Wakil di Senayan Dukung Stop Reklamasi
Kementerian BUMN Sarankan Pelindo Berkomunikasi dengan Gubernur Bali
Anggota Komisi IV DPR RI, Made Urip, sebut Gubernur Koster sudah bersikap tegas dan berani, bukti sutindih dengan Gumi Bali
DENPASAR, NusaBali
Dukungan terhadap Gubernur Bali Wayan Koster untuk hentikan reklamasi yang dilakukan PT Pelindo III di Pelabuhan Benoa, Kecamatan Denpasar Selatan, semakin meluas. Setelah support dari DPRD Bali, kalangan tokoh umat, tokoh adat, dan akademisi, kini Komisi IV DPR RI (yang membidangi pertanian, perikanan, kelautan) juga dukung langkah Gubernur Koster stop reklamasi.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Made Urip, mengatakan Gubernur Koster sudah bersikap tegas dan berani. Ini menunjukkan sikap sutindih dengan Gumi Bali. “Kita acungi jempol Gubernur Koster atas keberaniannya menghentikan aktivitas reklamasi di Bali. Sikap ini juga seiring dengan konsep beliau dalam rangka mengelola alam Bali secara tegak lurus,” tegas Made Urip saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa (27/8).
Menurut Made Urip, persoalan reklamasi sudah sering menjadi masalah, karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya. “Dampak reklamasi sangat signifikan merusak lingkungan, terutama hutan mangrove. Jadi, tepat sekali langkah hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa, karena akan menganggu konservasi alam kita di ruang laut,” katanya.
“Selain itu, reklamasi juga merusak kesucian kawasan yang selama ini dijaga para leluhur kita dengan konsep Tri Hita Karana. Kita tahu, konsep Tri Hita Karana ini menjadi pegangan dalam menjaga alam Bali secara sekala niskala,” lanjut politisi senior asal Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan yang juga Wakil Ketua Bidang Pertanian DPP PDIP ini.
Ditanya soal keputuan hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa ini agak terlambat, menurut Urip, tidak jadi masalah. Daripada tidak sama sekali mengambil sikap. “Tak ada istilah terlambat, daripada tidak sama sekali. Pengelolaan laut itu harus direncanakan dulu. Ada konsepnya, jangan kayak reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa,” tandas Urip yang untuk periode kelima lolos ke DPR RI Dapil Bali melalui Pileg 2019.
Urip mengakui kasus reklamasi seluas 85 hektare di Pelabuhan Benoa, memang sudah lama dimasalahkan. “Saya pernah sidak ke sana setahun lalu. Bagi kami sebagai wakil rakyat Bali, pembangunan dengan reklamasi sangat tidak ramah lingkungan. Saya berharap siapa pun yang akan membangun di Bali, supaya benar-benar memiliki konsep menjaga Bali, tidak ngawur,” katanya.
Paparan senada juga dilontarkan anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata), Putu Supadma Rudana. Menurut anggota Fraksi Demokrat DPR RI Dapil Bali ini, dalam reklamasi di Pelabuhan Benoa, ada rencana mengembangkan Tourism Marine Hub untuk income di bidang pariwisata. Tetapi, aspirasi masyarakat soal kerusakan lingkungan hutan mangrove juga wajib didengar oleh pihak otoritas pelabuhan.
“Apa pun aspirasi dan keinginan masyarakat Bali, harus didengar. Gubernur Koster adalah simbol rakyat Bali. Kita apresiasi komitmen Gubernur menolak pembangunan yang bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana, karena dapat merusak alam Bali,” ujar politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini saat dikonfirmasi terpisah, Selasa siang.
Supadma menyebutkan, konsep pariwisata di Bali harus mengacu dengan Tri Hita Karana, yakni konsep pembangunan yang menjaga kelestarian dan kesucian alam Bali. Disebutkan, kepariwisataan harus dibangun secara berkelanjutan dengan mengacu kepada Sustainable Development Goals, sebagai target bersama tahun 2030 yang bertujuan mengentaskan kemiskinan, mendukung pertanian yang baik untuk mengakhiri kelaparan, memastikan kehidupan yang sehat, dan sejahtera bagi semua elemen masyarakat.
