Permohonan Perlindungan kepada LPSK Naik 300 Persen
Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan
DENPASAR, NusaBali
Kasus penganiayaan yang dialami bocah asal Desa Manggis, Karangasem, Putu SM, 11 oleh ayah kandungnya menambah daftar panjang daftar kasus kekerasan anak di Indonesia. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memiliki tugas dan kewenangan untuk memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban mulai dari perlindungan bersifat fisik sampai yang bersifat prosedural, mengungkapkan permohonan pelindungan kepada LPSK khusus kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan pada tahun ini naik 300 persen dari tahun 2018.
“Jumlah permohonan yang masuk ke LPSK tahun ini mengalami kenaikan sekitar 300 persen. Ini sudah bisa kita sebut sebagai kondisi darurat kasus kekerasan anak dan perempuan. Karena sungguh sangat memprihatinkan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak hampir merata di semua daerah di Indonesia,” ungkap Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution saat menghadiri konferensi pers yang digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali di Kantor Dinas Sosial Provinsi Bali, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan paling banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat yang dilatarbelakangi persoalan keluarga. LPSK tidak saja memberikan perlindungan fisik, namun juga perlindungan prosedural mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, sampai proses peradilan. Ada juga dalam bentuk pelayanan medis, psikologis, dan sosial.
Selain dipicu persoalan keluarga, LPSK juga menemukan pemicu baru kekerasan terhadap anak dan perempuan, yakni peran media sosial. Seyogyanya, media sosial dimanfaatkan dengan bijak sehingga tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. “Keaktifan menggunakan media sosial harus diperhatikan. Lebih bijak lagi menggunakan teknologi ini,” pesannya.
Sementara itu, menanggapi kasus kekerasan yang menimpa Putu SM, menurut Manager Nasution, LPSK akan menindaklanjuti laporan resmi yang diajukan oleh LPA Provinsi Bali. Setelah diperiksa dan diinvestigasi, kemudian akan dipertimbangkan. Dia menambahkan, kasus kekerasan yang dialami Putu SM masuk menjadi agenda prioritas yang akan dibahas dalam rapat paripurna LPSK, Senin (5/8) hari ini. *ind
“Jumlah permohonan yang masuk ke LPSK tahun ini mengalami kenaikan sekitar 300 persen. Ini sudah bisa kita sebut sebagai kondisi darurat kasus kekerasan anak dan perempuan. Karena sungguh sangat memprihatinkan. Kekerasan terhadap perempuan dan anak hampir merata di semua daerah di Indonesia,” ungkap Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution saat menghadiri konferensi pers yang digelar oleh Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Bali di Kantor Dinas Sosial Provinsi Bali, beberapa waktu lalu.
Dia menjelaskan, pelaku kekerasan terhadap anak dan perempuan paling banyak dilakukan oleh orang-orang terdekat yang dilatarbelakangi persoalan keluarga. LPSK tidak saja memberikan perlindungan fisik, namun juga perlindungan prosedural mulai dari proses penyelidikan, penyidikan, sampai proses peradilan. Ada juga dalam bentuk pelayanan medis, psikologis, dan sosial.
Selain dipicu persoalan keluarga, LPSK juga menemukan pemicu baru kekerasan terhadap anak dan perempuan, yakni peran media sosial. Seyogyanya, media sosial dimanfaatkan dengan bijak sehingga tidak menimbulkan masalah baru di kemudian hari. “Keaktifan menggunakan media sosial harus diperhatikan. Lebih bijak lagi menggunakan teknologi ini,” pesannya.
Sementara itu, menanggapi kasus kekerasan yang menimpa Putu SM, menurut Manager Nasution, LPSK akan menindaklanjuti laporan resmi yang diajukan oleh LPA Provinsi Bali. Setelah diperiksa dan diinvestigasi, kemudian akan dipertimbangkan. Dia menambahkan, kasus kekerasan yang dialami Putu SM masuk menjadi agenda prioritas yang akan dibahas dalam rapat paripurna LPSK, Senin (5/8) hari ini. *ind
Komentar