Dua Pekerja Magang Asal Karangasem Tewas Terseret Arus Sungai di Jepang
Dua pemuda asal Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem yang kerja magang pada perusahaan konstruksi di Jepang, I Wayan Ada, 21, dan I Wayan Ariana, 20, dilaporkan tewas mengenaskan di Negeri Matahari Terbit.
AMLAPURA, NusaBali
Keduanya tewas tenggelam saat mandi di Sungai Warashina, Kota Iwaba Perfektur Shizuoka, Jepang, Minggu (4/8) siang pukul 14.20 Wita. Belum jelas bagaimana detail kejadian yang menimpa korban I Wayan Ada (pemuda asal Banjar Pempatan, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang yang tamatan SMK Giri Pendawa Rendang) dan I Wayan Ariana (pemuda asal Banjar Waringin, Desa Pempatan yang tamatan SMAN 1 Rendang). Yang jelas, orangtua mereka menerima kabar kalau anaknya tewas tenggelam saat mandi di Sungai Warashima, Jepang.
Baik korban I Wayan Ada maupun I Wayan Ariana sama-sama berstatus sebagai putra tunggal. Korban Wayan Ada merupakan anak semata wayang pasangan Jro Mangku Parsa dan Ni Wayan Budiani. Korban menjadi piatu sejak usia 20 bulan karena ditinggal mati ibundanya, Ni Wayan Budiani. Sedangkan Wayan Ariana merupakan putra tunggal pasangan I Wayan Sudani dan Ni Wayan Rustini.
Terungkap, korban Wayan Ada berangkat ke Jepang tahun 2018 silam untuk kerja magang di proyek bahan bangunan, dikirim oleh Yayasan Dwipahara Bangli. Sementara korban Wayan Ariana sudah lebih dulu berangkat ke Jepang tahun 2017. Rencana awal, Wayan Ariana akan kembali ke Bali dari Jepang, Februari 2020 mendatang. Namun, dia keburu tewas mengenaskan.
Menurut ayah dari korban Wayan Ada, yakni Jro Mangku Parsa, putra tunggalnya yang tewas di Jepang ini terbilang ulet bekerja. Selain dikenal sebagai guru tari dan jago megambel (menabuh gong), pemuda berusia 21 tahun ini juga mahir majejahitan banten dan membuat jajan. Sebelum berangkat ke Jepang, Wayan Ada sempat jadi guru tari di Yayasan Astika Dharma, Banjar Pempatan, Desa Pempatan yang berlokasi di sebelah rumahnya.
Jro Mangku Parsa mengatakan, Wayan Ada putuskan berangkat kerja magang ke Jepang untuk mengumpulkan bekal buat dipakai melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. “Anak saya ini ingin kuliah di ISI, hingga cari uang ke Jepang. Biasanya, setiap hari libur selalu telepon. Terakhir, anak saya telepon Sabtu (3/8) bertepatan Hari Raya Kuningan," cerita Jro Mangku Parsa saat ditemui NusaBali di rumahnya di Desa Pempatan, Selasa (6/8).
Jro Mangku Parsa mengaku tak ada firasat apa pun sebelum datang kabar duka kematian anaknya. Tiba-tiba, Jro Mangku Parsa ditelepon oleh pihak Yayasan Dwipahara Bangli, Minggu sore, yang mengabarkan kematian Wayan Ada. "Saya berupaya tegar. Saya masih menunggu kepulangan jenazah anak saya,” papar Jro Mangku Parsa.
Sementara, kesedihan mendalam menimpa pasutri I Wayan Sudani dan Ni Wayan Rustini menyusul kematian tragis putra tunggalnya, Wayan Ariana. Wayan Sudani menceritakan, 2 jam sebelum kejadian maut, Wayan Ariana masih sempat berkomunikasi per telepon dengannya. Saat itu, pemuda berusia 20 tahun ini mengaku hendak jalan-jalan ke sungai naik kereta api bersama 9 temannya.
Habis berkomunikasi dengan putranya di Jepang, Wayan Sudani lanjut pergi ke Singaraja. Ternyata, sorenya (Minggu) dia dapat telepon dari Yayasan Dwipahara Bangli yang mengabarkan kalau Wayan Ariana masuk ICU sebuah rumah sakit di Jepang. Wayan Sudani pun langsung mendatangi pihak yayasan untuk mencari tahu kepastian kabar itu.
Setelah dipastikan anak semata wayangnya meninggal akibat tenggelam di sungai, Minggu malam, Wayan Sudani merasa shock, lunglai, dan tidak enak makan. “Saya sempat berusaha menghalangi ketika anak saya (Wayan Ariana) mengutarakan niat hendak kerja di Jepang. Bahkan, ibunya sampai menangis, agar dia tidak berangkat. Sempat pula saya suruh anak saya untuk menikah," kenang Wayan Sudani.
