Warga Binaan Lapas Kerobokan Ikut Lomba Melayangan
Sebanyak 19 warga binaan Lapas Kelas II A Kerobokan, Badung, mengikuti Pelangi Denpasar Kite Festival 2019, di Pantai Mertasari, Sanur, Denpasar Selatan, Minggu (28/7).
DENPASAR, NusaBali
Mereka membawa layangan bebean big size ukuran panjang 20 meter, lebar 12,5 meter dengan berat 120 Kg yang dibuat oleh penghuni lapas tersebut. Warga binaan ini berbaur bersama 785 kelompok peserta lomba lainnya.
Belasan warga binaan itu datang ke Pantai Mertasari sejak pukul 08.00 Wita dengan dikawal ketat 32 petugas lapas dan pihak kepolisian wilayah Badung. Mereka baru mengikuti lomba sekitar pukul 17.00 Wita. Dari pagi seluruh warga binaan mulai merakit layangannya disaksikan langsung Kepala Lapas (Kalapas) Kelas IIA Kerobokan Tonny Nainggolan.
Kalapas Tonni mengungkapkan, pihaknya mengajak warga binaan ikut lomba layang-layang ini sudah yang kedua kalinya mulai tahun 2018 lalu. Warga binaan yang dilihat memiliki kemampuan dibina untuk bisa berkreatifitas sebelum mereka keluar dari lapas. Pihaknya memberikan kesempatan kepada warga binaan yang sudah menjelang bebas atau keluar dan juga yang masih menyisakan dua perempat masa tahanan.
Mereka dipilih dan diberikan kesempatan sebagai bentuk upaya LP Kerobokan mendekatkan kembali warga binaan agar bisa berbaur dan diterima kembali oleh masyarakat. "Mereka pilihan yang ikut saat ini adalah warga binaan yang sudah menjelang keluar (bebas) dan masih menyisakan dua perempat masa tahanan. Mereka juga memiliki bakat untuk membuat layangan," ungkap Kalapas Tonni.
Dikatakan, ada 19 warga binaan yang ikut dalam festival tersebut. Namun, pengawalannya juga diperketat, satu tahanan dijaga oleh dua petugas jaga ditambah empat petugas dari Polres Badung. Mereka membawa dua layang-layang jenis janggan dan bebean berukuran besar. "Mereka membuat sendiri dengan biaya dari kami. Biaya itu diambil dari khas Antrabez Band, dan dari bimbingan kegiatan kerja yang mengabiskan sekitar Rp 23 juta. Mereka yang menggagas, kami yang memfasilitasi," jelas Kalapas Tonni.
Salah satu warga binaan sekaligus pelopor pembuatan layang-layang, Jero Made Panya Setiawan, 43, asal Banjar Dangin Peken, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, mengaku bangga bisa diberikan kesempatan untuk ikut lomba layang-layang. Hal ini sebagai bentuk perjuangannya untuk kembali bisa diterima di masyarakat setelah cukup lama berada dalam penjara.
Dia juga mengaku bersyukur diberi kesempatan untuk berkarya. "Bersyukur kita diberika berkarya, dipercaya dan kami ini tunjukan dan kami buktikan. Jadi kami anggap ini sebuah pelajaran hidup dan tetap kami akan jalani," ucapnya. *mis
Belasan warga binaan itu datang ke Pantai Mertasari sejak pukul 08.00 Wita dengan dikawal ketat 32 petugas lapas dan pihak kepolisian wilayah Badung. Mereka baru mengikuti lomba sekitar pukul 17.00 Wita. Dari pagi seluruh warga binaan mulai merakit layangannya disaksikan langsung Kepala Lapas (Kalapas) Kelas IIA Kerobokan Tonny Nainggolan.
Kalapas Tonni mengungkapkan, pihaknya mengajak warga binaan ikut lomba layang-layang ini sudah yang kedua kalinya mulai tahun 2018 lalu. Warga binaan yang dilihat memiliki kemampuan dibina untuk bisa berkreatifitas sebelum mereka keluar dari lapas. Pihaknya memberikan kesempatan kepada warga binaan yang sudah menjelang bebas atau keluar dan juga yang masih menyisakan dua perempat masa tahanan.
Mereka dipilih dan diberikan kesempatan sebagai bentuk upaya LP Kerobokan mendekatkan kembali warga binaan agar bisa berbaur dan diterima kembali oleh masyarakat. "Mereka pilihan yang ikut saat ini adalah warga binaan yang sudah menjelang keluar (bebas) dan masih menyisakan dua perempat masa tahanan. Mereka juga memiliki bakat untuk membuat layangan," ungkap Kalapas Tonni.
Dikatakan, ada 19 warga binaan yang ikut dalam festival tersebut. Namun, pengawalannya juga diperketat, satu tahanan dijaga oleh dua petugas jaga ditambah empat petugas dari Polres Badung. Mereka membawa dua layang-layang jenis janggan dan bebean berukuran besar. "Mereka membuat sendiri dengan biaya dari kami. Biaya itu diambil dari khas Antrabez Band, dan dari bimbingan kegiatan kerja yang mengabiskan sekitar Rp 23 juta. Mereka yang menggagas, kami yang memfasilitasi," jelas Kalapas Tonni.
Salah satu warga binaan sekaligus pelopor pembuatan layang-layang, Jero Made Panya Setiawan, 43, asal Banjar Dangin Peken, Desa Sanur Kauh, Denpasar Selatan, mengaku bangga bisa diberikan kesempatan untuk ikut lomba layang-layang. Hal ini sebagai bentuk perjuangannya untuk kembali bisa diterima di masyarakat setelah cukup lama berada dalam penjara.
Dia juga mengaku bersyukur diberi kesempatan untuk berkarya. "Bersyukur kita diberika berkarya, dipercaya dan kami ini tunjukan dan kami buktikan. Jadi kami anggap ini sebuah pelajaran hidup dan tetap kami akan jalani," ucapnya. *mis
Komentar