Kesenjangan Daya Saing Daerah Cukup Besar
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berpandangan hingga saat ini masih terdapat kesenjangan daya saing daerah yang cukup besar antarprovinsi dan antarkabupaten/kota di Tanah Air.
DENPASAR, NusaBali
"Namun, kita belum memiliki instrumen yang disepakati sebagai alat ukur (tools) dalam memetakan tingkat kesenjangan daya saing masing-masing daerah," kata Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe, dalam Focus Group Discussion (FGD) di Denpasar, Sabtu (24/8).
Oleh karena itu, Kemenristekdikti menyelenggarakan FGD bertopik ‘Pembenahan Kebijakan untuk Penguatan Ekosistem Inovasi dan Daya Saing Daerah’ sebagai salah satu rangkaian kegiatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 yang dipusatkan di Bali.
Jumain menambahkan, FGD bertujuan untuk berbagi ide dan pengalaman dari para pemangku kepentingan inovasi di daerah untuk menghimpun berbagai substansi materi muatan untuk merumuskan harmonisai dan sinkronisasi kebijakan berkenaan dengan penguatan ekosistem dan daya saing daerah.
Diskusi dihadiri para peserta yang berasal dari unsur badan penelitian dan pengembangan (bappedalitbang) daerah, organisasi perangkat daerah, lembaga litbang kementerian, pemangku kepentingan inovasi, perguruan tinggi dan lembaga penunjang inovasi.
Kemenristekdikti bersama Kemendagri, lanjut Jumain, mencoba menginisiasi penyusunan suatu model pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang holistik dan memenuhi prinsip-prinsip dasar penentuan indeks. Instrumen IDSD ini telah diujiterapkan di 25 provinsi dan 158 kabupaten/kota di Nusantara. "Saat ini IDSD dalam proses finalisasi dan selanjutnya akan dirumuskan kebijakannya sehingga dapat diluncurkan untuk diaplikasikan oleh pemangku kepentingan di daerah," ujarnya.
Sementara itu, Prof Martani Huseini, salah satu narasumber dari Universitas Indonesia mengemukakan bahwa model pengukuran IDSD terdiri dari empat aspek, yakni Lingkungan Pendukung (Enabling Environment), Pasar (Market), Sumber Daya Manusia (Human Capital) dan Ekosistem Inovasi (Innovation Ecosystem), yang tersusun dari 12 dimensi dan 78 indikator.
Model IDSD sendiri mengadopsi gabungan model Global Innovation Index - WEF, Global Innovation Index (GII) dan beberapa dimensi dan indikator disesuaikan dengan ketersediaan data di daerah.
"Hasil pemetaan IDSD akan menggambarkan level kekuatan dan kelemahan daya saing suatu daerah sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program dan pembangunan daerah," kata Martani. "Sejalan dengan semangat otonomi daerah, peran kepemimpinan yang inovatif diperlukan untuk membangun ekosistem yang kondusif dan terintegrasi agar inovasi dapat berkembang dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan di daerah," ucapnya.
Kepala Bagian Perencanaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, Mohammad Noval dalam kesempatan itu mengulas berbagai perspektif berkenaan dengan pembenahan kebijakan inovasi dan daya saing daerah. "Dari pemimpin yang inovatif akan lahir kebijakan yang inovatif pula sebagai syarat terbangunnya kolaborasi dan sinergi antar-aktor inovasi yaitu pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan komunitas serta komponen bangsa lainnya," kata Noval. *ant
Oleh karena itu, Kemenristekdikti menyelenggarakan FGD bertopik ‘Pembenahan Kebijakan untuk Penguatan Ekosistem Inovasi dan Daya Saing Daerah’ sebagai salah satu rangkaian kegiatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 yang dipusatkan di Bali.
Jumain menambahkan, FGD bertujuan untuk berbagi ide dan pengalaman dari para pemangku kepentingan inovasi di daerah untuk menghimpun berbagai substansi materi muatan untuk merumuskan harmonisai dan sinkronisasi kebijakan berkenaan dengan penguatan ekosistem dan daya saing daerah.
Diskusi dihadiri para peserta yang berasal dari unsur badan penelitian dan pengembangan (bappedalitbang) daerah, organisasi perangkat daerah, lembaga litbang kementerian, pemangku kepentingan inovasi, perguruan tinggi dan lembaga penunjang inovasi.
Kemenristekdikti bersama Kemendagri, lanjut Jumain, mencoba menginisiasi penyusunan suatu model pengukuran Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang holistik dan memenuhi prinsip-prinsip dasar penentuan indeks. Instrumen IDSD ini telah diujiterapkan di 25 provinsi dan 158 kabupaten/kota di Nusantara. "Saat ini IDSD dalam proses finalisasi dan selanjutnya akan dirumuskan kebijakannya sehingga dapat diluncurkan untuk diaplikasikan oleh pemangku kepentingan di daerah," ujarnya.
Sementara itu, Prof Martani Huseini, salah satu narasumber dari Universitas Indonesia mengemukakan bahwa model pengukuran IDSD terdiri dari empat aspek, yakni Lingkungan Pendukung (Enabling Environment), Pasar (Market), Sumber Daya Manusia (Human Capital) dan Ekosistem Inovasi (Innovation Ecosystem), yang tersusun dari 12 dimensi dan 78 indikator.
Model IDSD sendiri mengadopsi gabungan model Global Innovation Index - WEF, Global Innovation Index (GII) dan beberapa dimensi dan indikator disesuaikan dengan ketersediaan data di daerah.
"Hasil pemetaan IDSD akan menggambarkan level kekuatan dan kelemahan daya saing suatu daerah sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program dan pembangunan daerah," kata Martani. "Sejalan dengan semangat otonomi daerah, peran kepemimpinan yang inovatif diperlukan untuk membangun ekosistem yang kondusif dan terintegrasi agar inovasi dapat berkembang dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan di daerah," ucapnya.
Kepala Bagian Perencanaan Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, Mohammad Noval dalam kesempatan itu mengulas berbagai perspektif berkenaan dengan pembenahan kebijakan inovasi dan daya saing daerah. "Dari pemimpin yang inovatif akan lahir kebijakan yang inovatif pula sebagai syarat terbangunnya kolaborasi dan sinergi antar-aktor inovasi yaitu pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, dan komunitas serta komponen bangsa lainnya," kata Noval. *ant
1
Komentar