Kerajinan Tenun Songket Beratan Minim Penerus
Tenun Songket Beratan yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) 2018 lalu, kini terancam kelestariannya.
SINGARAJA, NusaBali
Kain tenun songket dengan motif khas yang dulunya digarap oleh warga Kelurahan Beratan, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, sejak zaman kerajaan mulai kehilangan regenerasi. Perajin yang kini masih tersisa pun tak lebih dari lima orang dan sudah memasuki usia senja.
Eksistensi songket Beratan merupakan produksi pertama kain songket di Buleleng yang menyuplai pakaian raja-raja sekitra abad ke 14. Hanya saja seiring berkembangnya waktu, warga yang dulu bermata pencaharian sebagai perajin tenun mulai mencari peruntungan lain. Generasi penerus di wilayah yang juga terkenal dengan kerajinan emas dan peraknya pun lebih memilih untuk mendapatkan pekerjaan kantoran atau menjadi karyawan swasta dan berwiraswasta.
Menyikapi ancaman tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, Minggu (1/9) menjelaskan akan kembali menggali Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga motif apa saja yang merupakan ciri khas songket Beratan.
Selanjutnya dari perajin yang tersisa juga akan diarahkan menjadi pelatih kerajinan tenun songket yang menyasar generasi muda penerus. “Kami akan cari dulu siapa yang sampai saat ini masih menenun dna tahu motif-motifnya, setelah itu baru dilakukan pelatihan dan pendidikan untuk pelestarian songket Beratan,” jelas dia.
Namun secara umum terkait eksistensi songket di Buleleng, Gede Komang pun mengaku tak khawatir. Karena dari sejumlah sentra perajin tenun songket di Buleleng, seperti di Desa Jinengdalem, Sinabun, sudah mulai menyesuaikan produksinya dengan kondisi kekinian. Sehingga terus dapat berpoduksi memenuhi permintaan pasar.
Sementara itu Gede Komang juga mengklaim komitmen Pemkab Buleleng untuk melestarikan kain songket asli Buleleng juga sudah mulai menunjukkan geliat. Seperti contoh sederhana pemakaian kain songket pada parade payas agung ningkrat Buleleng oleh pejabat di SKPD Buleleng saat perayaan 17 Agustus lalu. “Dengan dipakai dan di-show up terus ke masyarakat tak hanya melestarikan, tetapi memberikan penghargaan perajin atas produk yang dibuat dan juga menjaga keberlangsungan mereka dalam berkarya,” jelas Gede Komang yang mantan Kepala Dinas Sosial itu.
Namun menurutnya yang menjadi tantangan lebih besar adalah mempertanggungjawabkan pengakuan dunia melalui WBTB atas songket Beratan. *k23
Eksistensi songket Beratan merupakan produksi pertama kain songket di Buleleng yang menyuplai pakaian raja-raja sekitra abad ke 14. Hanya saja seiring berkembangnya waktu, warga yang dulu bermata pencaharian sebagai perajin tenun mulai mencari peruntungan lain. Generasi penerus di wilayah yang juga terkenal dengan kerajinan emas dan peraknya pun lebih memilih untuk mendapatkan pekerjaan kantoran atau menjadi karyawan swasta dan berwiraswasta.
Menyikapi ancaman tersebut Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, Gede Komang, Minggu (1/9) menjelaskan akan kembali menggali Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga motif apa saja yang merupakan ciri khas songket Beratan.
Selanjutnya dari perajin yang tersisa juga akan diarahkan menjadi pelatih kerajinan tenun songket yang menyasar generasi muda penerus. “Kami akan cari dulu siapa yang sampai saat ini masih menenun dna tahu motif-motifnya, setelah itu baru dilakukan pelatihan dan pendidikan untuk pelestarian songket Beratan,” jelas dia.
Namun secara umum terkait eksistensi songket di Buleleng, Gede Komang pun mengaku tak khawatir. Karena dari sejumlah sentra perajin tenun songket di Buleleng, seperti di Desa Jinengdalem, Sinabun, sudah mulai menyesuaikan produksinya dengan kondisi kekinian. Sehingga terus dapat berpoduksi memenuhi permintaan pasar.
Sementara itu Gede Komang juga mengklaim komitmen Pemkab Buleleng untuk melestarikan kain songket asli Buleleng juga sudah mulai menunjukkan geliat. Seperti contoh sederhana pemakaian kain songket pada parade payas agung ningkrat Buleleng oleh pejabat di SKPD Buleleng saat perayaan 17 Agustus lalu. “Dengan dipakai dan di-show up terus ke masyarakat tak hanya melestarikan, tetapi memberikan penghargaan perajin atas produk yang dibuat dan juga menjaga keberlangsungan mereka dalam berkarya,” jelas Gede Komang yang mantan Kepala Dinas Sosial itu.
Namun menurutnya yang menjadi tantangan lebih besar adalah mempertanggungjawabkan pengakuan dunia melalui WBTB atas songket Beratan. *k23
1
Komentar