Koster Wajibkan Pejabat Beli Motor Listrik
Menteri ESDM, Ignasius Jonan, menyambut baik peningkatan penyediaan energi di Provinsi Bali dengan penggunaan energi bersih
Menuju Bali Ramah Lingkungan, Siapkan Zonasi Kendaraan Listrik
DENPASAR, NusaBali
Wacana Provinsi Bali menuju Pulau Ramah Lingkungan dengan penyediaan dan penggunaan energi ramah lingkungan bakal terwujud. Salah satunya, dimulai dengan penggunaan kendaraan listrik di Bali. Gubernur Wayan Koster pun akan mewajibkan pejabat lingkup Pemprov Bali membeli kendaraan dengan energi listrik, untuk mengurangi polusi.
Rencana ini terungkap saat Gubernur Koster melakukan penandatanganan kerjasama antara Pemprov Bali dan PLN tentang ‘Penguatan Sistem Tenaga Kelistrikan dengan Energi Bersih’, di Gedung Wiswa Sabha Utama Kantor Gubernuran, Niti Mandala Denpasar, Rabu (21/8), dengan disaksikan langsung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan.
Gubernur Koster menyatakan, menciptakan Bali sebagai pulau yang bersih dari polusi adalah sejalan dengan visi misi ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. Karena itu, semua pihak harus mendukung program tersebut. Semuanya akan dimulai dari pejabat OPD Pemprov Bali. “Nanti pejabat OPD wajib beli kendaraan listrik,” jelas Koster usai penandatanganan kerjasama Pemprov Bali dan PLN, Rabu siang.
Menurut Koster, kendaraan listrik memang mahal harganya. Namun, perawatannya murah, bahan bakarnya juga murah. “Jadi, harganya setengah dari sepeda motor yang menggunakan Premiun atau bahan bakar minyak. Nggak perlu pakai oli lagi. Masyarakat selama ini nggak ngitung, padahal biaya perawatan sepeda motor berbahan bakar minyak itu mahal,” tandas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Untuk ketersediaan energi listrik, kata Koster, nantinya akan dibahas Pemprov Bali bersama PLN. Penggunaan energi listrik yang menjadi mode ramah lingkungan ini juga harus didukung dengan ketersediaan listrik yang memadai di Bali.
Koster menegaskan, Bali sebagai destinasi wisata dunia, memiliki visi yang fokus membangun keseimbangan antara alam, manusia, dan budaya yang bersih. "Dalam rangka pelaksanaan visi ini, kami menyiapkan skenario Bali mandiri energi dan energinya adalah energi bersih. Kenapa mandiri energi? Karena Bali adalah tujuan wisata dunia dan energinya harus bersih," papar mantan anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Dapil Bali tiga kali periode (2004-2009, 2009-2014, 2014-2018) ini.
Pada bagian lain, Koster mengatakan saat ini tengah digodok sistem zonasi terkait penggunaan kendaraan listrik di Bali. Zonasi kendaraan listrik ini rencananya bakal diterapkan di kawasan wisata dulu, seperti Kuta (Badung), Sanur (Denpasar), dan Ubud (Gianyar).
Koster juga mengaku sudah melaporkan rencana penggunaan kendaraan listrik ini kepada Presiden Jokowi saat transit di Bandara Internasional Ngurah Rai Tuban, Kecamatan Kuta, Badung, Rabu kemarin. Menurut Koster, Jokowi bahkan usul agar kendaraan listrik ini disubsidi pemerintah.
"Jadi, (penggunaan kendaraan listri) disambut baik. Kata Pak Presiden, 'Kalau perlu disubsidi Gubernur'. Saya katakan kalau disubsidi, nggak ada uangnya, uang dari mana? Jadi, kalau perlu dikasi insentif, bebasin dari PKB. Kalau PKB nanti, pendapatan asal provinsinya hilang langsung Rp 900 miliar. Terlalu berat, Pak, mungkin bisa dicarikan skenario lain supaya insentifnya bisa diterapkan di Bali,” beber Koster.
Disebutkan, Presiden Jokowi dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan Bali dan Jakarta akan jadi proyek percontohan kendaraan listrik ini. Koster pun mendukung rencana ini. "Menurut saya, tepat itu. Cuma, harus diyakinkan masyarakat agar tidak kagetan dan cukup adaptif terhadap penggunaan sarana transportasi yang dipakai," tegas suami dari seniwati multi talenta, Ni Put Putri Suastini ini.
