Dorong Kebangkitan Startup Daerah
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mendorong kemunculan startup (usaha rintisan) di daerah-daerah, dalam memaknai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 yang dipusatkan peringatannya di Pulau Bali.
DENPASAR, NusaBali
"Oleh karena itu, kami ingin mendorong startup daerah muncul dengan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) yang diselenggarakan di daerah-daerah. Mudah-mudahan mendorong riset ke depan semakin baik, prototipe makin baik dan inovasinya makin baik," kata Menristekdikti Mohammad Nasir di sela-sela pembukaan Kegiatan Ilmiah dan Rakornas Inovasi Nasional, di Inna Grand Bali Beach, Sanur, Senin (26/8).
Nasir mengemukakan, jika dilihat dari data sejak 2015 hingga saat ini jumlah startup di Indonesia sudah 1.350 startup, baik yang berskala besar, sedang dan kecil. Dia mengklaim jumlah startup tersebut sudah cukup banyak dibandingkan dengan Iran, yang dalam 10 tahun (2004-2014) menghasilkan 1.000 startup.
Demikian pula dengan hasil riset perguruan tinggi di Indonesia, menurut Nasir, sekarang jumlahnya jadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Jika jumlah riset di Indonesia pada akhir 2014 hanya 5.250 dan saat itu Thailand 8.000, Singapura 18.000 dan Malaysia 28.000, namun sekarang posisinya Malaysia 33.175, dan Indonesia 33.750.
"Jadi, kita sekarang tertinggi di Asia Tenggara. Paten Indonesia juga nomor 1 di Asia Tenggara sejumlah 2.675, Singapura 2.225 dan Malaysia di bawahnya," ucapnya.
Menurut Menristekdikti Mohamad Nasir, yang penting sekarang bagaimana meningkatkan kualitas riset makin baik, karena tidak cukup jika jumlahnya saja yang makin banyak. "Bantuan yang kami lakukan di Kemenristekdikti dengan menyelesaikan hulunya, sedangkan hilirnya saya harapkan industri yang memanfaatkan," ujarnya sembari mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan Kemenristekdikti untuk sektor hulunya dalam riset BBM dari kelapa sawit sekitar Rp20-an miliar.
Di samping itu, juga tengah didorong peningkatan honor dosen peneliti. "Honor dosen peneliti ini kami sudah minta Pak Sekjen, ini sudah kami bicarakan supaya peneliti mendapatkan penghasilan yang layak. Jangan penghasilannya tidak layak, ini masalah, akan lari semua nanti," katanya.
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan harmonisasi sehingga para peneliti Indonesia yang sebelumnya di luar negeri kembali ke Tanah Air. "Dari diaspora kita kami undang, ingin bergabung lagi ke Indonesia karena kami fasilitasi dengan baik," ujarnya. *ant
Nasir mengemukakan, jika dilihat dari data sejak 2015 hingga saat ini jumlah startup di Indonesia sudah 1.350 startup, baik yang berskala besar, sedang dan kecil. Dia mengklaim jumlah startup tersebut sudah cukup banyak dibandingkan dengan Iran, yang dalam 10 tahun (2004-2014) menghasilkan 1.000 startup.
Demikian pula dengan hasil riset perguruan tinggi di Indonesia, menurut Nasir, sekarang jumlahnya jadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Jika jumlah riset di Indonesia pada akhir 2014 hanya 5.250 dan saat itu Thailand 8.000, Singapura 18.000 dan Malaysia 28.000, namun sekarang posisinya Malaysia 33.175, dan Indonesia 33.750.
"Jadi, kita sekarang tertinggi di Asia Tenggara. Paten Indonesia juga nomor 1 di Asia Tenggara sejumlah 2.675, Singapura 2.225 dan Malaysia di bawahnya," ucapnya.
Menurut Menristekdikti Mohamad Nasir, yang penting sekarang bagaimana meningkatkan kualitas riset makin baik, karena tidak cukup jika jumlahnya saja yang makin banyak. "Bantuan yang kami lakukan di Kemenristekdikti dengan menyelesaikan hulunya, sedangkan hilirnya saya harapkan industri yang memanfaatkan," ujarnya sembari mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan Kemenristekdikti untuk sektor hulunya dalam riset BBM dari kelapa sawit sekitar Rp20-an miliar.
Di samping itu, juga tengah didorong peningkatan honor dosen peneliti. "Honor dosen peneliti ini kami sudah minta Pak Sekjen, ini sudah kami bicarakan supaya peneliti mendapatkan penghasilan yang layak. Jangan penghasilannya tidak layak, ini masalah, akan lari semua nanti," katanya.
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan harmonisasi sehingga para peneliti Indonesia yang sebelumnya di luar negeri kembali ke Tanah Air. "Dari diaspora kita kami undang, ingin bergabung lagi ke Indonesia karena kami fasilitasi dengan baik," ujarnya. *ant
Komentar