Eks Ketua Kadin Dituntut 3,5 Tahun
Korban Minta Putu Sandoz cs Kembalikan Uang
DENPASAR, NusaBali
Mantan Ketua Kadin Bali, AA Ngurah Alit Wiraputra, 52, dituntut hukuman 3,5 tahun penjara terkait kasus dugaan penipuan perizinan proyek pengembangan Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Denpasar, Rabu (7/8) sore. Sementara, korban Sutrisno Lukito Disastro meminta Putu Pasek Sandoz Prawirottama cs mengembalikan uangnya.
Dalam amar tuntutannya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Gede Raka Arimbawa, pada sidang di PN Denpasar yang berlangsung selama 30 mulai pukul 16.00 Wita hingga 16.30 Wita, terdakwa AA Ngurah Alit Wiraputra dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan, sehingga korban Sutrisno Lukito Disastro mengalami kerugian mencapai Rp 16 miliar. Atas perbuatannya, pengusaha yang juga politisi Gerindra ini dijerat Pasal 378 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan (3,5 tahun), dikurangi masa penahanan dengan perintah tetap berada di dalam tahanan,” ujar JPU Gede Raka Arimbawa.
Salah satu pertimbangan yang memberatkan, terdakwa Alit Wiraputra menikmati uang Rp 2,5 miliar dan tidak ada itikad baik untuk mengebalikannya kepada korban, meskipun sudah diminta. Sedangkan pertimbangan yang meringankan, antara lain, terdakwa Alit Wiraputra beum pernah dihukum, sopan, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Sementara, seusai pembacaan tuntutan di sidang kemarin sore, terdakwa Alit Wiraputra yang didampingi kuasa hukumnya, Ali Sadikin, meminta waktu hingga Selasa (12/8) depan untuk menyiapkan pledoi (pembelaan). “Kami mohon waktu sampai Selasa untuk menyiapkan pledoi,” ujar sang kuasa hukum, Ali Sadikin, yang diamini majelis hakim.
Ditemui NusaBali seusai persidangan kemarin sore, terdakwa Alit Wiraputra langsung menyampaikan kekecewaannya atas tuntutan JPU yang menuntut hukuman 3,5 tahun penjara. Menurut terdakwa, JPU Gede Raka Arimbawa cs tidak objektif karena mengabaikan beberapa fakta persidangan. Di antaranya, perizinan yang sudah selesai. “Seluruh perizinan sudah selesai. Izin-izjin sudah keluar dan jaksa tahu itu. Sepertinya saya memang mau dikorbankan,” protes Alit Wiraputra.
Terdakwa yang caleg DPR RI drai Gerindra Dapil Bali dalam Pileg 2019 ini berharap semua orang yang terlibat dalam perkara tersebut juga mendapat ganjaran setimpal. “Saya berharap orang-orang ini sesegera mungkin diproses hukum,” tegas Alit Wiraputra.
Sementara itu, korban Sutrisno Lukito Disastro melalui kuasa hukumnya, Agus Sujoko, kembali mengingatkan kepada seluruh penerima aliran dana hasil dugaan penipuan ini agar segera mengembalikan uangnya. Dalam tuntutan JPU dibeberkan mereka yang menerima aliran dana hasil dugaan penipuan.
Terdakwa Alit Wiraputra disebut menerima aliran dana Rp 2,1 miliar. Sedangkan Putu Pasek Sandoz Prawirotama (putra Gubernur Bali 2008-2018 Made Mangku Pastika) yang bertindak sebagai konsultan, disebut menerima Rp 7,5 miliar plus 80.000 dolar AS. Sebaliknya, Candra Wijaya menerima aliran dana Rp 4,5 miliar, sementara Made Jayantara kecipratan Rp 1,1 miliar.
Agus Sujoko menegaskan, jika tidak ada niat baik dari para penerima aliran dana, maka pihaknya akan menempuh jalur hukum. “Saat ini, sudah ada satu orang yang mengembalikan uang, yaitu Made Jayantara. Untuk yang lainnya, kami berharap mereka segera mengembalikan uang ke korban (Sutrisno Lukito Disatro, Red),” tegas Agus Sujoko, Rabu sore.
Perkara yang menjerat mantan Ketua Kadin Bali AA Ngurah Alit Wiraputra sebagai terdakwa ini, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2011 lalu ketika korban Sutrisno Lukito Disastro bersama rekannya, Abdul Satar, datang ke Bali untuk berinvestasi di proyek dermaga baru kawasan Pelabuhan Benoa yang akan dijadikan tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar. Korban Sutrisno menyuruh Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus proses pengajuan perizinan proyek tersebut.
Dari situ, Candra Wijaya menghubungi Made Jayantara yang dilanjutkan dengan menghububungi terdakwa Alit Wiraputra, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bali. Terdakwa Alit Wiraputra pun menyanggupi permintaan korban Sutrino untuk dipertemukan dengan Gubenur Bali (waktu itu) Made Mangku Pastika.
Setelah itu, Made Jayantara memperkenalkan terdakwa Alit Wiraputra kepada Candra Wijaya. Pada 23 November 2011, bertempat di Kantor Hipmi Bali kawasan Sanur, Denpasar Selatan, Made Jayantara mempertemukan Candra Wijaya dengan terdakwa Alit Wiraputra dan Putu Pasek Sandoz, untuk berbagi peran dan tugas.