Sementara, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyambut baik peningkatan penyediaan energi di Provinsi Bali dengan penggunaan energi bersih. Jonan menyebutkan, jika pasokan listrik di Bali saat ini mencapai 1.320 Mega Watt (MW), maka tahun 2025 mendatang diharapkan terpasok 2.000 MW. Dari jumlah itu, setengahnya diharapkan energi listrik terbarukan.
"Daya mampu lisrik Bali saat ini sekitar 1.300 MW. Sampai tahun 2025, kita perkirakan tambah menjadi 2.000 MW. Saran saya dua saja. Pertama, tambahannya itu kan 700 MW. Jadi, 350 MW dibangun di Bali, sementara 350 MW lagi dipasok dari Jawa melalui Jawa Bali Connection (JBC) yang 500 kV. Harapan saya, 350 MW yang dibangun di Bali ini seluruhnya energi baru dan terbarukan (EBT)," tandas Jonan seusai menyaksikan penandatanganan MoU antara Pemprov Bali dan PT PLN (Persero) terkait Penguatan Sistem Ketenagalistrikan dengan Pemanfaatan Energi Bersih, Rabu kemarin.
Alumnus ITB Bandung yang satu almamater dengan Gubernur Koster ini mengatakan, tambahan kapasitas energi baru dan terbarukan di Bali nanti utamanya dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan penggunaan Crude Palm Oil (CPO) pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). CPO yang dikenal sebagai Fatty Acid Methyl Esters (FAME), selain mengurangi impor BBM, penambahan FAME pada pembangkit juga ramah lingkungan.
"Saya kira PLTS di Bali bisa besar. Selain itu, nanti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tidak lgi menggunakan minyak diesel, tapi menggunakan minyak Crude Palm Oil (CPO). Itu hitungannya jadi EBT juga," terang Jonan.
Menurut Jonan, peningkatan konsumsi listrik di Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia, harus diimbangi dengan infrastruktur ketenagalistrikan yang mumpuni. Pembangunan pembangkit energi bersih yang mengutamakan energi baru terbarukan (EBT) di Bali juga perlu penguatan, agar sistem kelistrikan menjadi lebih stabil dan mengingat karakteristik pembangkit EBT bersifat intermiten. Untuk itu, pemerintah akan menyatukan sistem kelistrikan Bali dengan sistem di Pulau Jawa, agar layanan listrik lebih andal dan konsisten.
Jonan berharap dengan kerjasama dengan PLN ini dapat meningkatkan pembangunan pembangkit EBT di Bali. Pasalnya, Bali memiliki berbagai potensi energi pembangkit EBT yang dapat dikembangkan, seperti surya, panas bumi, air, biomassa, angin, hingga arus laut. Pengembangan ini juga memdorong tercapainya target bauran energi secara nasional dari EBT sebesar 23 persen tahun 2025.
Dengan adanya JBC, lanjut Jonan, akan diperoleh manfaat seperti cadangan bersama sistem Jawa Bali, bauran energi dan skala keekonomian, serta biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik yang rendah karena dapat menggunakan PLTU Ultra Super Critical di Jawa dan transmisi JBC 500 kV.
Saat ini, kata Jonan, rasio elektrifikasi di Provinsi Bali telah mencapai 100 persen. Sementara daya mampu pembangkit yang dihasilkan untuk pasokan listrik Bali sebesar 1.320 MW. Rinciannya, yang dipasok dari PLTU Celukan Bawang (Desa Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Buleleng) 380 MW, kabel laut Jawa-Bali 400 MW, PLTDG Pesanggaran (Denpasar Selatan) 182 MW, PLTG Pesanggaran (Denpasar Selatan) 22 MW, dan pembangkit BBM 336 MW.
Sementara itu, Plt Direktur PT PLN (Persero), Sripeni Inten Cahyani, mengatakan pelaksaan kerja sama dengan Pemprov Bali dilakukan bukan hanya untuk mencapai target pemerintah terhadap bauran energi secara nasional dari EBT sebesar 23 persen tahun 2025. Melalui kerja sama ini, PLN juga akan mensinergikan perencanaan penyediaan tenaga listrik PLN dengan kebijakan Pemprov Bali.
Dengan MoU ini, Sripeni Inten Cahyani berharap pembangunan JBC bisa menjamin ketersediaan energi di Bali, peningkatan pasar kendaraan listrik, hingga penerapan tarif khusus untuk biaya pemanfaatan energi bersih yakni renewable energy maupun PLTS atap. "Pada prinsipnya, PLN berkomitmen dan sangat mendukung program Pemerintah Provinsi Bali menuju kemandirian energi dengan pemanfaatan energi bersih," papar Sripeni Inten usai penandatanganan MoU dengan Pemprov Bali, Rabu kemarin. *nat
Komentar