UNICEF Gelar Workshop Kupas ASI
Pada saat terjadi situasi kebencanaan, ditekankan kepada para ibu sebaiknya tetap memberikan ASI pada bayi, bukan menggantinya dengan susu formula.
MANGUPURA, NusaBali.com
Memberikan air susu ibu (ASI) bagi anak ternyata tidak sekadar menyusui saja. Ada banyak aspek yang mesti diperhatikan, terutama oleh para ibu. Demikian yang terangkum dalam Workshop 'Menyusui dan Tantangannya: Tulus atau Bulus' di Swiss Bell Hotel Nusa Dua, Senin (26/8/2019).
Workshop yang digagas United Nations Children's Fund (UNICEF) ini membahas seputar pemberian asupan gizi pada bayi dan anak yang berupa ASI dan makanan pengganti lainnya. Beberapa topik pembahasan tersebut antara lain menjelaskan materi mengenai tanggung jawab pemberian nutrisi pada bayi yang bukan hanya terletak pada perempuan atau sang ibu, namun juga merupakan tanggung jawab sang ayah, yang dibawakan oleh dr Rahmat Hidayat, co-founder AyahASI Indonesia. Selain itu, workshop ini juga membahas mengenai pemberian asupan gizi yang ideal pada bayi dan anak dalam situasi bencana.
Hadir sebagai pemateri pertama dr. Wiyarni Pambudi dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menjelaskan standar-standar terpenting dalam pemberian makan pada bayi dan anak, yang mana salah satunya yaitu mengenai pentingnya langkah IMD (Inisiasi Menyusu Dini) pada bayi yang baru lahir. IMD sendiri belum banyak dilakukan di Indonesia, terbukti dengan rendahnya persentase pemberian IMD di Indonesia yang hanya mencapai 9,6%.
Padahal langkah ini tak kalah penting dengan langkah-langkah pre-melahirkan, seperti kontrol kehamilan yang memiliki angka persentase di atas 90%. “Di data sebelumnya, persentasi bayi yang sudah melakukan IMD sudah meningkat, mencapai 60%, tapi yang melakukan IMD dengan benar selama satu jam itu masih ada di angka 9,6%,” papar Wiyarni.
Workshop di hadapan sekitar 50 peserta ini juga membahas mengenai pemberian asupan gizi yang ideal pada bayi dan anak dalam situasi bencana. Kata Wiyarni, dealnya pemberian nutrisi pada bayi sebaiknya dilakukan melalui ASI yang tidak bisa digantikan dengan asupan makanan lain. Namun pada kenyataannya, ketika terjadi bencana, para ibu menyusui justru beralih ke susu formula, yang memiliki risiko kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan pemberian ASI. Hal ini, menurut Wiryani, ditentukan oleh beberapa faktor.
“Sebenarnya dari segi kebersihan, lebih baik memberikan ASI. Si ibu tinggal membersihkan diri saja sebelum menyusui, daripada menggunakan susu formula yang harus disterilkan, sementara kita tahu kalau di daerah pengungsian itu sering kesulitan air. Donatur yang menyumbang botol susu juga pasti membeli botol di sembarang tempat agar bisa membeli dalam jumlah banyak, jadi botolnya tidak terjamin kualitasnya,” jelas Wiryani. *yl
1
Komentar