Pasangan Lansia Kelabakan Biayai Pendidikan Sang Cucu
Nasib malang pasangan suami istri lanjut usia (pasutri lansia) asal Banjar Dinas Pendem, Desa Bebetin, Kecamatan Sawan, Buleleng, sedang menjalani cobaan hidup yang besar.
SINGARAJA, NusaBali
Mereka yang hidup di garis kemiskinan di usia senjanya masih harus mengasuh satu-satunya keturunan mereka yang tersisa. Cucunya Luh Putu Juli Tini, yang saat ini berusia enam tahun pun rentan terancam pendidikannya.
Guru Sumadapet, 70, bersama istrinya Ketut Suli, 50, ditemui Senin (26/8) kemarin telah menghuni rumah layak huni, bedah rumah dari Pemerintah Provinsi Bali, tahun 2018 lalu. Lansia ini juga disebut sudah mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) setiap bulannya. Dengan bantuan sosial dari pemerintah, yang seharusnya menyelesaikan masalah kemiskinan itu lantas tak menjamin karena kondisi pasutri itu sudah tak produktif.
Sumadapet saat ini hanya tinggal dirumah karena sudah sakit-sakitan. Biaya hidup keluarga ini hanya mengandalkan hasil kerja Ketut Suli yang penghasilannya tak menentu sebagai buruh serabutan. Cucuya Luh Putu Juli Tini juga sempat terancam pendidikannya, saat ayahnya (anak semata wayang Sumadapet, red) Gede Sarana, meninggal kecelakaan saat Juli Tini berumur 3 bulan. Cobaan berat bocah enam tahun itu juga sudah dimulai saat ditinggal ibunya usai dilahirkan.
“Saya hanya punya satu anak laki-laki, tepi saat ini (Juli Tini) lahir, meninggal karena kecelakaan. Ibunya sudah duluan pergi meninggalkan anak saya. Saya mengasuhnya dari sejak ditinggalkan ibunya belum usia tiga bulan. Jadi saya hanya punya cucu saya ini saja sekarang,” ujar Suli.
Dengan kondisinya yang sudah renta dan tidak mampu pasutri lansia pun awalnya pasrah dengan nasib cucu kesayangannya. Bahkan untuk menyekolahkan ke TK, SD hingga SMP yang kini biaya pendidikannya gratis. Masalah yang masih dipikirkan karena jarak tempat tinggal Juli Tini bersama kakek dan neneknya cukup jauh dari sekolah.
Untuk menempuh pusat desa saja dia harus menempuh jarak 1,5 kilometer. Jarak yang jauh itu juga menjadi masalah kakek nenek Juli Tini untuk menyekolahkan cucunya. Selain tak memiliki motor, jaraknya yang cukup jauh tak memungkinkan lansia renta ini mengantar cucunya setiap hari.
Namun baru-baru ini, rejeki Juli Tini nampaknya mulai terbuka. Dia sejak Senin (26/8) sudah tercatat sebagai siswa TK Widya Kumara, Desa Bebetin. Bocah cantik ini pun dibantu warga setempat yang mensuport biaya ojek setiap harinya saat berangkat sekolah sebesar Rp 10 ribu per hari. Kondisi ketidak mampuan keluarga Sumadapet pun mulai didukung oleh komunitas dan masyarakat peduli sosial, termasuk Dinas Sosial Buleleng yang langsung berkunjung siang kemarin.
Dipimpin Kabid, Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial, Dinas Sosial Buleleng, Luh Emi Suesti, menanyakan kepastian pendidikan pada Juli Tini. Terlebih bantuan PKH yang diterima kakek dan neneknya tak dapat mengcover biaya pendidikannya karena tak memenuhi syarat. “Sudah dimasukkan KK kakek neneknya, tetapi dari ketentuan penerima PKH tidak memenuhi syarat, karena harus orangtua langsung. Sehingga kami kawal untuk pendidikannya, terutama biaya transportasinya karena rumahnya jauh dan kakek neneknya sudah renta dan tidak produktif,” kata Emi.
Pihaknya pun mengapresiasi warga setempat yang sudah mau menjadi donatur biaya transportasi Juli Tini selama setahun ke depan. Namun pihaknya berharap donasi dapat berkelanjutan hingga Juli Tini mennyelesaikan pendidikannya di sekolah tingkat atas atau Perguruan Tinggi. “Sementara kami tetap pantau dan lihat kelanjutannya dulu, saat ini sudah ada donatur, tetapi nanti kalau misalnya terputus agar diantisipasi lebih awal dan berkoordinasi dengan yayasan yang siap membantu,” jelas Emi.
