Desa Sebatu Gelar Nyepi Adat Selama Empat Jam
Krama Desa Adat Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Gianyar laksanakan tradisi Nyepi Adat pada Soma Kliwon Wuku Kuningan, Senin (29/7).
GIANYAR, NusaBali
Nyepi Adat digelar serangkaian piodalan di Pura Dalem Pingit, Desa Adat Sebatu, Kecamatan Tegallalang yang berlangsung pada Anggara Umanis Kuningan, Selasa (30/7) hari ini. Nyepi adat ini hanya berlngsung selama 4 jam mulai pukul 09.00 Wita hingga pukul 12.00 Wita. Selama itu, akses lalu lintas di jalur wisata spiritual menuju genah melukat ditutup. Sementara objek wisata Pura Gunung Kawi buka seperti biasa. Sejumlah pengendara yang tidak mengetahui berlangsungnya Nyepi Adat, terpaksa harus putar balik setelah melewati Pura Gunung Kawi Sebatu. Untuk berjaga, disiagakan sejumlah pecalang dan satu unit mobil pecalang.
Ketua Pecalang Desa Adat Sebatu, I Wayan Tegeg menjelaskan, Nyepi Adat ini sedikit berbeda dari Nyepi Kesanga pada umumnya. Krama masih bisa beraktifitas makan, keluar rumah, memasak hingga bekerja. Hanya saja, jika keluar rumah harus berjalan kaki tanpa membawa barang apapun. Termasuk handphone, sepeda motor, tas maupun barang-barang lain. "Kalau keluar masih bisa. Tapi harus tangan kosong. Tidak boleh membawa apa-apa," jelasnya.
Sedangkan untuk krama yang ada kepentingan bekerja, biasanya menginapkan kendaraannya di area parkir objek wisata Gunung Kawi sejak, Minggu (28/7) malam. "Yang kerja kendaraannya diparkir dulu di batas desa. Besoknya, keluar rumah berjalan kaki sampai di parkir," jelasnya. Sementara sehari sebelum Nyepi, dilaksanakan prosesi Labuh Gentuh yang identik dengan pangrupukan. Oleh krama setempat, prosesi ini disebut Nunjel Medi (membakar Medi).
Mengenai makna prosesi ini, tak banyak krama yang tahu. Secara umum diartikan sebagai membakar sifat-sifat atau unsur-unsur negatif yang ada dalam diri manusia maupun lingkungan. Sehingga seluruh krama mendapatkan kejernihan pikiran saat melangsungkan Piodalan di Pura Dalem Pingit.
Bendesa Adat Sebatu, I Wayan Lanus, ketika hendak dikonfirmasi terkait tradisi unik ini justru berkelit. Alasannya, karena ada salah satu kramanya yang meninggal salah pati dengan cara gantung diri. "Tiyang mau ke rumah duka, wawancara manten Penyarikan Desa nggih," ujarnya sembari berlalu dengan sepeda motor biru plat merahnya. Namun, ketika dicari ke rumahnya Penyarikan Desa, menurut istrinya katanya sedang sakit. "Suami tiyang sudah sejak 6 bulan sakit. Coba cari Jro Mangku Subak," pintanya. Senada dengan dua prajuru, Jro Mangku Subak juga enggan mengisahkan terkait tradisi Nyepi Adat ini. "Sumber tertulis terkait tradisi ini soalnya tidak ada. Pengetahuan tiyang tentang Nyepi Adat juga minim. Tidak berani ngasi komentar untuk umum. Yang jelas tradisi ini kami warisi turun temurun," ujarnya.
Bertepatan saat digelarnya Nyepi Adat, seorang krama ibu rumah tangga nekat melakukan aksi bunuh diri. Korban berinisial Ni Made M itu nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di rumahnya sekitar pukul 11.00 Wita. Belum diketahui penyebab pasti kematian korban. Diduga, korban depresi karena lama menahan sakit maag.
Informasi dihimpun korban ditemukan meninggal oleh suaminya I Wayan J pada Senin siang sekitar pukul 11.00 wita. Kala itu pria 55 tahun ini pulang ke rumah untuk makan siang. Sesampainya di rumah dia pun terkejut sudah mendapati istrinya dengan leher terjerat selendang merah, tergantung pada besi cor beton.
