Sanggar Wasundari Konsisten Lestarikan Wayang Kamasan
Maestro seni lukis klasik Wayang Kamasan di Desa Kamasan, Kecamatan/Kabupaten Klungkung, I Nyoman Mandra,72, meninggal saat menjalani perawatan medis di RSUD Klungkung, beberapa waktu lalu.
SEMARAPURA, NusaBali
Namun demikian, aktivitas belajar melukis di sanggar seni yang dirintis almarhum, Sanggar Wasundari, Kamasan, tetap konsisten.
Kegiatan sanggar kini diteruskan oleh anaknya, Ni Wayan Sri Wedari,45, yang juga seorang guru seni budaya di SMAN 2 Semarapura, Klungkung. Untuk memudahkan mentransfer ilmu melukis kepada anak didiknya, Wedari membuat sebuah terobosan dengan empat program pembelajaran di sanggar. Karena untuk menguasai teknik melukis ini mesti menguasai pakem-pakem tertentu.
Ditemuai di sanggarnya, Selasa (13/8) pagi, Sri Wedari mengatakan, empat program pembelajaran dimaksud, yakni pertama, tingkat dasar yakni program berbagai macam garis dan bermacam ornamen. Kedua, pengenalan karakter wayang dari muka sampai hiasannya, ketiga menginjak figur dan karakter dengan media kertas, dan keempat menginjak ke kanvas sampai finishing. “Setelah melukis di media kertas, baru ke kanvas,” ujarnya.
Jelas Wedari, program dasar diajarkan 25 kali pertemuan, program kedua 30 kali pertemuan, program ketiga sampai figur utuh selama 25 hari dan penggunaan medium kanvas dalam 10 kali pertemuan. Setelah semua dikusai barulah mereka dapat sertifikat. Jelas dia, ketika snag ayah masih aktif mengajar, Wedari juga sering membantu mengajar melukis. Kini dirinya meneruskan di luar jam mengajar di sekolah, Sabtu dan Minggu. “Pesan beliau (almarhum Nyoman Mandra, Red) kepada anak-anaknya agar kesenian itu dilestarikan. Karena ini merupakan salah satu indentitas budaya Kabupaten Klungkung,” katanya.
Dia mengakui, minat anak-anak untuk belajar melukis Wayang Kamasan menurun. Pada era 1990-an bisa mencapai 50 orang lebih. Untuk saat ini jumlah anak yang belajar di tempatnya sekitar 20 orang. Mereka yakni warga setempat 10 orang dan luar Klungkung 10 orang. Selain itu juga ada wisatawan asing yang belajar melukis sewaktu-waktu. *wan
Kegiatan sanggar kini diteruskan oleh anaknya, Ni Wayan Sri Wedari,45, yang juga seorang guru seni budaya di SMAN 2 Semarapura, Klungkung. Untuk memudahkan mentransfer ilmu melukis kepada anak didiknya, Wedari membuat sebuah terobosan dengan empat program pembelajaran di sanggar. Karena untuk menguasai teknik melukis ini mesti menguasai pakem-pakem tertentu.
Ditemuai di sanggarnya, Selasa (13/8) pagi, Sri Wedari mengatakan, empat program pembelajaran dimaksud, yakni pertama, tingkat dasar yakni program berbagai macam garis dan bermacam ornamen. Kedua, pengenalan karakter wayang dari muka sampai hiasannya, ketiga menginjak figur dan karakter dengan media kertas, dan keempat menginjak ke kanvas sampai finishing. “Setelah melukis di media kertas, baru ke kanvas,” ujarnya.
Jelas Wedari, program dasar diajarkan 25 kali pertemuan, program kedua 30 kali pertemuan, program ketiga sampai figur utuh selama 25 hari dan penggunaan medium kanvas dalam 10 kali pertemuan. Setelah semua dikusai barulah mereka dapat sertifikat. Jelas dia, ketika snag ayah masih aktif mengajar, Wedari juga sering membantu mengajar melukis. Kini dirinya meneruskan di luar jam mengajar di sekolah, Sabtu dan Minggu. “Pesan beliau (almarhum Nyoman Mandra, Red) kepada anak-anaknya agar kesenian itu dilestarikan. Karena ini merupakan salah satu indentitas budaya Kabupaten Klungkung,” katanya.
Dia mengakui, minat anak-anak untuk belajar melukis Wayang Kamasan menurun. Pada era 1990-an bisa mencapai 50 orang lebih. Untuk saat ini jumlah anak yang belajar di tempatnya sekitar 20 orang. Mereka yakni warga setempat 10 orang dan luar Klungkung 10 orang. Selain itu juga ada wisatawan asing yang belajar melukis sewaktu-waktu. *wan
Komentar