Wayan Sudani juga mengaku sempat menyarankan putranya kuliah setahun di bidang perhotelan, kemudian kerja di kapal pesiar. Namun, saran itu ditolak. Wayan Ariana tetap berangkat kerja magang ke Jepang tahun 2017 silam. Bahkan, Wayan Ariana telah tandatangan kontrak kerja dan memperpanjang 2 tahun lagi kerjanya di Jepang.
Sementara itu, jenazah korban Wayan Ariana dan Wayan Ada rencananya akan di-pulangkan dari Jepang, Jumat (9/8) nanti. Hal ini diungkapkan Penanggung Jawab Yayasan Dwipahara Bangli, I Nyoman Gede Nuada, saat ditemui NusaBali di kantor yayasannya kawasan Banjar Metra Kaja, Desa Yangapi, Kecamatan Tembuku, Bangli, Selasa kemarin.
Menurut Gede Nuada, pihaknya sudah memberangkatkan perwakilannya ke Jepang untuk mengurus proses pemulangan jenazah kedua pemuda asal Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem tersebut. “Petugas kami sudah berangkat ke Jepang membawa surat kuasa dari keluarga untuk proses pemulangan jenazah. Nantinya, jenazah akan diberangkatkan dari Bandara Narita Jepang menuju Bandara Internasional Ngura Rai Tuban (Kecamatan Kuta, Badung), untuk selanjutnya dibawa ke rumah duka,” jelas Gede Nuada.
Gede Nuada membeberkan, untuk pemulangan jenazah kedua korban ditanggung pihak asuransi. Pasalnya, kedua korban memiliki asuransi peserta magang. “Ketika mereka sampai di Jepang, langsung masuk asuransi. Ketika terjadi sesuatu hal, dapat dicover oleh asuransi,” katanya.
Versi Gede Nuada, kedua korban mengikuti program magang di Jepang selama 3 tahun. Keduanya magang di perusahaan yang berbeda, namun dengan bidang yang sama yakni perusahaan konstruksi. Korban Wayan Ariana sudah magang sejak Maret 2017 dan direncanakan pulang, Maret 2020 mendatang. Sedangkan korban Wayan Ada berangkat magang tahun 2018 dan dijadwalkan baru pulang pada 2021. Sebelum magang ke Jepang, kedua korban mengikuti pembekalan/pelatihan selama 8 bulan di Yayasan Dwipahara.
Gede Nuada menyebutkan, kedua korban tewas tenggelam di sungai saat mandi di luar jam kerja. “Kami mendapat kepastian mereka meninggal, Senin kemarin. Kami pun langsung koordinasi dengan Kedubes RI di Jepang dan pihak perusahaan tempat mereka magang,” papar Gede Nuada. *k16, esa
Baik korban I Wayan Ada maupun I Wayan Ariana sama-sama berstatus sebagai putra tunggal. Korban Wayan Ada merupakan anak semata wayang pasangan Jro Mangku Parsa dan Ni Wayan Budiani. Korban menjadi piatu sejak usia 20 bulan karena ditinggal mati ibundanya, Ni Wayan Budiani. Sedangkan Wayan Ariana merupakan putra tunggal pasangan I Wayan Sudani dan Ni Wayan Rustini.
Terungkap, korban Wayan Ada berangkat ke Jepang tahun 2018 silam untuk kerja magang di proyek bahan bangunan, dikirim oleh Yayasan Dwipahara Bangli. Sementara korban Wayan Ariana sudah lebih dulu berangkat ke Jepang tahun 2017. Rencana awal, Wayan Ariana akan kembali ke Bali dari Jepang, Februari 2020 mendatang. Namun, dia keburu tewas mengenaskan.
Menurut ayah dari korban Wayan Ada, yakni Jro Mangku Parsa, putra tunggalnya yang tewas di Jepang ini terbilang ulet bekerja. Selain dikenal sebagai guru tari dan jago megambel (menabuh gong), pemuda berusia 21 tahun ini juga mahir majejahitan banten dan membuat jajan. Sebelum berangkat ke Jepang, Wayan Ada sempat jadi guru tari di Yayasan Astika Dharma, Banjar Pempatan, Desa Pempatan yang berlokasi di sebelah rumahnya.
Jro Mangku Parsa mengatakan, Wayan Ada putuskan berangkat kerja magang ke Jepang untuk mengumpulkan bekal buat dipakai melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. “Anak saya ini ingin kuliah di ISI, hingga cari uang ke Jepang. Biasanya, setiap hari libur selalu telepon. Terakhir, anak saya telepon Sabtu (3/8) bertepatan Hari Raya Kuningan," cerita Jro Mangku Parsa saat ditemui NusaBali di rumahnya di Desa Pempatan, Selasa (6/8).
