Sudikerta Ketakutan, Pengacara Pun Mundur
Sumardika Digantikan Gede Astawa cs
DENPASAR, NusaBali
Mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018) I Ketut Sudikerta yang kini tersangka kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, kembali diterpa masalah. Menjelang pelimpahan kasusnya dari penyidik Polda Bali ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Rabu (31/7) pagi, kuasa hukum tersangka Ketut Sudikerta, yakni I Wayan Sumardika, pilih mengundurkan diri. Alasannya, terjadi banyak tekanan sehingga membuat tersangka Sudikerta ketakutan.
Bukan sekali ini terjadi pergantian kuasa hukum tersangka Sudikerta, sejak politisi senior yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini ditangkap Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, 4 April 2019 lalu. Kuasa hukum Sudikerta sebelumnya, Togar Situmorang, juga mengundurkan diri dengan alasan kliennya tidak transparan terhadap beberapa hal.
Pasca mundurnya Togar Situmorang, muncul Wayan Sumardika sebagai kuasa hukum Sudikerta. Namun kini, Sumardika juga mundur sebagai kuasa hukum bagi politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini dengan alasan yang hampir serupa. Sumardika sendiri praktis kurang dari 4 bulan mendampingi tersangka Sudikerta sebagai kuasa hukum.
Saat dihubungi NusaBali per telepon, Rabu siang, Sumardika mengatakan ada beberapa alasan yang memaksa dirinya harus mundur sebagai kuasa hukum Sudikerta. Antara lain, selama ini dirinya sudah berbuat maksimal membela tersangka dalam tahap penyidikan. Namun, ada ketakutan dari Sudikerta jika Sumardika terus yang mendampinginya sebagai kuasa hukum. “Sepertinya ada yang ketakutan jika saya yang mendampingi Sudikerta,” tegas Sumardika.
Alasan lainnya, kata Sumardina, tersangka Sudikerta sudah tidak pernah menjalankan lagi pendapat hukum yang dianjurkannya. Sumardika mengaku beberapa kali meminta penyidik melakukan pemeriksaan tambahan terhadap Sudikerta. Selain itu, dia juga sempat mengajukan surat ke penyidik untuk pemeriksaan saksi ahli buat didengar keterangannya sesuai dengan Pasal 19 KUHP tentang Hak-hak Tersangka. “Namun, semua pendapat hukum tersebut tidak pernah dijalankan Sudikerta,” sesal Sumardika.
Bukan hanya itu, Sumardika juga sempat merancang konsep untuk digunakan Sudikerta dan dua tersangka lainnya dalam kasus yang sama, yakni I Wayan Wakil, 51, dan Anak Agung Ngurah Agung, 68, untuk melakukan perdamaian dengan pihak korban bos PT Maspion Group, Alim Markus. Konsep yang ditawarkan yaitu objek yang menjadi sengketa berupa dua bidang tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung digunakan sebagai penyertaan modal dalam PT (Perseroan Terbatas).
Dalam penyertaan tersebut, terdapat uang pengganti Rp 277 miliar. Nah, dari jumlah uang pengganti itu, sebesar Rp 150 miliar akan digunakan sebagai pengganti kerugian korban Alim Markus dan Rp 122 miliar lagi akan diberikan kepada pemilik objek tanah, yaitu Puri Celagi Gendong. Terhadap kewajiban lain yang muncul, akan diselesaikan pihak Puri Celagi Gendong.
Menurut Sumardika, dirinya tidak hanya membuat konsep, tapi juga sudah membawa investor yang siap menanggung perdamaian tersebut, dengan membayar kerugian bos PT Maspion Group Rp 150 miliar dan kerugian Pura Jurit Uluwatu sebesar Rp 122 miliar. “Investor yang saya bawa sudah siap dan setuju dengan konsep tersebut,” bebernya. Namun, kata Sumardika, lagi-lagi proses ini gagal karena tersangka Sudikerta meno-laknya.
