Pejabat Mapayas Agung Pengantin hingga Naik Kereta Kencana
Detik-detik Peringatan Kemerdekaan RI Ke–74 Tahun di Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke–74 tahun di Kabupaten Buleleng, Sabtu (17/8) pagi, untuk pertamakalinya menampilkan sesuatu yang berbeda. Seluruh pimpinan dan pejabat di lingkup Pemkab Buleleng, tampil dengan Mapayas Agung (berbusana dan tata rias ala pengantin ningrat, Red). Mereka hadir bersama pasangan (suami dan istri) yang sama-sama Mapayas Agung, layaknya sepasang pengantin. Uniknya lagi, ada pejabat naik kereta kencana menuju lokasi apel peringatan detik-detik Kemerdekaan RI yang dipusatkan di Lapangan Taman Kota, Jalan Ngurah Rai Singaraja. Bahkan secara spontan pimpinan dan pejabat melakukan defile setengah lapangan, memperlihatkan pakaian yang dikenakan dalam Payas Agung.
Rangkaian upacara peringatan detik-detik Kemerdekaan RI dimulai sekitar pukul 09.45 Wita. Bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup) adalah Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Sedangkan pembaca Teks Proklamasi adalah Pimpinan DPRD Buleleng sementara, Gede Supriatna. Komandan Upacara adalah Kapten (Inf) Brama Fathayasa.
Sebelum acara dimulai, kedatangan pejabat dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Buleleng di Lapangan Taman Kota, menjadi pusat perhatian peserta apel. Karena pejabat dan pimpinan ini datang bersama pasangan masing-masing, mengenakan pakaian dan tata rias pengantin ningrat atau Mapayas Agung. Ciri khas dari pakaian Payas Agung yang dikenakan seluruh pimpinan dan pejabat adalah pemakaian kain songket khas Buleleng. Pengenaan kain songket ini ada yang dijadikan destar (kain yang diikatkan di bagian kepala), ada pula yang dipakai kamen dan saput (penutup kamen).
Ada yang unik dari kehadiran seluruh pimpinan dan pejabat ini di Lapangan Taman Kota. Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Gede Komang hadir bersama Nyonya Luh Sriyoni Gede Komang, dengan naik Kereta Kencana dari Kantor Dinas Kebudayaan di Jalan Veteran Singaraja, sejauh hampir 1 kilometer. Gede Komang juga melibatkan pegawainya sebagai pasukan pengiring, ada yang membawa tedung (payung) dan tombak. Rombongan Kepala Dishub Gede Komang juga diiringi tabuh gong baleganjur.
“Kami di dinas hanya menerjemahkan ide brilian dari Pak Bupati yang mewajibkan seluruh pimpinan OPD mengenakan pakaian pengantin ningrat. Sehingga kami bisa tampil lebih inovatif,” kata Gede Komang.
Gede Komang mengaku persiapan hanya dilakukan dalam sehari begitu menerima instruksi pemakaian busana payas agung. Persiapan itu meliputi penyiapan dokar yang dihias layaknya kereta kencana, termasuk koreografi dari iring-iringan yang mengantar hingga ke lokasi apel.
“Kalau berhias hanya sebentar. Saya kan sudah biasa tampil menari, dan staf sebagai pengiring juga sudah biasa merias diri. Pakaian masih bisa pinjam, kan banyak punya kenalan sanggar kesenian,” ujar Gede Komang, birokrat asal Desa/Kecamatan Tejakula yang kerap Menarik Topeng dan Wayang Wong.
Menariknya lagi, begitu usai acara peringatan detik-detik Kemerdekaan RI, secara spontan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, didampingi Nyonya I Gusti Ayu Aries Sujati Suradnyana, mengajak seluruh pimpinan dan pejabat melakukan defile keliling setengah lapangan, dari panggung kehormatan hingga Kolam Air Mancur yang berada di sisi Timur Lapangan Taman Kota. Begitu tiba di Kolam Air Mancur, seluruh pimpinan dan pejabat melaksanakan foto bersama.
Bupati Agus Suradnyana, mengungkapkan ide memakai Payas Agung dalam apel peringatan detik-detik Kemerdekaan RI, muncul setelah melihat Presiden RI Joko Widodo saat Kongres PDIP di Sanur, Denpasar, mengenakan kain songket khas Buleleng. Dikatakannya, pakaian Payas Agung seperti Buleleng memiliki ciri khas yakni menggunakan kain songket. “Di Buleleng ini kan banyak perajin songket, jadi dengan ini juga kami berusaha membangkitkan kembali kerajinan songket itu,” ujarnya.
Masih menurut Bupati Agus Suradnyana, kain songket itu merupakan pakaian adat khas Buleleng ketika ada upacara tertentu. Sehingga instruksi Presiden RI Joko Widodo yang mewajibkan mengenakan pakaian adat, diimplementasikan dengan Payas Agung. “Ini sangat luar biasa, kami bisa memperlihatkan kearifan lokal. Songket itu menjadi ciri khas Buleleng. Bisa dibayangkan bagaimana usaha songket itu berkembang, dan tadi (kemarin) semua usaha salon penuh,” imbuhnya.