“Ini pernah digagas di era Presiden SBY. Dihentikannya proyek reklamasi ini harus menjadi komitmen bersama untuk menjaga kelangsungan kehidupan kita yang sehat dari segala aspek. Salah satunya, mengatasi perubahan iklim dan melindungi kawasan hutan dan laut kita. Konsep Tri Hita Karana adalah konsep pemuliaan terhadap alam. Jangan sampai perusakan alam dibiarkan,” kata Supadma yang juga Wakil Sekjen DPP Demokrat.
Sementara, kalangan tokoh adat dan agama di Bali sebelumnya juga kompak dukung keputusan Gubernur Koster untuk hentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa. Pasalnya, kegiatan reklamasi seluas 85 hektare ini telah menggerus taksu Bali berkaitan dengan aspek li-ngkungan maupun kesucian pura.
Dukungan stop reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa tersebut tercetus dalam jumpa pers bersama yang digelar Majelis Utama Desa Adat (MUDA) Provinsi Bali, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali, dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/8).
Bendesa Agung (Ketua MUDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, yang sekaligus Ketua FKUB Provinsi Bali, mengatakan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa yang telah merusak lingkungan dan menggerus taksu Bali ini sebelumnya tidak pernah dikonsultasikan dengan MUDP. Konsultasi dengan PHDI Bali sebagai bahan pertimbangan dalam membangun proyek di Pulau Dewata, juga tidak pernah dilakukan pihak PT Pelindo III.
Karena itu, Putra Sukahet selaku Bendesa Agung Provinsi Bali tidak saja mendukung keputusan Gubernur Koster yang mengeluarkan surat agar PT Pelindo III stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. Putra Sukahet juga akan turut mengawal persoalan ini.
Paparan senada juga disampaikan Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi. Menurut Prof Sudiana, pihak PT Pelindo III tidak ada yang datang ke PHDI Bali untuk berkonsultasi masalah reklamasi di Pelabuhan Benoa. Namun, PHDI Bali sudah memberikan pandangan-pandangan umum kalau reklamasi tidak boleh dilakukan di laut.
“Kalau saja mereka memang datang ke PHDI untuk berkonsultasi, maka akan kita sampaikan bahwa itu (reklamasi di laut) tidak benar. Kami sebenarnya mau menyampaikan ini kepada Gubernur Bali. Tapi, kecepetan Gubernur yang memutusnya,” tandas Prof Sudiana.
Sedangkan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengeluarkan surat dukungan penuh kepada Gubernur Koster untuk hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa. Dukungan Dewan itu dituangkan dalam surat Nomor 091.1/2692/DPRD Bali tertanggal 26 agustus 2019, yang ditembuskan ke Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri Agraria. Dukungan serupa untuk Gubernur Koster juga disampaikan dua akademisi dari Unud, Prof Dr Ida Bagus Wyasa Putra dan Prof Dr Ir I Wayan Windia.
"Menteri BUMN (Rini Soewandi) telah meminta PT Pelindo III agar melakukan komunikasi lebih lanjut dengan Gubernur Bali," ungkap Kepala Bagian Humas dan Protokol Kementerian BUMN, Ferry Andrianto, saat dikonfirmasi NusaBali di Jakarta, Selasa (27/8).
Mneurut Ferry, komunikasi lebih lanjut ini untuk mengedepankan dialog dan musyawarah dalam mencari penyelesaian. Pasalnya, Pemprov Bali dan Pelindo III memiliki komitmen sama untuk pengembangan pariwisata yang merupakan salah satu program pemerintah. Sedangkan Bali merupakan ikon utama untuk pengembangan Hub Port dan Turn Round Port bagi kapal cruise.