Selain itu, muncul juga opsi lainnya di mana tersangka Sudikerta diwajibkan membayar kerugian Rp 85 miliar, sesuai dengan uang yang dinikmatinya atau diganti dengan aset yang dimilikinya. Opsi ini kembali ditawarkan ke Sudkerta dan keluarganya, namun kembali ditolak. “Opsi ini juga ditolak (Sudikerta). Waktu saya kembalikan ke opsi awal untuk menjual tanah sengketa di Pantai Balangan dengan memberikan ganti rugi Rp 150 miliar dan Rp 122 miliar, juga tidak digubris,” sesal Sumardika.
Sumardika menyebutkan, investor yang sebelumnya sudah menyanggupi, juga malah mundur dan tidak bisa dihubungi. Sumardika menduga ada pihak-pihak yang cemas dan ketakutan dengan keberadaan dirinya sebagai kuasa hukum tersangka Sudikerta. Sampai akhirnya tersangka Sudikerta meminta Sumardika untuk silent dalam kasus ini.
“Saya sudah melakukan upaya maksimal, tapi kenapa klien (terangka Sudikerta) malah ketakutan?” terang Sumardika yang akhirnya memilih mundur dengan mengirimkan surat pencabutan kuasa kepada Sudikerta, beberapa hari lalu.
Pasca ditinggalkan Sumardika, kini tersangka Sudikerta menunjuk I Gede Astawa cs sebagai kuasa hukumnya. Gede Kastawa cs pula yang mnendampingi tersangka Sudikerta saat dilimpahkan penyidik Polda Bali ke Kejati Bali lanjut Kejari Denpasar, Rabu kemarin. Menurut Gede Astawa, tim kuasa hukum untuk tersangka Sudikerta beranggotakan 5 orang. “Tapi, ini masih bisa bertambah,” ujar Gede Astawa kepada NusaBali seusai pelimpahan Sudikerta ke kejaksaan kemarin. *rez
Mantan Wakil Gubernur Bali (2013-2018) I Ketut Sudikerta yang kini tersangka kasus dugaan penipuan jual beli tanah senilai Rp 150 miliar, kembali diterpa masalah. Menjelang pelimpahan kasusnya dari penyidik Polda Bali ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar, Rabu (31/7) pagi, kuasa hukum tersangka Ketut Sudikerta, yakni I Wayan Sumardika, pilih mengundurkan diri. Alasannya, terjadi banyak tekanan sehingga membuat tersangka Sudikerta ketakutan.
Bukan sekali ini terjadi pergantian kuasa hukum tersangka Sudikerta, sejak politisi senior yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018 ini ditangkap Polda Bali di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, 4 April 2019 lalu. Kuasa hukum Sudikerta sebelumnya, Togar Situmorang, juga mengundurkan diri dengan alasan kliennya tidak transparan terhadap beberapa hal.
Pasca mundurnya Togar Situmorang, muncul Wayan Sumardika sebagai kuasa hukum Sudikerta. Namun kini, Sumardika juga mundur sebagai kuasa hukum bagi politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini dengan alasan yang hampir serupa. Sumardika sendiri praktis kurang dari 4 bulan mendampingi tersangka Sudikerta sebagai kuasa hukum.
Saat dihubungi NusaBali per telepon, Rabu siang, Sumardika mengatakan ada beberapa alasan yang memaksa dirinya harus mundur sebagai kuasa hukum Sudikerta. Antara lain, selama ini dirinya sudah berbuat maksimal membela tersangka dalam tahap penyidikan. Namun, ada ketakutan dari Sudikerta jika Sumardika terus yang mendampinginya sebagai kuasa hukum. “Sepertinya ada yang ketakutan jika saya yang mendampingi Sudikerta,” tegas Sumardika.