Jro Mangku Parsa mengaku tak ada firasat apa pun sebelum datang kabar duka kematian anaknya. Tiba-tiba, Jro Mangku Parsa ditelepon oleh pihak Yayasan Dwipahara Bangli, Minggu sore, yang mengabarkan kematian Wayan Ada. "Saya berupaya tegar. Saya masih menunggu kepulangan jenazah anak saya,” papar Jro Mangku Parsa.
Sementara, kesedihan mendalam menimpa pasutri I Wayan Sudani dan Ni Wayan Rustini menyusul kematian tragis putra tunggalnya, Wayan Ariana. Wayan Sudani menceritakan, 2 jam sebelum kejadian maut, Wayan Ariana masih sempat berkomunikasi per telepon dengannya. Saat itu, pemuda berusia 20 tahun ini mengaku hendak jalan-jalan ke sungai naik kereta api bersama 9 temannya.
Habis berkomunikasi dengan putranya di Jepang, Wayan Sudani lanjut pergi ke Singaraja. Ternyata, sorenya (Minggu) dia dapat telepon dari Yayasan Dwipahara Bangli yang mengabarkan kalau Wayan Ariana masuk ICU sebuah rumah sakit di Jepang. Wayan Sudani pun langsung mendatangi pihak yayasan untuk mencari tahu kepastian kabar itu.
Setelah dipastikan anak semata wayangnya meninggal akibat tenggelam di sungai, Minggu malam, Wayan Sudani merasa shock, lunglai, dan tidak enak makan. “Saya sempat berusaha menghalangi ketika anak saya (Wayan Ariana) mengutarakan niat hendak kerja di Jepang. Bahkan, ibunya sampai menangis, agar dia tidak berangkat. Sempat pula saya suruh anak saya untuk menikah," kenang Wayan Sudani.
Wayan Sudani juga mengaku sempat menyarankan putranya kuliah setahun di bidang perhotelan, kemudian kerja di kapal pesiar. Namun, saran itu ditolak. Wayan Ariana tetap berangkat kerja magang ke Jepang tahun 2017 silam. Bahkan, Wayan Ariana telah tandatangan kontrak kerja dan memperpanjang 2 tahun lagi kerjanya di Jepang.
Sementara itu, jenazah korban Wayan Ariana dan Wayan Ada rencananya akan di-pulangkan dari Jepang, Jumat (9/8) nanti. Hal ini diungkapkan Penanggung Jawab Yayasan Dwipahara Bangli, I Nyoman Gede Nuada, saat ditemui NusaBali di kantor yayasannya kawasan Banjar Metra Kaja, Desa Yangapi, Kecamatan Tembuku, Bangli, Selasa kemarin.
Menurut Gede Nuada, pihaknya sudah memberangkatkan perwakilannya ke Jepang untuk mengurus proses pemulangan jenazah kedua pemuda asal Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Karangasem tersebut. “Petugas kami sudah berangkat ke Jepang membawa surat kuasa dari keluarga untuk proses pemulangan jenazah. Nantinya, jenazah akan diberangkatkan dari Bandara Narita Jepang menuju Bandara Internasional Ngura Rai Tuban (Kecamatan Kuta, Badung), untuk selanjutnya dibawa ke rumah duka,” jelas Gede Nuada.
Gede Nuada membeberkan, untuk pemulangan jenazah kedua korban ditanggung pihak asuransi. Pasalnya, kedua korban memiliki asuransi peserta magang. “Ketika mereka sampai di Jepang, langsung masuk asuransi. Ketika terjadi sesuatu hal, dapat dicover oleh asuransi,” katanya.
Versi Gede Nuada, kedua korban mengikuti program magang di Jepang selama 3 tahun. Keduanya magang di perusahaan yang berbeda, namun dengan bidang yang sama yakni perusahaan konstruksi. Korban Wayan Ariana sudah magang sejak Maret 2017 dan direncanakan pulang, Maret 2020 mendatang. Sedangkan korban Wayan Ada berangkat magang tahun 2018 dan dijadwalkan baru pulang pada 2021. Sebelum magang ke Jepang, kedua korban mengikuti pembekalan/pelatihan selama 8 bulan di Yayasan Dwipahara.
Gede Nuada menyebutkan, kedua korban tewas tenggelam di sungai saat mandi di luar jam kerja. “Kami mendapat kepastian mereka meninggal, Senin kemarin. Kami pun langsung koordinasi dengan Kedubes RI di Jepang dan pihak perusahaan tempat mereka magang,” papar Gede Nuada. *k16, esa
Komentar