tinggal masa kecil Ibunda Bung Karno. Triana Wulandari pun mendorong Dinas Kebudayaan Buleleng segera melakukan inventarisasi bangunan asli yang sempat ditempati Ibunda Sang Proklamator, mengingat kondisinya saat ini memerlukan penanganan khusus.
“Sebenranya, tujuan awal kami hanya ke Gedong Kirtya Singaraja. Tapi, di Buleleng banyak banget objek bersejarah yang sangat sayang untuk dilewatkan. Saya juga merasa bangga sampai sekarang bangunan ini (rumah Ibunga Bung Karno) masih dipertahankan dan dijaga oleh keluarga Bale Agung,” ujar Triana Wulandari kepada NusaBali.
Triana menyebutkan, objek bersejarah di Buleleng yang jumlahnya cukup banyak itu bisa dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah dan dapat diangkat dari memori kolektif sejarah di Gumi Panji Sakti. “Jadi, kalau mau wisata ke Bali, nantinya tidak hanya kunjungi GW, tapi di Buleleng juga ada wisata sejarahnya dengan titik-titik mengaitkan simpul perekat ke-Indonesia-an,” tegas Triana.
Terkait keberadaan rumah tinggal Ibunda Bung Karno, Triana sangat mendukung dapat ditetapkan sebagai cagar budaya, asalkan ada penelitian yang kuat. Triana pun mendorong Dinas Kebudayaan Buleleng, atas persetujuan keluarga besar Bale Agung, untuk segera membentuk Tim Ahli Kabupaten yang ditetapkan oleh Bupati. Nah, Tim Ahli Kabupaten bentukan Bupati Buleleng itulah yang nanti akan me-lakukan kajian dan penelitian terhadap objek sejarah yang diusulkan menjadi cagar budaya.
Sementara itu, Kadis Kebudayaan Buleleng, Gede Komang, mengaku sudah ambil ancang-ancang untuk seriusi usulan rumah Nyoman Rai Srimben sebagai cagar budaya. Menurut Gede Komang, sudah disiapkan Tim Ahli yang terdiri dari arkeolog, sejarawan, dan orang yang ahli di bidangnya. Tim Ahli ini targetnya Cagar Budaya Buleleng akan terbentuk tahun 2020.
“Kami sudah siapkan tim dan sedang mencari orang-orangnya, sehingga penetapan cagar budaya pada bangunan yang memiliki sejarah dan berumur lebih dari 50 tahun bisa dilindungi dan dilestarikan,” jelas Gede Komang yang notabene mantan Kadis Sosial Buleleng.
Di sisi lain, pewaris rumah bajang Ibunda Bung Karno, Jro Mangku Made Arsana, mengatakan pihaknya sudah menyetujui rencana Pemkab Buleleng menjadikan Bale Agung sebagai Heritage Bung Karno. Terlebih, usulan agar Bale Gede menjadi cagar budaya.
Hanya saja, jika hal itu serius akan diajukan Pemkab Buleleng dan Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali, Jro Mangku Arsana minta agar keluarga besar Bale Agung diajak duduk bersama dalam satu kesempatan. “Kalau masalah setuju, kami setuju saja, cuma perlu penjelasan sedikit. Kalau itu sudah terwujud, bagaimana prosedurnya, apakah masih boleh kami ke sana? Selama tidak diambil alih asetnya, kami setuju saja,” tandas Jro Mangku Arsana.
Rumah keluarga besar Bale Agung memang merupakan rumah masa kecil dan remaja ibunda Bung Karno, Presiden RI pertama. Ibunda Sang Fajar, Nyoman Rai Srimben (nenek dari Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri), lahir dari buah cinta perkawinan yang masih dalam satu ikatan keluarga Bale Agung antara Nyoman Pasek dan Ni Made Liran.
Alkisah, ayah Bung Karno, Raden Sukemi, pertama kali datang ke Bali sebagai guru (di SDN 1 Singaraja) sekitar tahun 1877. Raden Sukemi pertama kali melihat Nyoman Rai Srimben saat menari di Pura Bale Agung Buleleng. Kedatangan Raden Sukemi yang saat itu juga mencari murid yang ingin bersekolah, akhirnya kepincut dengan Nyoman Rai Srimben.
Namun, karena saat itu tradisi di Bale Agung sangat kental dan tidak membolehkan keturunanya kawin keluar, akhirnya Nyoman Rai Srimben kawsin lari dengan Raden Sukemi. “Semasa kawin lari dan hidup berkeluarga, Nyoman Rai Srimben memang tidak pernah pulang dari Jawa. Namun, hubungan surat menyurat terus terjalin,” papar Jro Mangku Arsana. *k23
1
Komentar