Informasi dihimpun, pemakaian Payas Agung oleh pimpinan dan pejabat di lingkup Pemkab Buleleng bersama pasangannya, ada yang mendadak membeli songket dengan harga kisaran Rp 1.500.000 hingga Rp 9.000.000. Ada juga yang menyewa langsung di salon kecantikan tempat mereka berias. Sewa pakaian Payas Agung plus tata rias berkisar antara Rp 3.000.000 hingga Rp 5.000.000. *k19
Rangkaian upacara peringatan detik-detik Kemerdekaan RI dimulai sekitar pukul 09.45 Wita. Bertindak sebagai Inspektur Upacara (Irup) adalah Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana. Sedangkan pembaca Teks Proklamasi adalah Pimpinan DPRD Buleleng sementara, Gede Supriatna. Komandan Upacara adalah Kapten (Inf) Brama Fathayasa.
Sebelum acara dimulai, kedatangan pejabat dan pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemkab Buleleng di Lapangan Taman Kota, menjadi pusat perhatian peserta apel. Karena pejabat dan pimpinan ini datang bersama pasangan masing-masing, mengenakan pakaian dan tata rias pengantin ningrat atau Mapayas Agung. Ciri khas dari pakaian Payas Agung yang dikenakan seluruh pimpinan dan pejabat adalah pemakaian kain songket khas Buleleng. Pengenaan kain songket ini ada yang dijadikan destar (kain yang diikatkan di bagian kepala), ada pula yang dipakai kamen dan saput (penutup kamen).
Ada yang unik dari kehadiran seluruh pimpinan dan pejabat ini di Lapangan Taman Kota. Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Gede Komang hadir bersama Nyonya Luh Sriyoni Gede Komang, dengan naik Kereta Kencana dari Kantor Dinas Kebudayaan di Jalan Veteran Singaraja, sejauh hampir 1 kilometer. Gede Komang juga melibatkan pegawainya sebagai pasukan pengiring, ada yang membawa tedung (payung) dan tombak. Rombongan Kepala Dishub Gede Komang juga diiringi tabuh gong baleganjur.
“Kami di dinas hanya menerjemahkan ide brilian dari Pak Bupati yang mewajibkan seluruh pimpinan OPD mengenakan pakaian pengantin ningrat. Sehingga kami bisa tampil lebih inovatif,” kata Gede Komang.
Gede Komang mengaku persiapan hanya dilakukan dalam sehari begitu menerima instruksi pemakaian busana payas agung. Persiapan itu meliputi penyiapan dokar yang dihias layaknya kereta kencana, termasuk koreografi dari iring-iringan yang mengantar hingga ke lokasi apel.
“Kalau berhias hanya sebentar. Saya kan sudah biasa tampil menari, dan staf sebagai pengiring juga sudah biasa merias diri. Pakaian masih bisa pinjam, kan banyak punya kenalan sanggar kesenian,” ujar Gede Komang, birokrat asal Desa/Kecamatan Tejakula yang kerap Menarik Topeng dan Wayang Wong.
Menariknya lagi, begitu usai acara peringatan detik-detik Kemerdekaan RI, secara spontan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, didampingi Nyonya I Gusti Ayu Aries Sujati Suradnyana, mengajak seluruh pimpinan dan pejabat melakukan defile keliling setengah lapangan, dari panggung kehormatan hingga Kolam Air Mancur yang berada di sisi Timur Lapangan Taman Kota. Begitu tiba di Kolam Air Mancur, seluruh pimpinan dan pejabat melaksanakan foto bersama.
Bupati Agus Suradnyana, mengungkapkan ide memakai Payas Agung dalam apel peringatan detik-detik Kemerdekaan RI, muncul setelah melihat Presiden RI Joko Widodo saat Kongres PDIP di Sanur, Denpasar, mengenakan kain songket khas Buleleng. Dikatakannya, pakaian Payas Agung seperti Buleleng memiliki ciri khas yakni menggunakan kain songket. “Di Buleleng ini kan banyak perajin songket, jadi dengan ini juga kami berusaha membangkitkan kembali kerajinan songket itu,” ujarnya.
Masih menurut Bupati Agus Suradnyana, kain songket itu merupakan pakaian adat khas Buleleng ketika ada upacara tertentu. Sehingga instruksi Presiden RI Joko Widodo yang mewajibkan mengenakan pakaian adat, diimplementasikan dengan Payas Agung. “Ini sangat luar biasa, kami bisa memperlihatkan kearifan lokal. Songket itu menjadi ciri khas Buleleng. Bisa dibayangkan bagaimana usaha songket itu berkembang, dan tadi (kemarin) semua usaha salon penuh,” imbuhnya.
Informasi dihimpun, pemakaian Payas Agung oleh pimpinan dan pejabat di lingkup Pemkab Buleleng bersama pasangannya, ada yang mendadak membeli songket dengan harga kisaran Rp 1.500.000 hingga Rp 9.000.000. Ada juga yang menyewa langsung di salon kecantikan tempat mereka berias. Sewa pakaian Payas Agung plus tata rias berkisar antara Rp 3.000.000 hingga Rp 5.000.000. *k19
1
Komentar