Padi Hibrida Bisa Tekan Impor Beras
Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) merilis penelitian mengenai prospek padi hibrida di dalam negeri.
JAKARTA, NusaBali
Padi hibrida atau padi persilangan, memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi daripada padi inbrida atau padi biasa. Senior Research CIPS Indra Khrisnamurti pun mengatakan, karena tingkat produktivitas yang tinggi, maka padi hibrida tersebut dinilai bisa menekan impor beras.
"Salah satu solusi jangka panjang untuk menekan impor beras yaitu dengan mengembangkan produktivitas. Beras hibrida ini sendiri memiliki produktivitas musiman rata-rata 7 ton per hektare (Ha), sedangkan padi inbrida 5,15 ton/Ha," katanya dalam diskusi tantangan dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produktivitas beras di Indonesia, di Jakarta, Selasa (6/8).
Indra menjelaskan, berdasarkan data dari 2013-2017, terdapat klaim surplus beras sebanyak 15-20 juta ton per tahun. Anehnya, surplus itu tak bisa menutup keran impor ke dalam negeri.
"Ini adalah klaim. Realitanya Indonesia masih mengimpor beras, misalnya (tahun) 2017, 200 ribu ton, 2018 meningkat lebih dari 1 juta ton. Surplus yang sebesar ini ternyata tidak bisa menjamin kebutuhan beras dalam negeri untuk tidak impor lagi," kata Indra.
Meski produktivitas dalam negeri tidak tergolong rendah, tapi menurut Indra, beras-beras tersebut belum bisa menutupi kebutuhan yang terus meningkat. Karena itu lah diperlukan adanya peningkatan produktivitas untuk menambal kekurangannya, agar tak mengandalkan impor. *
"Salah satu solusi jangka panjang untuk menekan impor beras yaitu dengan mengembangkan produktivitas. Beras hibrida ini sendiri memiliki produktivitas musiman rata-rata 7 ton per hektare (Ha), sedangkan padi inbrida 5,15 ton/Ha," katanya dalam diskusi tantangan dan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan produktivitas beras di Indonesia, di Jakarta, Selasa (6/8).
Indra menjelaskan, berdasarkan data dari 2013-2017, terdapat klaim surplus beras sebanyak 15-20 juta ton per tahun. Anehnya, surplus itu tak bisa menutup keran impor ke dalam negeri.
"Ini adalah klaim. Realitanya Indonesia masih mengimpor beras, misalnya (tahun) 2017, 200 ribu ton, 2018 meningkat lebih dari 1 juta ton. Surplus yang sebesar ini ternyata tidak bisa menjamin kebutuhan beras dalam negeri untuk tidak impor lagi," kata Indra.
Meski produktivitas dalam negeri tidak tergolong rendah, tapi menurut Indra, beras-beras tersebut belum bisa menutupi kebutuhan yang terus meningkat. Karena itu lah diperlukan adanya peningkatan produktivitas untuk menambal kekurangannya, agar tak mengandalkan impor. *
Komentar