Bulfest 2019 Bangkitkan Kejayaan Gong Kebyar
Ciri khas gong yang dipaku menjadikan pagelaran Gong Mebarung Dangin dan Dauh Enjung menjadi sajian istimewa pada Bulfest VII.
SINGARAJA, NusaBali
Hajatan kesenian dan kuliner khas Buleleng yang dirangkum dalam Buleleng Fetival (Bulfest) kembali digelar. Pelaksanaan ketujuh kalinya tahun ini punya misi membangkitkan kembali kejayaan gong kebyar Buleleng, dengan menampilkan gong kebyar mabarung dangin enjung dan dauh enjung. Sebanyak 500 orang penari panyembrama juga akan dilibatkan secara massal dalam pembukaan pada Selasa (6/8) besok.
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, yang mendampingi Asisten II Setda Buleleng, Ni Made Rousmini, di rumah jabatan Bupati Buleleng, Minggu (4/8) menjelaskan, dipilihnya gong kebyar mabarung untuk menggairahkan kembali seni gong kebyar yang sesungguhnya dulu pertamakali muncul di Buleleng. Ciri khasnya yakni menggunakan gong pacek (gong yang dipaku, red).
Begitu digandrungi, gaya kekebyarannya berkembang pesat dan digolongkan menjadi dua berdasarkan wilayah. Gaya gong kebyar yang berkembang dari Pura Labuan Aji di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Buleleng ke Barat hingga daerah disebut Dauh Enjung.
Gaya kekebyarannya saat itu dipopulerkan oleh Ketut Mardana dan I Putu Sumiasa melalui Tari Wiranjaya, Merpati dan Nelayan khas Buleleng.
Sebaliknya peradaban gong kebyar dari Pura Labuan Aji ke Timur hingga wilayah Tejakula disebut Dangin Enjung. Gaya kekebyarannya dipopulerkan oleh maestro Gde Manik dan Pan Wandres yang banyak melahirkan garapan seni seperti tari Teruna Jaya, Legong Kekebyaran hingga Tari Cendrawasih.
“Gong mabarung ini nanti menggunakan gong pacek. Ini agak fanatik, sebagai upaya mengembalikan gong pacek warisan khas Buleleng dalam berkesenian minimal di Buleleng. Sehingga tak meniru-niru gaya Bali Selatan yang menggunakan gong gantung,” jelas Gede Komang, yang juga didampingi Kadishub Buleleng Gede Gunawan Adnyana Putra dan Sekretaris Dinas Pariwisata, Made Sudama Diana.
Sedangkan untuk 500 orang penari panyembrama di pembukaan diisi oleh anak-anak dan remaja dari sembilan kecamatan. Gede Komang pun mengatakan dipilihnya Tari Panyembrama sebagai tari massal, untuk menyambut tamu-tamu dari berbagai negara adan sejumlah daerah di Indonesia yang disebut-sebut sudah mem-booking kursi di depan panggung kehormatan. “Di pembukaan nanti kami punya tamu 200 orang tamu mancanegara yang kebetulan akan melaksanakan seminar internasional di Undiksha, selain itu juga ada DPRD Pangkalpinang, Walikota Palembang, serta pejabat Dinas Kebudayaan Surakarta dan Jawa Tengah.
Bulfest yang masuk dalam Calender of Event Kementerian Pariwisata juga akan memberikan kesempatan tampil kesenian etnis Sumatera Utara. Seluruh rangkaian Bulfest yang akan terselenggara tanggal 6-10 Agustus mendatang dibagi menjadi dua zona. Zona A untuk panggung utama, ada di depan Tugu Singa Ambara Raja, sedangkan zona B menggunakan Puri Seni Sasana Budaya.
Sementara itu Rousmini juga mengatakan selama pagelaran Bulfest VII juga akan diisi dengan pameran IKM dan kuliner khas Buleleng. Sejauh ini disebutnya sudah ada puluhan stand yang mendaftar untuk memeriahkan penyelenggaraan Bulfest 2019 yang mengusung tema Shining Buleleng dan menghadirkan penyanyi papan atas Anji dan Andmesh Kamaleng. *k23
Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, yang mendampingi Asisten II Setda Buleleng, Ni Made Rousmini, di rumah jabatan Bupati Buleleng, Minggu (4/8) menjelaskan, dipilihnya gong kebyar mabarung untuk menggairahkan kembali seni gong kebyar yang sesungguhnya dulu pertamakali muncul di Buleleng. Ciri khasnya yakni menggunakan gong pacek (gong yang dipaku, red).
Begitu digandrungi, gaya kekebyarannya berkembang pesat dan digolongkan menjadi dua berdasarkan wilayah. Gaya gong kebyar yang berkembang dari Pura Labuan Aji di Desa Temukus, Kecamatan Banjar, Buleleng ke Barat hingga daerah disebut Dauh Enjung.
Gaya kekebyarannya saat itu dipopulerkan oleh Ketut Mardana dan I Putu Sumiasa melalui Tari Wiranjaya, Merpati dan Nelayan khas Buleleng.
Sebaliknya peradaban gong kebyar dari Pura Labuan Aji ke Timur hingga wilayah Tejakula disebut Dangin Enjung. Gaya kekebyarannya dipopulerkan oleh maestro Gde Manik dan Pan Wandres yang banyak melahirkan garapan seni seperti tari Teruna Jaya, Legong Kekebyaran hingga Tari Cendrawasih.
“Gong mabarung ini nanti menggunakan gong pacek. Ini agak fanatik, sebagai upaya mengembalikan gong pacek warisan khas Buleleng dalam berkesenian minimal di Buleleng. Sehingga tak meniru-niru gaya Bali Selatan yang menggunakan gong gantung,” jelas Gede Komang, yang juga didampingi Kadishub Buleleng Gede Gunawan Adnyana Putra dan Sekretaris Dinas Pariwisata, Made Sudama Diana.
Sedangkan untuk 500 orang penari panyembrama di pembukaan diisi oleh anak-anak dan remaja dari sembilan kecamatan. Gede Komang pun mengatakan dipilihnya Tari Panyembrama sebagai tari massal, untuk menyambut tamu-tamu dari berbagai negara adan sejumlah daerah di Indonesia yang disebut-sebut sudah mem-booking kursi di depan panggung kehormatan. “Di pembukaan nanti kami punya tamu 200 orang tamu mancanegara yang kebetulan akan melaksanakan seminar internasional di Undiksha, selain itu juga ada DPRD Pangkalpinang, Walikota Palembang, serta pejabat Dinas Kebudayaan Surakarta dan Jawa Tengah.
Bulfest yang masuk dalam Calender of Event Kementerian Pariwisata juga akan memberikan kesempatan tampil kesenian etnis Sumatera Utara. Seluruh rangkaian Bulfest yang akan terselenggara tanggal 6-10 Agustus mendatang dibagi menjadi dua zona. Zona A untuk panggung utama, ada di depan Tugu Singa Ambara Raja, sedangkan zona B menggunakan Puri Seni Sasana Budaya.
Sementara itu Rousmini juga mengatakan selama pagelaran Bulfest VII juga akan diisi dengan pameran IKM dan kuliner khas Buleleng. Sejauh ini disebutnya sudah ada puluhan stand yang mendaftar untuk memeriahkan penyelenggaraan Bulfest 2019 yang mengusung tema Shining Buleleng dan menghadirkan penyanyi papan atas Anji dan Andmesh Kamaleng. *k23
Komentar