Tari Gandrung Meriahkan Kongres, Hasto hingga Djarot Ikut Menari
Panitia Kongres V PDIP mengungkapkan selama agenda besar kongres berlangsung 8-11 Agustus 2019 di Inna Grand Bali Beach Sanur, Denpasar akan bernuansa budaya.
DENPASAR, NusaBali
Komitmen menampilkan keberagaman budaya tanah air ini tidak saja dilakukan saat malam budaya, namun sejak awal penyambutan delegasi yang tiba di Bali. Mereka disambut dengan manisnya oleh penampilan gadis Banyuwangi, Jawa Timur dari Sanggar Gandrung Arum yang piawai menari Gandrung.
Sekitar 50 orang penari muda menyambut kedatangan para delegasi di depan areal registrasi kedatangan yang bertempat di dekat hotel. Delegasi yang datang langsung bergabung dan menari bersama para penari di atas rumput yang hijau. Kesan kerakyatan pun kental. Selain para delegasi, beberapa orang penting juga terlihat menari bersama, di antaranya Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Ketua Steering Commitee Kongres V PDIP, Djarot Saiful Hidayat, dan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
“Kami diundang untuk menghibur tamu-tamu yang habis registrasi, sambil makan snack ya sambil dihibur dengan kesenian ini. Tidak hanya itu, penari juga mengajak para tamu untuk menari bersama,” ujar Ketua Sanggar Gandrung Arum Banyuwangi, Suko Prayitno, di sela mendampingi anggota sanggarnya, Rabu (7/8). Prayitno mengaku baru kali ini diundang untuk mengisi acara Kongres PDIP. Sebelumnya mereka lebih banyak mengisi acara-acara di daerah Banyuwangi, bahkan beberapa kali tampil di Istana Negara.
“Terus terang kami diundangnya mendadak, dua hari lalu baru diminta. Tapi sebenarnya itu tidak jadi masalah karena anak-anak sudah terbiasa latihan,” ungkapnya.
Tampil menyambut para tamu, Prayitno mengerahkan sebanyak 50 orang penari muda perempuan, sekitar 10 orang pemain gamelan, serta satu orang penyanyi tembang Jawa (sinden). Prayitno bangga karena masih banyak anak-anak muda yang mau menggeluti seni tradisional ini. Pun demikian, regenerasi ini juga didukung oleh Pemkab Banyuwangi dengan mengadakan Festival Gandrung Sewu setiap tahunnya yang melibatkan ribuan penari.
“Yang tampil ini anak muda semua. Yang ngendang (nabuh gendang) masih SMP kelas XI dan pernah juara nasional. Meskipun dunia semakin modern, regenerasi penari gandrung tetap jalan. Syukurnya, dalam setiap acara yang mengundang gandrung di Banyuwangi tidak diperbolehkan menggunakan kaset, harus live (langsung). Dengan demikian tidak mematikan kreativitas anak muda,” imbuhnya. Para penari gandrung ini mulai tampil sejak pukul 14.00 Wita hingga sore. Para tamu yang datang langsung terhibur dan melupakan sejenak lelah akibat perjalanan jauh yang ditempuh untuk sampai di Pulau Dewata. Selain tarian, para tamu juga dihibur dengan gamelan dan sinden.
Tari Gandrung Banyuwangi telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan secara resmi telah menjadi ikon atau maskot Kabupaten Banyuwangi. Tari Gandrung sendiri memiliki sejumlah versi yang menyertai sejarah kemunculannya. Ada yang mengatakan, kesenian tersebut sebagai sarana perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Blambangan untuk melawan pasukan penjajah. Ada pula yang menyebutkan tari Gandrung merupakan ungkapan kekaguman, rasa cinta dan rasa syukur selepas panen. *ind
Sekitar 50 orang penari muda menyambut kedatangan para delegasi di depan areal registrasi kedatangan yang bertempat di dekat hotel. Delegasi yang datang langsung bergabung dan menari bersama para penari di atas rumput yang hijau. Kesan kerakyatan pun kental. Selain para delegasi, beberapa orang penting juga terlihat menari bersama, di antaranya Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Ketua Steering Commitee Kongres V PDIP, Djarot Saiful Hidayat, dan Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
“Kami diundang untuk menghibur tamu-tamu yang habis registrasi, sambil makan snack ya sambil dihibur dengan kesenian ini. Tidak hanya itu, penari juga mengajak para tamu untuk menari bersama,” ujar Ketua Sanggar Gandrung Arum Banyuwangi, Suko Prayitno, di sela mendampingi anggota sanggarnya, Rabu (7/8). Prayitno mengaku baru kali ini diundang untuk mengisi acara Kongres PDIP. Sebelumnya mereka lebih banyak mengisi acara-acara di daerah Banyuwangi, bahkan beberapa kali tampil di Istana Negara.
“Terus terang kami diundangnya mendadak, dua hari lalu baru diminta. Tapi sebenarnya itu tidak jadi masalah karena anak-anak sudah terbiasa latihan,” ungkapnya.
Tampil menyambut para tamu, Prayitno mengerahkan sebanyak 50 orang penari muda perempuan, sekitar 10 orang pemain gamelan, serta satu orang penyanyi tembang Jawa (sinden). Prayitno bangga karena masih banyak anak-anak muda yang mau menggeluti seni tradisional ini. Pun demikian, regenerasi ini juga didukung oleh Pemkab Banyuwangi dengan mengadakan Festival Gandrung Sewu setiap tahunnya yang melibatkan ribuan penari.
“Yang tampil ini anak muda semua. Yang ngendang (nabuh gendang) masih SMP kelas XI dan pernah juara nasional. Meskipun dunia semakin modern, regenerasi penari gandrung tetap jalan. Syukurnya, dalam setiap acara yang mengundang gandrung di Banyuwangi tidak diperbolehkan menggunakan kaset, harus live (langsung). Dengan demikian tidak mematikan kreativitas anak muda,” imbuhnya. Para penari gandrung ini mulai tampil sejak pukul 14.00 Wita hingga sore. Para tamu yang datang langsung terhibur dan melupakan sejenak lelah akibat perjalanan jauh yang ditempuh untuk sampai di Pulau Dewata. Selain tarian, para tamu juga dihibur dengan gamelan dan sinden.
Tari Gandrung Banyuwangi telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan secara resmi telah menjadi ikon atau maskot Kabupaten Banyuwangi. Tari Gandrung sendiri memiliki sejumlah versi yang menyertai sejarah kemunculannya. Ada yang mengatakan, kesenian tersebut sebagai sarana perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Blambangan untuk melawan pasukan penjajah. Ada pula yang menyebutkan tari Gandrung merupakan ungkapan kekaguman, rasa cinta dan rasa syukur selepas panen. *ind
Komentar