Sebaliknya, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Djati Witjaksono Hadi, mengatakan hingga Selasa kemarin pihaknya belum menerima surat tembusan yang dikirimkan Gubernur Bali terkait usulan stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. "Saya cek ke TU Menteri, suratnya belum sampai di Kementerian KLHK," papar Djati. *nat,k22
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDIP Dapil Bali, I Made Urip, mengatakan Gubernur Koster sudah bersikap tegas dan berani. Ini menunjukkan sikap sutindih dengan Gumi Bali. “Kita acungi jempol Gubernur Koster atas keberaniannya menghentikan aktivitas reklamasi di Bali. Sikap ini juga seiring dengan konsep beliau dalam rangka mengelola alam Bali secara tegak lurus,” tegas Made Urip saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa (27/8).
Menurut Made Urip, persoalan reklamasi sudah sering menjadi masalah, karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya. “Dampak reklamasi sangat signifikan merusak lingkungan, terutama hutan mangrove. Jadi, tepat sekali langkah hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa, karena akan menganggu konservasi alam kita di ruang laut,” katanya.
“Selain itu, reklamasi juga merusak kesucian kawasan yang selama ini dijaga para leluhur kita dengan konsep Tri Hita Karana. Kita tahu, konsep Tri Hita Karana ini menjadi pegangan dalam menjaga alam Bali secara sekala niskala,” lanjut politisi senior asal Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan yang juga Wakil Ketua Bidang Pertanian DPP PDIP ini.
Ditanya soal keputuan hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa ini agak terlambat, menurut Urip, tidak jadi masalah. Daripada tidak sama sekali mengambil sikap. “Tak ada istilah terlambat, daripada tidak sama sekali. Pengelolaan laut itu harus direncanakan dulu. Ada konsepnya, jangan kayak reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa,” tandas Urip yang untuk periode kelima lolos ke DPR RI Dapil Bali melalui Pileg 2019.
Urip mengakui kasus reklamasi seluas 85 hektare di Pelabuhan Benoa, memang sudah lama dimasalahkan. “Saya pernah sidak ke sana setahun lalu. Bagi kami sebagai wakil rakyat Bali, pembangunan dengan reklamasi sangat tidak ramah lingkungan. Saya berharap siapa pun yang akan membangun di Bali, supaya benar-benar memiliki konsep menjaga Bali, tidak ngawur,” katanya.
Paparan senada juga dilontarkan anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata), Putu Supadma Rudana. Menurut anggota Fraksi Demokrat DPR RI Dapil Bali ini, dalam reklamasi di Pelabuhan Benoa, ada rencana mengembangkan Tourism Marine Hub untuk income di bidang pariwisata. Tetapi, aspirasi masyarakat soal kerusakan lingkungan hutan mangrove juga wajib didengar oleh pihak otoritas pelabuhan.
“Apa pun aspirasi dan keinginan masyarakat Bali, harus didengar. Gubernur Koster adalah simbol rakyat Bali. Kita apresiasi komitmen Gubernur menolak pembangunan yang bertentangan dengan konsep Tri Hita Karana, karena dapat merusak alam Bali,” ujar politisi Demokrat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini saat dikonfirmasi terpisah, Selasa siang.
Supadma menyebutkan, konsep pariwisata di Bali harus mengacu dengan Tri Hita Karana, yakni konsep pembangunan yang menjaga kelestarian dan kesucian alam Bali. Disebutkan, kepariwisataan harus dibangun secara berkelanjutan dengan mengacu kepada Sustainable Development Goals, sebagai target bersama tahun 2030 yang bertujuan mengentaskan kemiskinan, mendukung pertanian yang baik untuk mengakhiri kelaparan, memastikan kehidupan yang sehat, dan sejahtera bagi semua elemen masyarakat.
“Ini pernah digagas di era Presiden SBY. Dihentikannya proyek reklamasi ini harus menjadi komitmen bersama untuk menjaga kelangsungan kehidupan kita yang sehat dari segala aspek. Salah satunya, mengatasi perubahan iklim dan melindungi kawasan hutan dan laut kita. Konsep Tri Hita Karana adalah konsep pemuliaan terhadap alam. Jangan sampai perusakan alam dibiarkan,” kata Supadma yang juga Wakil Sekjen DPP Demokrat.
