Gubernur Minta Tindak Turis yang Lecehkan Pura
Komisi X DPR Soroti Kasus Monkey Forest
DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali Wayan Koster meminta pihak terkait untuk menindak tegas wisatawan asing yang melecehkan tempat suci, baik disengaja maupun tidak, guna memberikan efek jera. Gubernur Koster tak ingin terulang lagi kasus dua bule asal Republik Ceko, Idenek Slavka, 25, dan Sabina Dolezalova, 25, yang berbuat tak senonoh melecehkan palinggih dengan mekonceng (membersihkan pantat dan alat vital) di pancoran Pura Beji Monkey Forest, Banjar Padangtegal, Kelurahan Ubud, Keca-matan Ubud, Gianyar.
Bahkan, Gubernur Koster minta pihak berwenang untuk memulangkan turis yang melakukan pelecehan tempat suci ke negara asalnya. “Saya juga akan minta Kadis Pariwisata untuk mencari solusinya supaya tidak terjadi lagi kasus pelecehan kawasan suci oleh turis yang berlibur di Bali,” ujar Koster di Denpasar, Selasa (13/8).
Menurut Koster, selama ini pola penjagaan kawasan suci dikaitkan dengan destinasi wisata, terlalu longgar. Untuk itu, perlu ada pola penjagaan lebih ketat. “Kita sedang susun pola aturannya. Sudah saya suruh inventarisir itu pola-pola pengawasan bersama stakeholder terkait. Kita tidak mau hanya untuk kepentingan pendapatan dari sktor pariwisata, pengawasan jadi longgar,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata), Putu Supadma Rudana, mendorong stakeholder terkait untuk lebih intensif sosialisasi rambu-rambu mengunjungi tempat suci yang selama ini dikunjungi wisatawan. Menurut Supadma, kehebatan destinasi wisata di Bali harus diimbangi dengan pola penjagaan ketat, supaya tidak terjadi lagi pelecahan oleh wisatawan.
Karena itu, kata Supadma, sosialisasi tentang tempat suci terutama larangan-larangan dan rambu-rambunya harus disosialisasikan secara intensif, termasuk oleh PHDI, PHRI, desa adat, hingga kalangan pemandu wisata. “Sekarang sudah era digital, bisa sosialisasi intensif lewat dunia digital dan media sosial tentang tata cara mengunjungi kawasan wisata tertentum terutama kawasan suci,” jelas politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Kemudian, pola menjaga kawasan suci juga harus diperketat. Misalnya, dengan mengerahkan petugas keamanan tradisional milik desa adat, yakni pecalang, untuk rutin patroli di kawasan suci yang dikunjungi wisatawan. “Kalau terjadi kasus pelecehan yang selesai dengan hanya minta maaf, maka kejadian serupa akan terus berulang, karena tidak ada efek jera,” kata Supadma.
Karena itu, menurut Supadma, harus ada upaya membentengi kawasan suci secara maksimal. “Harus ada rambu-rambunya, ada larangan. Wisatawan wajib menjaga kearifan lokal di Bali, wajib menjaga kemuliaan tempat suci di sini,” tegasnya.
Supadma menyebutkan, langkah Desa Adat Padangtegal, pecalang, dan pihak kepolisian dalam menangani kasus bule melecehkan tempat suci di Monkey Forest sudah sangat cepat, sehingga dua bule asal Republik Ceko menyadari kesalahannya. “Kita apresias langkah dan sikap responsif Desa Adat Padangtegal, walaupun secara pribadi saya juga kecewa dengan ulah wisatawan asing. Ini menjadi pembelajaran buat kita ke depan agar semakin maksimal menata kawasan wisata berikut situs-situs tempat suci yang disakralkan,” tegas Wasekjen DPP Demokrat ini. *nat
Bahkan, Gubernur Koster minta pihak berwenang untuk memulangkan turis yang melakukan pelecehan tempat suci ke negara asalnya. “Saya juga akan minta Kadis Pariwisata untuk mencari solusinya supaya tidak terjadi lagi kasus pelecehan kawasan suci oleh turis yang berlibur di Bali,” ujar Koster di Denpasar, Selasa (13/8).
Menurut Koster, selama ini pola penjagaan kawasan suci dikaitkan dengan destinasi wisata, terlalu longgar. Untuk itu, perlu ada pola penjagaan lebih ketat. “Kita sedang susun pola aturannya. Sudah saya suruh inventarisir itu pola-pola pengawasan bersama stakeholder terkait. Kita tidak mau hanya untuk kepentingan pendapatan dari sktor pariwisata, pengawasan jadi longgar,” tegas Gubernur yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata), Putu Supadma Rudana, mendorong stakeholder terkait untuk lebih intensif sosialisasi rambu-rambu mengunjungi tempat suci yang selama ini dikunjungi wisatawan. Menurut Supadma, kehebatan destinasi wisata di Bali harus diimbangi dengan pola penjagaan ketat, supaya tidak terjadi lagi pelecahan oleh wisatawan.
Karena itu, kata Supadma, sosialisasi tentang tempat suci terutama larangan-larangan dan rambu-rambunya harus disosialisasikan secara intensif, termasuk oleh PHDI, PHRI, desa adat, hingga kalangan pemandu wisata. “Sekarang sudah era digital, bisa sosialisasi intensif lewat dunia digital dan media sosial tentang tata cara mengunjungi kawasan wisata tertentum terutama kawasan suci,” jelas politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini.
Kemudian, pola menjaga kawasan suci juga harus diperketat. Misalnya, dengan mengerahkan petugas keamanan tradisional milik desa adat, yakni pecalang, untuk rutin patroli di kawasan suci yang dikunjungi wisatawan. “Kalau terjadi kasus pelecehan yang selesai dengan hanya minta maaf, maka kejadian serupa akan terus berulang, karena tidak ada efek jera,” kata Supadma.
Karena itu, menurut Supadma, harus ada upaya membentengi kawasan suci secara maksimal. “Harus ada rambu-rambunya, ada larangan. Wisatawan wajib menjaga kearifan lokal di Bali, wajib menjaga kemuliaan tempat suci di sini,” tegasnya.
Supadma menyebutkan, langkah Desa Adat Padangtegal, pecalang, dan pihak kepolisian dalam menangani kasus bule melecehkan tempat suci di Monkey Forest sudah sangat cepat, sehingga dua bule asal Republik Ceko menyadari kesalahannya. “Kita apresias langkah dan sikap responsif Desa Adat Padangtegal, walaupun secara pribadi saya juga kecewa dengan ulah wisatawan asing. Ini menjadi pembelajaran buat kita ke depan agar semakin maksimal menata kawasan wisata berikut situs-situs tempat suci yang disakralkan,” tegas Wasekjen DPP Demokrat ini. *nat
Komentar