Krama Oleskan Darah Sapi ke Bagian Tubuh
Tradisi Mejaga-jaga di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa
Krama Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa, Kelurahan Semarapura Kaja, Klungkung, menggelar tradisi Mejaga-jaga, Tilem Sasih Karo, Sukra Pon Pahang, Jumat (30/8) pagi.
SEMARAPURA, NusaBali
Satu hal unik dalam tradisi ini, krama berebut mengambil darah sapi kurban untuk dioleskan di bagian tubuh mereka. Tradisi ini sudah menjadi warisan turun temurun yang digelar setiap tahun. Tujuannya menghindari malapetaka bagi krama desa. Ritual Mejaga-jaga dilaksanakan sekitar pukul 07.00 Wita. Diawali dengan upacara Matur Piuning di Catus Pata Besang Kawan. Dengan menggunakan seekor sapi jantan cula yang dikebiri untuk caru. Sapi itu kemudian dimandikan secara khusus kemudian diperciki tirta dari Pura Dalem Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa serta upakaranya.
Setelah upacara piuning di Catus Pata, krama kemudian beramai- ramai mengarak sapi menuju utara di jaba Pura Puseh, sepanjang 250 meter. Prosesi dilanjutkan menuju ke arah selatan di jaba Pura Dalem. Dari jaba Pura Dalem, kembali melewati Catus Pata, menuju timur. Selanjutnya, arak-arakan prosesi menuju ke barat di Pura Prajapati. Terakhir kembali ke Catus Pata. Di masing- masing empat penjuru mata angin dan catus pata, dilakukan upacara Atur Piuning dan persembahyangan dipimpin pamangku.
Selesai diarak, sapi cula kemudian disembelih dan diolah dagingnya untuk caru sesuai dengan pengider-ider. Kulit dan kepalanya dijadikan bayang- bayang (bagian dari caru). Pengolahan daging dan jeroan sapi menjadi bahan caru dilakukan krama di areal Catus Pata. Darah sapi diperebutkan oleh karma. Ceceran darah sapi itu diyakini sebagai darah kurban untuk menjaga desa setempat. Krama pun berebut mengambil darah sapi kurban untuk dioleskan di bagian tubuh mereka. Sebagian mengusapkan darah sapi ke wajah mereka, ada juga membagikan darah sapi kurban itu ke krama lainnya. Di mana darah sapi itu dipercaya dapat mengobati penyakit.
Bendesa Adat Besang Kawan I Wayan Sulendra mengatakan tradisi ini diyakini sebagai menetralkan atau membersihkan alam. “Tujuan dari digelarnya tradisi mejaga mejaga untuk membersihkan alam semesta baik buana alit dan buana agung,” katanya.
Sementara itu krama juga tidak sembarangan menggunakan sapi yang akan dipakai sebagai korban. Sapi yang digunakan sebagai korban suci harus benar-benar tanpa cacat. Bahkan untuk mengetahui sapi yang digunakan tersebut tanpa cacat juga ditentukan oleh pemangku. Memang agak sulit mencari sapi cula seperti ini. “Akan tetapi sudah ada dari pemangku kami yang mengetahui seperti apa sapi yang digunakan sebagai korban,” katanya.
Sore harinya dilakukan pengastawan caru dan persembahyangan bersama seluruh krama dan dilanjutkan persembahyangan di Pura Prajapati. Krama pantang untuk meniadakan ritual tersebut. Selain memang sudah menjadi keyakinan krama sejak turun-temurun. Krama khawatir jika ritual tersebut tidak dilaksanakan akan menimbulkan dampak niskala berupa grubug. *wan
Setelah upacara piuning di Catus Pata, krama kemudian beramai- ramai mengarak sapi menuju utara di jaba Pura Puseh, sepanjang 250 meter. Prosesi dilanjutkan menuju ke arah selatan di jaba Pura Dalem. Dari jaba Pura Dalem, kembali melewati Catus Pata, menuju timur. Selanjutnya, arak-arakan prosesi menuju ke barat di Pura Prajapati. Terakhir kembali ke Catus Pata. Di masing- masing empat penjuru mata angin dan catus pata, dilakukan upacara Atur Piuning dan persembahyangan dipimpin pamangku.
Selesai diarak, sapi cula kemudian disembelih dan diolah dagingnya untuk caru sesuai dengan pengider-ider. Kulit dan kepalanya dijadikan bayang- bayang (bagian dari caru). Pengolahan daging dan jeroan sapi menjadi bahan caru dilakukan krama di areal Catus Pata. Darah sapi diperebutkan oleh karma. Ceceran darah sapi itu diyakini sebagai darah kurban untuk menjaga desa setempat. Krama pun berebut mengambil darah sapi kurban untuk dioleskan di bagian tubuh mereka. Sebagian mengusapkan darah sapi ke wajah mereka, ada juga membagikan darah sapi kurban itu ke krama lainnya. Di mana darah sapi itu dipercaya dapat mengobati penyakit.
Bendesa Adat Besang Kawan I Wayan Sulendra mengatakan tradisi ini diyakini sebagai menetralkan atau membersihkan alam. “Tujuan dari digelarnya tradisi mejaga mejaga untuk membersihkan alam semesta baik buana alit dan buana agung,” katanya.
Sementara itu krama juga tidak sembarangan menggunakan sapi yang akan dipakai sebagai korban. Sapi yang digunakan sebagai korban suci harus benar-benar tanpa cacat. Bahkan untuk mengetahui sapi yang digunakan tersebut tanpa cacat juga ditentukan oleh pemangku. Memang agak sulit mencari sapi cula seperti ini. “Akan tetapi sudah ada dari pemangku kami yang mengetahui seperti apa sapi yang digunakan sebagai korban,” katanya.
Sore harinya dilakukan pengastawan caru dan persembahyangan bersama seluruh krama dan dilanjutkan persembahyangan di Pura Prajapati. Krama pantang untuk meniadakan ritual tersebut. Selain memang sudah menjadi keyakinan krama sejak turun-temurun. Krama khawatir jika ritual tersebut tidak dilaksanakan akan menimbulkan dampak niskala berupa grubug. *wan
Komentar