Nong Nong Kling Ngebondres di PKB
Sanggar yang telah berdiri 4 tahun lalu ini selalu mengedepankan makna dari cerita yang dibawakan.
DENPASAR, NusaBali
Jika pernah mendengar lawakan ‘klepon 12 juta’ pasti akan langsung terbayang pada satu sanggar di Bali Utara yang saat ini sedang hits di media sosial. Ya, Sanggar Seni Nong Nong Kling asal Banyuning, Singaraja, Selasa (21/6) kemarin hadir menghibur masyarakat pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38 tahun 2016 di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali. Dengan banyolan khas Buleleng, ratusan penonton tak henti-hentinya tertawa bahkan sampai terpingkal-pingkal.
Sanggar yang digawangi oleh Nyoman Suardika sebagai Penasar Punta, Gede Nanda sebagai Penasar Kartala, bondres klepon 12 juta oleh Komang Ajik, Ayu Tingting oleh Gede Mas Budiasa, dan pemuda kreatif oleh Gede Pasek, tampil atraktif kemarin pagi. Terbukti banyolan-banyolan mereka yang kreatif disesuaikan dengan perkembangan zaman selalu mendapat tepuk tangan penonton. Namun, sebelum mereka tampil, persembahan Tabuh Petegak Batur Sari dan topeng Monyer Manis juga tak kalah merebut perhatian penonton.
Ketua Sanggar Nong Nong Kling, Nyoman Suardika mengungkapkan, dalam setiap penampilannya sanggar yang telah berdiri 4 tahun lalu ini selalu mengedepankan makna dari cerita yang dibawakan. Pementasan yang dimaksud tergantung dengan judul dan menyesuaikan dengan sang yajamana (orang yang mengadakan upacara). “Kalau saat tiga acara bulanan, kami jelaskan tentang tiga bulanan. Harus ada timbal balik, jangan sampai hanya ada ketawa saja tapi sang yajamana memahami proses upacara yang dilakukan,” ujarnya.
Diakui, dalam ajang PKB tahun ini, sanggarnya baru pertama kali menampilkan topeng bondres, namun tahun sebelum-sebelumnya dia juga berpartisipasi mementasakan drama gong. Meski dalam jenis kesenian berbeda, pihaknya tetap berprinsip bahwa kesenian bondres maupun drama gong tidak hanya sekedar tawa tapi diselipkan juga konsep-konsep tentang agama. “Dalam prinsip Sanggar Nong Nong Kling, tidak hanya tertawa tapi biar visi misi itu tetap ada,” tegasnya.
Kaitannya dengan karang awak, kata Suardika, dalam pementasan selain mengisahkan tentang proses upacara tentang Dalem Waturenggong Nangluk Merana di Besakih, juga banyak disinggung mengenai perkembangan zaman seperti era Masyarakat Ekonomi Asean dan pemuda yang kreatif sebagai tulang punggung pembangunan desa. “Peran anak muda sebagai tulang punggung pembangunan desa penting sekali di zaman sekarang. Di Situasi sekarang ini kalau tidak bisa kreatif maka tak akan bisa hidup,” ungkap dosen IHDN Denpasar itu.
Pementasan kemarin mengisahkan Raja Dalem Waturenggong melaksanakan upacara Eka Dasa Rudra di Pura Besakih. Dalam persiapan upacara tanpa diketahui ada orang tua yang duduk di pelinggih Surya Candra Pura Besakih. Lalu Raja Dalem Waturenggong menjadi sangat marah, lebih-lebih orang tersebut adalah Brahmana Keling mengaku bersaudara dengan Raja Dalem Waturenggong.
Setelah diusir Brahmana Keling dari Pura Besakih maka upacara menjadi hancur karena kutukan Brahmana Keling. Setelah Raja Dalem Waturenggong mendapat pentunjuk dari Hyang Widhi, Brahmana Keling dijemput kembali untuk mengembalikan keadaan seperti semula. 7 i
Jika pernah mendengar lawakan ‘klepon 12 juta’ pasti akan langsung terbayang pada satu sanggar di Bali Utara yang saat ini sedang hits di media sosial. Ya, Sanggar Seni Nong Nong Kling asal Banyuning, Singaraja, Selasa (21/6) kemarin hadir menghibur masyarakat pengunjung Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38 tahun 2016 di Kalangan Ayodya Taman Budaya Bali. Dengan banyolan khas Buleleng, ratusan penonton tak henti-hentinya tertawa bahkan sampai terpingkal-pingkal.
Sanggar yang digawangi oleh Nyoman Suardika sebagai Penasar Punta, Gede Nanda sebagai Penasar Kartala, bondres klepon 12 juta oleh Komang Ajik, Ayu Tingting oleh Gede Mas Budiasa, dan pemuda kreatif oleh Gede Pasek, tampil atraktif kemarin pagi. Terbukti banyolan-banyolan mereka yang kreatif disesuaikan dengan perkembangan zaman selalu mendapat tepuk tangan penonton. Namun, sebelum mereka tampil, persembahan Tabuh Petegak Batur Sari dan topeng Monyer Manis juga tak kalah merebut perhatian penonton.
Ketua Sanggar Nong Nong Kling, Nyoman Suardika mengungkapkan, dalam setiap penampilannya sanggar yang telah berdiri 4 tahun lalu ini selalu mengedepankan makna dari cerita yang dibawakan. Pementasan yang dimaksud tergantung dengan judul dan menyesuaikan dengan sang yajamana (orang yang mengadakan upacara). “Kalau saat tiga acara bulanan, kami jelaskan tentang tiga bulanan. Harus ada timbal balik, jangan sampai hanya ada ketawa saja tapi sang yajamana memahami proses upacara yang dilakukan,” ujarnya.
Diakui, dalam ajang PKB tahun ini, sanggarnya baru pertama kali menampilkan topeng bondres, namun tahun sebelum-sebelumnya dia juga berpartisipasi mementasakan drama gong. Meski dalam jenis kesenian berbeda, pihaknya tetap berprinsip bahwa kesenian bondres maupun drama gong tidak hanya sekedar tawa tapi diselipkan juga konsep-konsep tentang agama. “Dalam prinsip Sanggar Nong Nong Kling, tidak hanya tertawa tapi biar visi misi itu tetap ada,” tegasnya.
Kaitannya dengan karang awak, kata Suardika, dalam pementasan selain mengisahkan tentang proses upacara tentang Dalem Waturenggong Nangluk Merana di Besakih, juga banyak disinggung mengenai perkembangan zaman seperti era Masyarakat Ekonomi Asean dan pemuda yang kreatif sebagai tulang punggung pembangunan desa. “Peran anak muda sebagai tulang punggung pembangunan desa penting sekali di zaman sekarang. Di Situasi sekarang ini kalau tidak bisa kreatif maka tak akan bisa hidup,” ungkap dosen IHDN Denpasar itu.
Pementasan kemarin mengisahkan Raja Dalem Waturenggong melaksanakan upacara Eka Dasa Rudra di Pura Besakih. Dalam persiapan upacara tanpa diketahui ada orang tua yang duduk di pelinggih Surya Candra Pura Besakih. Lalu Raja Dalem Waturenggong menjadi sangat marah, lebih-lebih orang tersebut adalah Brahmana Keling mengaku bersaudara dengan Raja Dalem Waturenggong.
Setelah diusir Brahmana Keling dari Pura Besakih maka upacara menjadi hancur karena kutukan Brahmana Keling. Setelah Raja Dalem Waturenggong mendapat pentunjuk dari Hyang Widhi, Brahmana Keling dijemput kembali untuk mengembalikan keadaan seperti semula. 7 i
Komentar