Sementara, kalangan tokoh adat dan agama di Bali sebelumnya juga kompak dukung keputusan Gubernur Koster untuk hentikan reklamasi di kawasan Pelabuhan Benoa. Pasalnya, kegiatan reklamasi seluas 85 hektare ini telah menggerus taksu Bali berkaitan dengan aspek li-ngkungan maupun kesucian pura.
Dukungan stop reklamasi kawasan Pelabuhan Benoa tersebut tercetus dalam jumpa pers bersama yang digelar Majelis Utama Desa Adat (MUDA) Provinsi Bali, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Bali, dan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali di Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Niti Mandala Denpasar, Senin (26/8).
Bendesa Agung (Ketua MUDA) Provinsi Bali, Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, yang sekaligus Ketua FKUB Provinsi Bali, mengatakan proyek reklamasi di Pelabuhan Benoa yang telah merusak lingkungan dan menggerus taksu Bali ini sebelumnya tidak pernah dikonsultasikan dengan MUDP. Konsultasi dengan PHDI Bali sebagai bahan pertimbangan dalam membangun proyek di Pulau Dewata, juga tidak pernah dilakukan pihak PT Pelindo III.
Karena itu, Putra Sukahet selaku Bendesa Agung Provinsi Bali tidak saja mendukung keputusan Gubernur Koster yang mengeluarkan surat agar PT Pelindo III stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. Putra Sukahet juga akan turut mengawal persoalan ini.
Paparan senada juga disampaikan Ketua PHDI Bali, Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana MSi. Menurut Prof Sudiana, pihak PT Pelindo III tidak ada yang datang ke PHDI Bali untuk berkonsultasi masalah reklamasi di Pelabuhan Benoa. Namun, PHDI Bali sudah memberikan pandangan-pandangan umum kalau reklamasi tidak boleh dilakukan di laut.
“Kalau saja mereka memang datang ke PHDI untuk berkonsultasi, maka akan kita sampaikan bahwa itu (reklamasi di laut) tidak benar. Kami sebenarnya mau menyampaikan ini kepada Gubernur Bali. Tapi, kecepetan Gubernur yang memutusnya,” tandas Prof Sudiana.
Sedangkan Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, mengeluarkan surat dukungan penuh kepada Gubernur Koster untuk hentikan reklamasi di Pelabuhan Benoa. Dukungan Dewan itu dituangkan dalam surat Nomor 091.1/2692/DPRD Bali tertanggal 26 agustus 2019, yang ditembuskan ke Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, Menteri Lingkungan Hidup, dan Menteri Agraria. Dukungan serupa untuk Gubernur Koster juga disampaikan dua akademisi dari Unud, Prof Dr Ida Bagus Wyasa Putra dan Prof Dr Ir I Wayan Windia.
"Menteri BUMN (Rini Soewandi) telah meminta PT Pelindo III agar melakukan komunikasi lebih lanjut dengan Gubernur Bali," ungkap Kepala Bagian Humas dan Protokol Kementerian BUMN, Ferry Andrianto, saat dikonfirmasi NusaBali di Jakarta, Selasa (27/8).
Mneurut Ferry, komunikasi lebih lanjut ini untuk mengedepankan dialog dan musyawarah dalam mencari penyelesaian. Pasalnya, Pemprov Bali dan Pelindo III memiliki komitmen sama untuk pengembangan pariwisata yang merupakan salah satu program pemerintah. Sedangkan Bali merupakan ikon utama untuk pengembangan Hub Port dan Turn Round Port bagi kapal cruise.
Sebaliknya, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Djati Witjaksono Hadi, mengatakan hingga Selasa kemarin pihaknya belum menerima surat tembusan yang dikirimkan Gubernur Bali terkait usulan stop reklamasi di Pelabuhan Benoa. "Saya cek ke TU Menteri, suratnya belum sampai di Kementerian KLHK," papar Djati. *nat,k22
Komentar