Penyerang Polsek Wonokromo Self Radicalism
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan pelaku penyerangan terhadap anggota Kepolisian Sektor Wonokromo, Surabaya, merupakan self radicalism atau radikalisasi diri sendiri dengan melihat internet.
JAKARTA, NusaBali
"Sementara info yang saya dapat dari Densus 88 maupun Polda Jatim, tersangka ini self radicalism, radikalisasi diri sendiri karena melihat online, dari gadget, internet," kata Tito di Jakarta, seperti dilansir Antara, Minggu (18/8).
Menurut Tito, berbekal melihat internet, pelaku yang berinisial IM itu kemudian meyakini pemahaman interpretasi jihad versi dirinya sendiri dengan mendatangi Polsek Wonokromo dan menyerang petugas.
"Polisi dianggap thogut karena bagi mereka polisi selain thogut juga dianggap kafir harbi karena sering melakukan penegakan hukum kepada mereka, sehingga bagi pelaku melakukan serangan kepada kepolisian dianggap bisa mendapat pahala," ujar Tito.
Saat pelaku melakukan penyerangan, kata Tito, petugas mengambil tindakan tembak di tempat terhadap pelaku, namun tidak di bagian mematikan.
Adapun anggota polisi yang terluka karena sabeten celurit pelaku, Ajun Inspektur Satu Agus, sudah diberikan perawatan.
Tito berujar bakal memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada anggota yang terluka, sambil mengevaluasi sistem keamanan di polres, polsek hingga polda.
"Kalau memang ada jaringan, maka semua jaringannya harus ditangkap. Undang-undang baru nomor 5 tahun 2008 memberikan kekuatan cukup besar kepada penegak hukum, kepada negara untuk menangani jaringan terorisme. Kasusnya akan kita kembangkan terus, kita akan tangkap siapapun yang terlibat," ujar Tito.
Sebelumnya pada Sabtu sore, 17 Agustus, IM masuk ke ruangan SPKT Polsek Wonokromo berpura-pura melapor. Saat petugas lengah, IM mencabut senjata tajam dan menyerangnya.
Korban, Iptu Agus, terluka di bagian tangan, pipi dan kepala belakang. IM tersungkur setelah dihadiahi timah panas anggota reserse kriminal. Sebelumnya, Imam diduga masuk kelompok ISIS berawal dari ditemukannya lambang tertentu dalam tas ransel yang dipakai pelaku.
"Ada senjata tajam, celurit, ada ketapel, ada panah ketapel, air soft gun, ada lambang tertentu. Ada tadi yang ditanyakan apakah lambang ISIS, ya itu," imbuh Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera. *
Menurut Tito, berbekal melihat internet, pelaku yang berinisial IM itu kemudian meyakini pemahaman interpretasi jihad versi dirinya sendiri dengan mendatangi Polsek Wonokromo dan menyerang petugas.
"Polisi dianggap thogut karena bagi mereka polisi selain thogut juga dianggap kafir harbi karena sering melakukan penegakan hukum kepada mereka, sehingga bagi pelaku melakukan serangan kepada kepolisian dianggap bisa mendapat pahala," ujar Tito.
Saat pelaku melakukan penyerangan, kata Tito, petugas mengambil tindakan tembak di tempat terhadap pelaku, namun tidak di bagian mematikan.
Adapun anggota polisi yang terluka karena sabeten celurit pelaku, Ajun Inspektur Satu Agus, sudah diberikan perawatan.
Tito berujar bakal memberikan kenaikan pangkat luar biasa kepada anggota yang terluka, sambil mengevaluasi sistem keamanan di polres, polsek hingga polda.
"Kalau memang ada jaringan, maka semua jaringannya harus ditangkap. Undang-undang baru nomor 5 tahun 2008 memberikan kekuatan cukup besar kepada penegak hukum, kepada negara untuk menangani jaringan terorisme. Kasusnya akan kita kembangkan terus, kita akan tangkap siapapun yang terlibat," ujar Tito.
Sebelumnya pada Sabtu sore, 17 Agustus, IM masuk ke ruangan SPKT Polsek Wonokromo berpura-pura melapor. Saat petugas lengah, IM mencabut senjata tajam dan menyerangnya.
Korban, Iptu Agus, terluka di bagian tangan, pipi dan kepala belakang. IM tersungkur setelah dihadiahi timah panas anggota reserse kriminal. Sebelumnya, Imam diduga masuk kelompok ISIS berawal dari ditemukannya lambang tertentu dalam tas ransel yang dipakai pelaku.
"Ada senjata tajam, celurit, ada ketapel, ada panah ketapel, air soft gun, ada lambang tertentu. Ada tadi yang ditanyakan apakah lambang ISIS, ya itu," imbuh Kabid Humas Polda Jatim Kombes Frans Barung Mangera. *
Komentar