Sementara itu Plh Perbekel Bebetin, I Made Mei Wijaya, mengatakan sejauh ini pemerintah desa tetap mengakomodir dan mengupayakan keluarga tersebut mendapat bantuan. Hanya saja potensi pendidikannya Juli Tini memang diakuinya belum terakomodir program desa. “Kalau pemerintah desa tidak berbuat itu kan salah, buktinya sudha dapat bedah rumah, PKH dan beras juga, cuma alokasi untuk biaya anak-anak kurang mampu yang produktif sekolah dan lansia tidak bekerja akan kami upayakan anggarannya ke depan,” ucap Mei yang juga Sekdes itu. *k23
Guru Sumadapet, 70, bersama istrinya Ketut Suli, 50, ditemui Senin (26/8) kemarin telah menghuni rumah layak huni, bedah rumah dari Pemerintah Provinsi Bali, tahun 2018 lalu. Lansia ini juga disebut sudah mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) setiap bulannya. Dengan bantuan sosial dari pemerintah, yang seharusnya menyelesaikan masalah kemiskinan itu lantas tak menjamin karena kondisi pasutri itu sudah tak produktif.
Sumadapet saat ini hanya tinggal dirumah karena sudah sakit-sakitan. Biaya hidup keluarga ini hanya mengandalkan hasil kerja Ketut Suli yang penghasilannya tak menentu sebagai buruh serabutan. Cucuya Luh Putu Juli Tini juga sempat terancam pendidikannya, saat ayahnya (anak semata wayang Sumadapet, red) Gede Sarana, meninggal kecelakaan saat Juli Tini berumur 3 bulan. Cobaan berat bocah enam tahun itu juga sudah dimulai saat ditinggal ibunya usai dilahirkan.
“Saya hanya punya satu anak laki-laki, tepi saat ini (Juli Tini) lahir, meninggal karena kecelakaan. Ibunya sudah duluan pergi meninggalkan anak saya. Saya mengasuhnya dari sejak ditinggalkan ibunya belum usia tiga bulan. Jadi saya hanya punya cucu saya ini saja sekarang,” ujar Suli.
Dengan kondisinya yang sudah renta dan tidak mampu pasutri lansia pun awalnya pasrah dengan nasib cucu kesayangannya. Bahkan untuk menyekolahkan ke TK, SD hingga SMP yang kini biaya pendidikannya gratis. Masalah yang masih dipikirkan karena jarak tempat tinggal Juli Tini bersama kakek dan neneknya cukup jauh dari sekolah.
Untuk menempuh pusat desa saja dia harus menempuh jarak 1,5 kilometer. Jarak yang jauh itu juga menjadi masalah kakek nenek Juli Tini untuk menyekolahkan cucunya. Selain tak memiliki motor, jaraknya yang cukup jauh tak memungkinkan lansia renta ini mengantar cucunya setiap hari.
Namun baru-baru ini, rejeki Juli Tini nampaknya mulai terbuka. Dia sejak Senin (26/8) sudah tercatat sebagai siswa TK Widya Kumara, Desa Bebetin. Bocah cantik ini pun dibantu warga setempat yang mensuport biaya ojek setiap harinya saat berangkat sekolah sebesar Rp 10 ribu per hari. Kondisi ketidak mampuan keluarga Sumadapet pun mulai didukung oleh komunitas dan masyarakat peduli sosial, termasuk Dinas Sosial Buleleng yang langsung berkunjung siang kemarin.
Dipimpin Kabid, Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial, Dinas Sosial Buleleng, Luh Emi Suesti, menanyakan kepastian pendidikan pada Juli Tini. Terlebih bantuan PKH yang diterima kakek dan neneknya tak dapat mengcover biaya pendidikannya karena tak memenuhi syarat. “Sudah dimasukkan KK kakek neneknya, tetapi dari ketentuan penerima PKH tidak memenuhi syarat, karena harus orangtua langsung. Sehingga kami kawal untuk pendidikannya, terutama biaya transportasinya karena rumahnya jauh dan kakek neneknya sudah renta dan tidak produktif,” kata Emi.
Pihaknya pun mengapresiasi warga setempat yang sudah mau menjadi donatur biaya transportasi Juli Tini selama setahun ke depan. Namun pihaknya berharap donasi dapat berkelanjutan hingga Juli Tini mennyelesaikan pendidikannya di sekolah tingkat atas atau Perguruan Tinggi. “Sementara kami tetap pantau dan lihat kelanjutannya dulu, saat ini sudah ada donatur, tetapi nanti kalau misalnya terputus agar diantisipasi lebih awal dan berkoordinasi dengan yayasan yang siap membantu,” jelas Emi.
Sementara itu Plh Perbekel Bebetin, I Made Mei Wijaya, mengatakan sejauh ini pemerintah desa tetap mengakomodir dan mengupayakan keluarga tersebut mendapat bantuan. Hanya saja potensi pendidikannya Juli Tini memang diakuinya belum terakomodir program desa. “Kalau pemerintah desa tidak berbuat itu kan salah, buktinya sudha dapat bedah rumah, PKH dan beras juga, cuma alokasi untuk biaya anak-anak kurang mampu yang produktif sekolah dan lansia tidak bekerja akan kami upayakan anggarannya ke depan,” ucap Mei yang juga Sekdes itu. *k23
Komentar