Alasan lainnya, kata Sumardina, tersangka Sudikerta sudah tidak pernah menjalankan lagi pendapat hukum yang dianjurkannya. Sumardika mengaku beberapa kali meminta penyidik melakukan pemeriksaan tambahan terhadap Sudikerta. Selain itu, dia juga sempat mengajukan surat ke penyidik untuk pemeriksaan saksi ahli buat didengar keterangannya sesuai dengan Pasal 19 KUHP tentang Hak-hak Tersangka. “Namun, semua pendapat hukum tersebut tidak pernah dijalankan Sudikerta,” sesal Sumardika.
Bukan hanya itu, Sumardika juga sempat merancang konsep untuk digunakan Sudikerta dan dua tersangka lainnya dalam kasus yang sama, yakni I Wayan Wakil, 51, dan Anak Agung Ngurah Agung, 68, untuk melakukan perdamaian dengan pihak korban bos PT Maspion Group, Alim Markus. Konsep yang ditawarkan yaitu objek yang menjadi sengketa berupa dua bidang tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran) yang berlokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung digunakan sebagai penyertaan modal dalam PT (Perseroan Terbatas).
Dalam penyertaan tersebut, terdapat uang pengganti Rp 277 miliar. Nah, dari jumlah uang pengganti itu, sebesar Rp 150 miliar akan digunakan sebagai pengganti kerugian korban Alim Markus dan Rp 122 miliar lagi akan diberikan kepada pemilik objek tanah, yaitu Puri Celagi Gendong. Terhadap kewajiban lain yang muncul, akan diselesaikan pihak Puri Celagi Gendong.
Menurut Sumardika, dirinya tidak hanya membuat konsep, tapi juga sudah membawa investor yang siap menanggung perdamaian tersebut, dengan membayar kerugian bos PT Maspion Group Rp 150 miliar dan kerugian Pura Jurit Uluwatu sebesar Rp 122 miliar. “Investor yang saya bawa sudah siap dan setuju dengan konsep tersebut,” bebernya. Namun, kata Sumardika, lagi-lagi proses ini gagal karena tersangka Sudikerta meno-laknya.
Selain itu, muncul juga opsi lainnya di mana tersangka Sudikerta diwajibkan membayar kerugian Rp 85 miliar, sesuai dengan uang yang dinikmatinya atau diganti dengan aset yang dimilikinya. Opsi ini kembali ditawarkan ke Sudkerta dan keluarganya, namun kembali ditolak. “Opsi ini juga ditolak (Sudikerta). Waktu saya kembalikan ke opsi awal untuk menjual tanah sengketa di Pantai Balangan dengan memberikan ganti rugi Rp 150 miliar dan Rp 122 miliar, juga tidak digubris,” sesal Sumardika.
Sumardika menyebutkan, investor yang sebelumnya sudah menyanggupi, juga malah mundur dan tidak bisa dihubungi. Sumardika menduga ada pihak-pihak yang cemas dan ketakutan dengan keberadaan dirinya sebagai kuasa hukum tersangka Sudikerta. Sampai akhirnya tersangka Sudikerta meminta Sumardika untuk silent dalam kasus ini.
“Saya sudah melakukan upaya maksimal, tapi kenapa klien (terangka Sudikerta) malah ketakutan?” terang Sumardika yang akhirnya memilih mundur dengan mengirimkan surat pencabutan kuasa kepada Sudikerta, beberapa hari lalu.
Pasca ditinggalkan Sumardika, kini tersangka Sudikerta menunjuk I Gede Astawa cs sebagai kuasa hukumnya. Gede Kastawa cs pula yang mnendampingi tersangka Sudikerta saat dilimpahkan penyidik Polda Bali ke Kejati Bali lanjut Kejari Denpasar, Rabu kemarin. Menurut Gede Astawa, tim kuasa hukum untuk tersangka Sudikerta beranggotakan 5 orang. “Tapi, ini masih bisa bertambah,” ujar Gede Astawa kepada NusaBali seusai pelimpahan Sudikerta ke kejaksaan kemarin. *rez
1
Komentar