Ungkap Kejanggalan hingga Penyiksaan oleh Polisi
Terdakwa Perampok Money Changer Lawan Dakwaan Jaksa
DENPASAR, NusaBali
Dua terdakwa perampok money changer di Jalan Pratama, Kuta Selatan, Badung, Georghi Zhukov, 40 asal Rusia, dan Robert Haupt, 42 asal Ukaraina melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan) dalam sidang yang digelar di PN Denpasar, Rabu (31/7). Dalam eksepsi, kedua terdakwa ini mengungkap banyaknya kejanggalan dalam kasus ini hingga penyiksaan yang dilakukan polisi.
Dalam surat eksepsi yang dibacakan di depan majelis hakim diketuai Sriwahyuni Ariningsih, penasehat hukum para terdakwa yang terdiri dari I Komang Ari Sumartawan, I Nengah Sidia, dan I Kadek Putra Sutarmayasa menyampaikan tiga poin keberatan atas dakwaan JPU Ni Luh Oka Ariani Adikarini.
"Bahwa dakwaan sepatutnya batal demi hukum karena dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal ayat (2) huruf b, sepantasnya dianggap kabur, membingungkan atau menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri," kata Sutarmayasa.
Dijelaskan, dalam surat dakwaannya, JPU menuding para terdakwa telah mengambil uang dalam laci kasir serta membawa satu unit brankas yang ada di Money Changer PT Bali Maspint Jinra AMC. Tudingan ini terasa janggal karena JPU tidak menyebutkan secara terperinci uang yang ada di laci kasir dan brankas malah langsung mengklaim total kerugian.
Selain itu, dakwaan JPU terdapat kekeliruan karena sampai saat ini para terdakwa tetap menyangkal melakukan tindak pidana yang didakwakam JPU. Lebih lanjut, kuasa hukum para terdakwa juga mempertanyakan terkait kewenangan JPU dari Kejari Denpasar yang menangani perkara ini. Padahal tempat kejadian (Locus delicty) berada di wilayah Kuta Selatan, Badung. Di mana secara hukum yang berwenang adalah Kejari Badung. "Sudah sepatutnya majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima," katanya.
Sementara itu, saat disinggung terkait bukti-bukti yang dapat menguatkan keberatan pihaknya, Sutarmayasa berdalih bahwa kliennya bukan sebagai pelaku kejahatan seperti yang dituduhkan. "Klien saya tidak pernah menandatangani BAP, dan saat ditangkap mereka tidak ada di TKP. Terkait siapa pelakunya, saya tidak tahu," katanya.
Lebih herannya lagi, masih kata Sutarmayasa, menurut cerita yang disampaikan kliennya, bahwa pada saat penangkapan dan penggeledahan di kediaman para kliennya, pihak kepolisian tidak menyertakan surat bukti pengeledahan. "Di berita acara penggeledahan tidak ada ditemukan uang, tapi setelah penyitaan dari Robert ditemukan sebuah tas berisi uang padahal Robert baru ada waktu penggeledahan di kamar Aleksi. Menurut Robert, uang yang dia lihat di dalam tas saat penyitaan masih penuh. Namun saat pers konferens uang itu menyusut sampai 70 persen," katanya.
Kuasa hukum kedua terdakwa juga sempat menyinggung soal penyiksaan yang dialami kliennya selama menjalani penyidikan di kepolisian. “Ada beberapa perlakuan kasar yang diterima keduanya,” ujar Sidia sambil menunjukkan foto-foto kedua terdakwa dalam kondisi luka-luka akibat siksaan polisi. *rez
Dalam surat eksepsi yang dibacakan di depan majelis hakim diketuai Sriwahyuni Ariningsih, penasehat hukum para terdakwa yang terdiri dari I Komang Ari Sumartawan, I Nengah Sidia, dan I Kadek Putra Sutarmayasa menyampaikan tiga poin keberatan atas dakwaan JPU Ni Luh Oka Ariani Adikarini.
"Bahwa dakwaan sepatutnya batal demi hukum karena dakwaan yang diajukan JPU tidak memenuhi Pasal ayat (2) huruf b, sepantasnya dianggap kabur, membingungkan atau menyesatkan yang berakibat sulit bagi terdakwa untuk melakukan pembelaan diri," kata Sutarmayasa.
Dijelaskan, dalam surat dakwaannya, JPU menuding para terdakwa telah mengambil uang dalam laci kasir serta membawa satu unit brankas yang ada di Money Changer PT Bali Maspint Jinra AMC. Tudingan ini terasa janggal karena JPU tidak menyebutkan secara terperinci uang yang ada di laci kasir dan brankas malah langsung mengklaim total kerugian.
Selain itu, dakwaan JPU terdapat kekeliruan karena sampai saat ini para terdakwa tetap menyangkal melakukan tindak pidana yang didakwakam JPU. Lebih lanjut, kuasa hukum para terdakwa juga mempertanyakan terkait kewenangan JPU dari Kejari Denpasar yang menangani perkara ini. Padahal tempat kejadian (Locus delicty) berada di wilayah Kuta Selatan, Badung. Di mana secara hukum yang berwenang adalah Kejari Badung. "Sudah sepatutnya majelis hakim menyatakan dakwaan JPU tidak dapat diterima," katanya.
Sementara itu, saat disinggung terkait bukti-bukti yang dapat menguatkan keberatan pihaknya, Sutarmayasa berdalih bahwa kliennya bukan sebagai pelaku kejahatan seperti yang dituduhkan. "Klien saya tidak pernah menandatangani BAP, dan saat ditangkap mereka tidak ada di TKP. Terkait siapa pelakunya, saya tidak tahu," katanya.
Lebih herannya lagi, masih kata Sutarmayasa, menurut cerita yang disampaikan kliennya, bahwa pada saat penangkapan dan penggeledahan di kediaman para kliennya, pihak kepolisian tidak menyertakan surat bukti pengeledahan. "Di berita acara penggeledahan tidak ada ditemukan uang, tapi setelah penyitaan dari Robert ditemukan sebuah tas berisi uang padahal Robert baru ada waktu penggeledahan di kamar Aleksi. Menurut Robert, uang yang dia lihat di dalam tas saat penyitaan masih penuh. Namun saat pers konferens uang itu menyusut sampai 70 persen," katanya.
Kuasa hukum kedua terdakwa juga sempat menyinggung soal penyiksaan yang dialami kliennya selama menjalani penyidikan di kepolisian. “Ada beberapa perlakuan kasar yang diterima keduanya,” ujar Sidia sambil menunjukkan foto-foto kedua terdakwa dalam kondisi luka-luka akibat siksaan polisi. *rez
1
Komentar