RUU Perpindahan Ibukota Belum Ada
Pidato presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 16 Agustus lalu yang meminta izin memindahkan ibukota kepada anggota DPR RI mendapat tanggapan dari sejumlah wakil rakyat.
JAKARTA, NusaBali
Anggota fraksi PAN Yandri Susanto mengaku kaget. Sebab, untuk memindahkan ibukota harus ada undang-undangnya.
Sementara sampai saat ini, pemerintah belum mengajukan rancangan undang-undangnya (RUU). Dia pun menilai, pidato yang disampaikan presiden belum berkekuatan hukum, tidak bisa dieksekusi dan dipertanggungjawabkan.
"Kalau tidak dibahas dengan DPR dan UUnya belum ada, maka perpindahan ibukota itu ilegal,” ujar Yandri di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Kamis (22/8). Oleh karena itu, dia meminta presiden Jokowi segera mengajukan RUU pemindahan ibukota, sekaligus mencabut penetapan ibukota Jakarta ke Kalimatan.
Bagi Yandri, pemindahan ibukota merupakan persoalan serius, karena terkait ibukota negara dan berbagai konsekuensinya. Misalnya, pemindahan gedung-gedung lembaga tinggi negara, aparatur sipil negara dan lain-lain yang bisa menghabiskan anggaran negara sangat besar.
Bahkan untuk pemindahan ibukota telah dinyatakan akan menghabiskan dana sekitar Rp 500 triliun. Menurut Yandri, dana sebesar itu sebaiknya digunakan untuk kepentingan rakyat kecil. Sebab, kondisi ekonomi saat ini masih kurang bagus dan masih ada rakyat miskin yang kesulitan mendapat air bersih.
"Jadi, pemindahan ibukota itu tidak mendesak. Yang mendesak adalah mengatasi kemiskinan di desa-desa yang masyarakatnya hidup sulit air bersih, tak bisa sekolah, kurang gizi dan sebagainya,” papar Yandri.
Sedangkan anggota fraksi Gerindra Bambang Haryo menuturkan, presiden Jokowi telah mengabaikan DPR RI, jika pemindahan ibukota itu benar-benar dilakukan. Lantaran, prosesnya harus melalui UU, melalui kajian akademik, tidak mengorbankan kawasan yang menjadi jantung negara dan lain-lainnya.
"Presiden jangan melangkahi DPR, karena melakukan kajian sendiri dan memutuskan sendiri tanpa mengajak rembuk DPR. Ini merupakan suatu kekeliruan dan ketidakpatutan. Bila dipaksakan kami lawan, karena kami tidak ingin ada pemborosan dan pembangunan asal-asalan. Semoga suara kami di dengarkan," tegas Bambang Haryo.
Lokasi ibu kota baru negara Republik Indonesia diputuskan di Provinsi Kalimantan Timur. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri ATR Sofyan Djalil saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Kamis (22/8).
"Iya, Kaltim benar, tapi belum tahu lokasi spesifiknya di mana yang belum," katanya. Dia bilang lahan seluas 3 ribu hektar telah disiapkan untuk pembangunan tahap pertama. Sementara luas keseluruhan 200-300 ribu Ha.*k22
Sementara sampai saat ini, pemerintah belum mengajukan rancangan undang-undangnya (RUU). Dia pun menilai, pidato yang disampaikan presiden belum berkekuatan hukum, tidak bisa dieksekusi dan dipertanggungjawabkan.
"Kalau tidak dibahas dengan DPR dan UUnya belum ada, maka perpindahan ibukota itu ilegal,” ujar Yandri di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Kamis (22/8). Oleh karena itu, dia meminta presiden Jokowi segera mengajukan RUU pemindahan ibukota, sekaligus mencabut penetapan ibukota Jakarta ke Kalimatan.
Bagi Yandri, pemindahan ibukota merupakan persoalan serius, karena terkait ibukota negara dan berbagai konsekuensinya. Misalnya, pemindahan gedung-gedung lembaga tinggi negara, aparatur sipil negara dan lain-lain yang bisa menghabiskan anggaran negara sangat besar.
Bahkan untuk pemindahan ibukota telah dinyatakan akan menghabiskan dana sekitar Rp 500 triliun. Menurut Yandri, dana sebesar itu sebaiknya digunakan untuk kepentingan rakyat kecil. Sebab, kondisi ekonomi saat ini masih kurang bagus dan masih ada rakyat miskin yang kesulitan mendapat air bersih.
"Jadi, pemindahan ibukota itu tidak mendesak. Yang mendesak adalah mengatasi kemiskinan di desa-desa yang masyarakatnya hidup sulit air bersih, tak bisa sekolah, kurang gizi dan sebagainya,” papar Yandri.
Sedangkan anggota fraksi Gerindra Bambang Haryo menuturkan, presiden Jokowi telah mengabaikan DPR RI, jika pemindahan ibukota itu benar-benar dilakukan. Lantaran, prosesnya harus melalui UU, melalui kajian akademik, tidak mengorbankan kawasan yang menjadi jantung negara dan lain-lainnya.
"Presiden jangan melangkahi DPR, karena melakukan kajian sendiri dan memutuskan sendiri tanpa mengajak rembuk DPR. Ini merupakan suatu kekeliruan dan ketidakpatutan. Bila dipaksakan kami lawan, karena kami tidak ingin ada pemborosan dan pembangunan asal-asalan. Semoga suara kami di dengarkan," tegas Bambang Haryo.
Lokasi ibu kota baru negara Republik Indonesia diputuskan di Provinsi Kalimantan Timur. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri ATR Sofyan Djalil saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Kamis (22/8).
"Iya, Kaltim benar, tapi belum tahu lokasi spesifiknya di mana yang belum," katanya. Dia bilang lahan seluas 3 ribu hektar telah disiapkan untuk pembangunan tahap pertama. Sementara luas keseluruhan 200-300 ribu Ha.*k22
Komentar