Kesetiaan Seorang Istri
Cerita yang dibawakan ini sangat tepat dengan tema PKB ke-38; Karang Awak
Cerita yang Ditampilkan Sanggar Bawa Laksana
DENPASAR, NusaBali
Meski hujan cukup deras mengguyur Taman Budaya Bali, Minggu (26/6), namun kesenian Topeng Prembon yang pentas di kalangan Angsoka, siang kemarin, tak lantas ditinggalkan oleh penonton. Justru kesenian yang dibawakan Sanggar Seni Bawa Laksana dari Banjar Delodsema, Desa Lotunduh, Ubud, Gianyar, tetap menjadi primadona. Tempat duduk yang basah bahkan bukan alasan untuk tidak menonton pertunjukan ini.
Siang itu cerita yang dibawakan cukup menarik. Satya Lakeng Rabi berkisah tentang kesetiaan seorang wanita meskipun sang suami tak berumur panjang. Adalah Sawitri, seorang istri yang sebenarnya telah mengetahui umur suaminya, Satyawan, tak panjang lagi. Meski demikian, Sawitri tetap memilih berada di samping Satyawan.
Tiba waktunya dijemput oleh Dewa Yama, Sawitri tetap saja tidak memberikan nyawa suaminya diambil. Lantas Dewa Yama memberikan tiga permintaan kepada Sawitri, sebagai tukar nyawa Satyawan. Meski tiga permintaan yang diajukan Sawitri, yang meminta kerajaannya supaya kembali, ayahnya sehat kembali dari kebutaannya, dan menginginkan keturunan telah dipenuhi, Sawitri tetap saja kukuh tidak menyerahkan nyawa suaminya. Alasannya, keturunan yang diinginkan Sawitri adalah keturunan antara dirinya dengan Satyawan, bukan dengan laki-laki lain.
“Akhirnya dihidupkan kembali Satyawan. Cerita ini sarat makna, dimana begitu agung kesetiaan seorang istri yang dengan kesetiannya mampu membuat umur bertambah panjang, kesehatan keluarga, serta keturunan,” ujar koordinator Pementasan, Wayan Ari Wibawa.
Kaitannya dengan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38, Karang Awak, Ari Wibawa mengungkapkan cerita ini menjadi sangat tepat untuk dibawakan. Cinta tanah air berarti setia tehadap tanah air. “Kita bisa lihat dari kesetiaan seorang Sawitri. Dia begitu setia mencintai diri sendiri, suami, keluarga, orang lain dan kerajaannya. Itulah Karang Awak,” katanya.
Bagi sanggar yang digawangi Wayan Ari Wibawa, Kadek Budi Setiawan, dan Pande Nyoman Astawa ini, mementaskan topeng prembon tidaklah sebatas menghibur penonton dengan lelucon, tapi harus mampu membawakan pesan-pesan terutama pesan-pesan moral dan kehidupan. “Jadi tidak hanya sebatas bisa menghibur, ngelucu, kita juga harus selipkan pesan-pesan, sehingga penonton mendapat sesuatu usai menonton pementasan kami,” ungkapnya.
Diakui, sejak tiga tahun lalu ketiga jebolan ISI Denpasar jurusan pedalangan ini mulai serius menggeluti seni topeng prembon. Diakuinya pula, hingga saat ini kesenian ini cukup mendapat ruang untuk dipentaskan seperti di pura-pura dan sebagai hiburan untuk masyarakat. “Anak muda juga mulai bermunculan mencoba kesenian ini. Kami optimis makin banyak yang mau melestarikan kesenian Bali ini,” imbuhnya. 7 i
DENPASAR, NusaBali
Meski hujan cukup deras mengguyur Taman Budaya Bali, Minggu (26/6), namun kesenian Topeng Prembon yang pentas di kalangan Angsoka, siang kemarin, tak lantas ditinggalkan oleh penonton. Justru kesenian yang dibawakan Sanggar Seni Bawa Laksana dari Banjar Delodsema, Desa Lotunduh, Ubud, Gianyar, tetap menjadi primadona. Tempat duduk yang basah bahkan bukan alasan untuk tidak menonton pertunjukan ini.
Siang itu cerita yang dibawakan cukup menarik. Satya Lakeng Rabi berkisah tentang kesetiaan seorang wanita meskipun sang suami tak berumur panjang. Adalah Sawitri, seorang istri yang sebenarnya telah mengetahui umur suaminya, Satyawan, tak panjang lagi. Meski demikian, Sawitri tetap memilih berada di samping Satyawan.
Tiba waktunya dijemput oleh Dewa Yama, Sawitri tetap saja tidak memberikan nyawa suaminya diambil. Lantas Dewa Yama memberikan tiga permintaan kepada Sawitri, sebagai tukar nyawa Satyawan. Meski tiga permintaan yang diajukan Sawitri, yang meminta kerajaannya supaya kembali, ayahnya sehat kembali dari kebutaannya, dan menginginkan keturunan telah dipenuhi, Sawitri tetap saja kukuh tidak menyerahkan nyawa suaminya. Alasannya, keturunan yang diinginkan Sawitri adalah keturunan antara dirinya dengan Satyawan, bukan dengan laki-laki lain.
“Akhirnya dihidupkan kembali Satyawan. Cerita ini sarat makna, dimana begitu agung kesetiaan seorang istri yang dengan kesetiannya mampu membuat umur bertambah panjang, kesehatan keluarga, serta keturunan,” ujar koordinator Pementasan, Wayan Ari Wibawa.
Kaitannya dengan tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-38, Karang Awak, Ari Wibawa mengungkapkan cerita ini menjadi sangat tepat untuk dibawakan. Cinta tanah air berarti setia tehadap tanah air. “Kita bisa lihat dari kesetiaan seorang Sawitri. Dia begitu setia mencintai diri sendiri, suami, keluarga, orang lain dan kerajaannya. Itulah Karang Awak,” katanya.
Bagi sanggar yang digawangi Wayan Ari Wibawa, Kadek Budi Setiawan, dan Pande Nyoman Astawa ini, mementaskan topeng prembon tidaklah sebatas menghibur penonton dengan lelucon, tapi harus mampu membawakan pesan-pesan terutama pesan-pesan moral dan kehidupan. “Jadi tidak hanya sebatas bisa menghibur, ngelucu, kita juga harus selipkan pesan-pesan, sehingga penonton mendapat sesuatu usai menonton pementasan kami,” ungkapnya.
Diakui, sejak tiga tahun lalu ketiga jebolan ISI Denpasar jurusan pedalangan ini mulai serius menggeluti seni topeng prembon. Diakuinya pula, hingga saat ini kesenian ini cukup mendapat ruang untuk dipentaskan seperti di pura-pura dan sebagai hiburan untuk masyarakat. “Anak muda juga mulai bermunculan mencoba kesenian ini. Kami optimis makin banyak yang mau melestarikan kesenian Bali ini,” imbuhnya. 7 i
Komentar