Kapolsek Tegallalang AKP I Gede Sukadana dikonfirmasi membenarkan adanya kejadian itu. Namun dia enggan menjabarkan detail dari kematian korban. “Iya benar,” katanya singkat. Sementara di rumah duka, pihak keluarga enggan menceritakan penyebab kematian korban. "Mohon tidak diekspos, kami sedang berduka," pinta salah satu kerabat. *nvi
Ketua Pecalang Desa Adat Sebatu, I Wayan Tegeg menjelaskan, Nyepi Adat ini sedikit berbeda dari Nyepi Kesanga pada umumnya. Krama masih bisa beraktifitas makan, keluar rumah, memasak hingga bekerja. Hanya saja, jika keluar rumah harus berjalan kaki tanpa membawa barang apapun. Termasuk handphone, sepeda motor, tas maupun barang-barang lain. "Kalau keluar masih bisa. Tapi harus tangan kosong. Tidak boleh membawa apa-apa," jelasnya.
Sedangkan untuk krama yang ada kepentingan bekerja, biasanya menginapkan kendaraannya di area parkir objek wisata Gunung Kawi sejak, Minggu (28/7) malam. "Yang kerja kendaraannya diparkir dulu di batas desa. Besoknya, keluar rumah berjalan kaki sampai di parkir," jelasnya. Sementara sehari sebelum Nyepi, dilaksanakan prosesi Labuh Gentuh yang identik dengan pangrupukan. Oleh krama setempat, prosesi ini disebut Nunjel Medi (membakar Medi).
Mengenai makna prosesi ini, tak banyak krama yang tahu. Secara umum diartikan sebagai membakar sifat-sifat atau unsur-unsur negatif yang ada dalam diri manusia maupun lingkungan. Sehingga seluruh krama mendapatkan kejernihan pikiran saat melangsungkan Piodalan di Pura Dalem Pingit.
Bendesa Adat Sebatu, I Wayan Lanus, ketika hendak dikonfirmasi terkait tradisi unik ini justru berkelit. Alasannya, karena ada salah satu kramanya yang meninggal salah pati dengan cara gantung diri. "Tiyang mau ke rumah duka, wawancara manten Penyarikan Desa nggih," ujarnya sembari berlalu dengan sepeda motor biru plat merahnya. Namun, ketika dicari ke rumahnya Penyarikan Desa, menurut istrinya katanya sedang sakit. "Suami tiyang sudah sejak 6 bulan sakit. Coba cari Jro Mangku Subak," pintanya. Senada dengan dua prajuru, Jro Mangku Subak juga enggan mengisahkan terkait tradisi Nyepi Adat ini. "Sumber tertulis terkait tradisi ini soalnya tidak ada. Pengetahuan tiyang tentang Nyepi Adat juga minim. Tidak berani ngasi komentar untuk umum. Yang jelas tradisi ini kami warisi turun temurun," ujarnya.
Bertepatan saat digelarnya Nyepi Adat, seorang krama ibu rumah tangga nekat melakukan aksi bunuh diri. Korban berinisial Ni Made M itu nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di rumahnya sekitar pukul 11.00 Wita. Belum diketahui penyebab pasti kematian korban. Diduga, korban depresi karena lama menahan sakit maag.
Informasi dihimpun korban ditemukan meninggal oleh suaminya I Wayan J pada Senin siang sekitar pukul 11.00 wita. Kala itu pria 55 tahun ini pulang ke rumah untuk makan siang. Sesampainya di rumah dia pun terkejut sudah mendapati istrinya dengan leher terjerat selendang merah, tergantung pada besi cor beton.
Kapolsek Tegallalang AKP I Gede Sukadana dikonfirmasi membenarkan adanya kejadian itu. Namun dia enggan menjabarkan detail dari kematian korban. “Iya benar,” katanya singkat. Sementara di rumah duka, pihak keluarga enggan menceritakan penyebab kematian korban. "Mohon tidak diekspos, kami sedang berduka," pinta salah satu kerabat. *nvi
Komentar