Empat Sarkofagus di Desa Pangkung Paruk Dikonservasi
Keempat sarkofagus memiliki bentuk dan arsitektur yang sama. Menggunakan batu padas sebagai bahan utama, berbentuk lonjong, masing-masing dengan bagian bawah dan penutup, serta ada empat tonjolan bulat di bagian depan
Ditemukan Tahun 2009 Lengkap Berisi Tulang Belulang dan Bekal Kubur
SINGARAJA, NusaBali
Tim dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Bali beranggotakan 6 orang mendatangi situs sejarah di Banjar Laba Nangga, Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Buleleng, sejak Senin (19/8) lalu. Kedatangan mereka untuk melakukan konservasi terhadap empat buah tinggalan sejarah berupa sarkofagus yang ditemukan masyarakat setempat tahun 2009 silam.
Langkah konservasi ini terpaksa dilakukan pihak BPCB Bali, karena kondisi sakofagus yang diduga berumur ribuan tahun tersebut sudah dalam kondisi rusak parah. Ketua Tim Konservasi BPCB Bali, I Wayan Widiarta, mengatakan pihaknya sudah melakukan upaya konservasi selama tiga hari. Sesuai dengan hasil studi konservasi, timnya akan berada di Desa Pangkung Paruk selama 8 hari, hingga Senin (26/8) mendatang.
Wayan Widiarta menyebutkan, 4 sarkofagsus (peti mayat purba terbuat dari batu) sebelumnya ditemukan di lahan milik keluarga Wayan Sudiarjana di Banjar Laba Nangga, Desa Pangkung Paruk tahun 2009. Benda bersejarah itu ditemukan tanpa sengaja saat Wayan Sudiarjana membangun rumah.
Temuan sarkofagus yang terkubur di dalam tanah itu pun sempat membuat heboh masyraakat Desa Pangkung Paruk. Pasalnya, sarkofagus berbahan batu padas yang berasal dari zaman pra sejarah itu ditemukan lengkap berisi tualng belulang, tengkorak, dan sejumlah benda bekal kubur pada masa itu. Termasuk di antaranya manik-manik, nekara, pis bolong (uang kepeng), hingga cermin kaca yang merupakan barang berkelas yang hanya dimiliki oleh orang-orang dengan status tertentu.
Setelah ditemukan, keempat sarkofagus itu kemudian dibuatkan balai pelindung oleh pihak BPCB Bali. Balai pelindung sarkofagus dibangun di sebelah rumah Wayan Sudiarjana. Balai pelindung ini dibangun untuk melindungi benda bersejarah tersebut dari cuaca.
Menurut Wayan Widiarta, keempat sarkofagus tersebut sudah rusak sejak awal ditemukan 10 tahun silam. Tak ada satu pun dari 4 sarkofagus itu yang kondisinya masih utuh. Semua sarkofagus rata-rata sudah mengalami kerusakan hingga 90 persen. Karena itu, perlu dikonservasi.
“Kerusakannya termasuk luar biasa, bisa dibilang mencapai 90 persen. Dari konservasi yang pernah kami lakukan, ini yang paling parah. Banyak pecahan atau fragmennya. Itu dapat dipengaruhi dari faktor internal bahan dasar yakni batu padas, selain juga faktor eksternal seperti gempa,” jelas Widiarta saat ditemui NusaBali di balai perlindungan sarkofagus di Desa Pangkung Patruk, Kecamatan Seririt, Rabu (21/8).
Menurut Widiarta, dari 4 sarkofagus yang dikonservasi BPCB Bali, 2 di antaranya berukuran besar dengan panjang 1,5 meter, lebar 1 meter, dan tinggi 1,5 meter. Sedangkan 2 sarkofagus lainnya berukuran lebih kecil, dengan panjang 100 meter.
Keempat sarkofagus tersebut memiliki bentuk dan arsitektur yang sama. Menggunakan batu padas sebagai bahan utama, berbentuk lonjong, masing-masing dengan bagian bawah dan penutup, serta ada empat tonjolan bulat di bagian depannya.
Widiarta mengatakan, dari kondisi kerusakannya yang begitu parah, pihaknya akan melakukan rekontruksi bentuk dan menyatukan sejumlah fragmen, pembersihan dari debu, hingga kamuflase dengan pengeleman dan penyambungan bagian yang patah. Pengelaman dilakukan dengan bahan-bahan dan lem khusus.
“Kami juga kamuflase dengan campuran lem dan bubuk padas, menyesuaikan dengan bahan aslinya. Dengan begitu, nantinya bisa menyatu lagi seperti bentuk aslinya,” papar Widiarta.
Selain karena kondisi kerusakannya cukup parah, kata Widiarta, timnya juga sempat mengalami kesulitan mengangkat tutup sarkofagus lantaran berat dan ukuran batu yang besar. Tim BPCP Bali pimpinan Widiarta pun terpaksa mengakalinya dengan mengikatkan tali dan bantuan masyarakat setempat, agar proses konservasi dapat berjalan.
Widiarta menyebutkan, selain mengagendakan konservasi 4 sarkofagus di Desa Pangkung Paruk, Tim BPCB Bali juga melakukan hal yang sama menkonservasi arca di Pura Kebo Edan, Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. “Selanjutnya, kami akan melakukan konservasi masjid tua Lombok Tengah (NTB), masjid tua di Lombok Utara (NTB), dan konservasi logam di Flores (NTT),” beber Widiarta.
Sementara itu, Kepala BPCB Bali, Ni Komang Anik Purniti, mengatakan konservasi terhadap tinggalan sejarah memang baru kali pertama dilakukan oleh BPCB Bali yang mewilayahi Provinsi Bali, Provinsi NTB, dan Provinsi NTT. Menurut Komang Anik, konservasi yang dilakukan adalah upaya perawatan dan pelestarian yang kedepannya akan dilakukan secara periodik.
Setelah dilakukan konservasi terjhadap 4 sarkofagus di Desa Pangkung Paruk, kata Komang Anik, yang terpenting nanti adalah pengamanan, pengawasan, dan pemeliharaan agar ditingkatkan oleh pemilik tinggalan sejarah maupun Pemkab Buleleng. “Untuk pelestarian ini perlu dilakukan bersama. Pemerintah kabupaten juga kami harapkan memberikan dorongan dengan adanya tinggalan sejarah ini, apakah dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata, misalnya,” tandas Komang Anik.
Sementara, itu pemilik lahan temuan sarkofagus, Wayan Sudiarjana, belum berhasil dikonfirmasi NusaBali. Saat dikunjungi ke rumahnya di Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Rabu kemarin, Sudiarjana yang anggota Polsek Seririt belum pulang kerja.
Yang jelas, Sudiarjana masih menyimpan tulang belulang dan bekal kubur yang ditemukan bersamaan dengan penemuan 4 sarkofagus di lahannya tersebut. Tulang belulang dan bekal kubur ini kini disimpan di kamar suci rumahnya dan dikeramatkan pihak keluarga. *k23
Komentar