Dalam rangka membahas kesepakatan pengurusan izin proyek tersebut, terdakwa Alit Wiraputra mengaku sebagai anak angkat Gubernur Pastika. Korban Sutrisno lalu diyakinkan bisa bertemu Gubernur Pastika. Tergiur dengan janji-janji terdakwa, korban Sutrisno pun memberikan uang secara bertahap mulai 23 Februari 2012 hingga 1 Agustus 2012, dengan total mencapai Rp 16,1 miliar. Namun, janji dari terdakwa tidak terlaksana. *rez
Dalam amar tuntutannya yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar, Gede Raka Arimbawa, pada sidang di PN Denpasar yang berlangsung selama 30 mulai pukul 16.00 Wita hingga 16.30 Wita, terdakwa AA Ngurah Alit Wiraputra dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penipuan, sehingga korban Sutrisno Lukito Disastro mengalami kerugian mencapai Rp 16 miliar. Atas perbuatannya, pengusaha yang juga politisi Gerindra ini dijerat Pasal 378 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan (3,5 tahun), dikurangi masa penahanan dengan perintah tetap berada di dalam tahanan,” ujar JPU Gede Raka Arimbawa.
Salah satu pertimbangan yang memberatkan, terdakwa Alit Wiraputra menikmati uang Rp 2,5 miliar dan tidak ada itikad baik untuk mengebalikannya kepada korban, meskipun sudah diminta. Sedangkan pertimbangan yang meringankan, antara lain, terdakwa Alit Wiraputra beum pernah dihukum, sopan, dan merupakan tulang punggung keluarga.
Sementara, seusai pembacaan tuntutan di sidang kemarin sore, terdakwa Alit Wiraputra yang didampingi kuasa hukumnya, Ali Sadikin, meminta waktu hingga Selasa (12/8) depan untuk menyiapkan pledoi (pembelaan). “Kami mohon waktu sampai Selasa untuk menyiapkan pledoi,” ujar sang kuasa hukum, Ali Sadikin, yang diamini majelis hakim.
Ditemui NusaBali seusai persidangan kemarin sore, terdakwa Alit Wiraputra langsung menyampaikan kekecewaannya atas tuntutan JPU yang menuntut hukuman 3,5 tahun penjara. Menurut terdakwa, JPU Gede Raka Arimbawa cs tidak objektif karena mengabaikan beberapa fakta persidangan. Di antaranya, perizinan yang sudah selesai. “Seluruh perizinan sudah selesai. Izin-izjin sudah keluar dan jaksa tahu itu. Sepertinya saya memang mau dikorbankan,” protes Alit Wiraputra.
Terdakwa yang caleg DPR RI drai Gerindra Dapil Bali dalam Pileg 2019 ini berharap semua orang yang terlibat dalam perkara tersebut juga mendapat ganjaran setimpal. “Saya berharap orang-orang ini sesegera mungkin diproses hukum,” tegas Alit Wiraputra.
Sementara itu, korban Sutrisno Lukito Disastro melalui kuasa hukumnya, Agus Sujoko, kembali mengingatkan kepada seluruh penerima aliran dana hasil dugaan penipuan ini agar segera mengembalikan uangnya. Dalam tuntutan JPU dibeberkan mereka yang menerima aliran dana hasil dugaan penipuan.
Terdakwa Alit Wiraputra disebut menerima aliran dana Rp 2,1 miliar. Sedangkan Putu Pasek Sandoz Prawirotama (putra Gubernur Bali 2008-2018 Made Mangku Pastika) yang bertindak sebagai konsultan, disebut menerima Rp 7,5 miliar plus 80.000 dolar AS. Sebaliknya, Candra Wijaya menerima aliran dana Rp 4,5 miliar, sementara Made Jayantara kecipratan Rp 1,1 miliar.
Agus Sujoko menegaskan, jika tidak ada niat baik dari para penerima aliran dana, maka pihaknya akan menempuh jalur hukum. “Saat ini, sudah ada satu orang yang mengembalikan uang, yaitu Made Jayantara. Untuk yang lainnya, kami berharap mereka segera mengembalikan uang ke korban (Sutrisno Lukito Disatro, Red),” tegas Agus Sujoko, Rabu sore.
Perkara yang menjerat mantan Ketua Kadin Bali AA Ngurah Alit Wiraputra sebagai terdakwa ini, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2011 lalu ketika korban Sutrisno Lukito Disastro bersama rekannya, Abdul Satar, datang ke Bali untuk berinvestasi di proyek dermaga baru kawasan Pelabuhan Benoa yang akan dijadikan tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar. Korban Sutrisno menyuruh Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus proses pengajuan perizinan proyek tersebut.
Dari situ, Candra Wijaya menghubungi Made Jayantara yang dilanjutkan dengan menghububungi terdakwa Alit Wiraputra, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Kadin Bali. Terdakwa Alit Wiraputra pun menyanggupi permintaan korban Sutrino untuk dipertemukan dengan Gubenur Bali (waktu itu) Made Mangku Pastika.
Setelah itu, Made Jayantara memperkenalkan terdakwa Alit Wiraputra kepada Candra Wijaya. Pada 23 November 2011, bertempat di Kantor Hipmi Bali kawasan Sanur, Denpasar Selatan, Made Jayantara mempertemukan Candra Wijaya dengan terdakwa Alit Wiraputra dan Putu Pasek Sandoz, untuk berbagi peran dan tugas.
Dalam rangka membahas kesepakatan pengurusan izin proyek tersebut, terdakwa Alit Wiraputra mengaku sebagai anak angkat Gubernur Pastika. Korban Sutrisno lalu diyakinkan bisa bertemu Gubernur Pastika. Tergiur dengan janji-janji terdakwa, korban Sutrisno pun memberikan uang secara bertahap mulai 23 Februari 2012 hingga 1 Agustus 2012, dengan total mencapai Rp 16,1 miliar. Namun, janji dari terdakwa tidak terlaksana. *rez
Komentar