Pacu Ekspor, Bali Pacu SKA
Setiap hari dikeluarkan 100 hingga 150 SKA yang mayoritas adalah ekspor produk perikanan.
DENPASAR, NusaBali
Pemprov Bali melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) mendorong berbagai upaya untuk meningkatkan ekspor Bali. Salah satunya dengan memproses secepat mungkin pengurusan dokumen ekspor, seperti SKA (Surat Keterangan Asal). Dengan proses pengurusan dokumen yang cepat, proses ekspor tentu akan semakin cepat.
Kabid Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Anak Agung Ngurah Bagawinata, menyatakan hal tersebut terkait upaya Pemprov mendorong laju ekspor. “Karena memang salah satu tugas dan kewajiban kita memfasilitasi hal tersebut,” ujar Gung Baga, sapaan pejabat asal Denpasar, Senin (2/9).
Menurut Gung Baga, SKA sendiri merupakan salah satu persyaratan pokok terkait perdagangan luar negeri. Tujuannya untuk memastikan keabsahan dan legalitas dari komoditas yang diekspor. “Yang sekarang sedang trend adalah komoditas atau produk hortikultura,” ungkap Gung Baga. Dia menunjuk jenis-jenis produk ekspor jenis buah, seperti mangga dari Bali yang semakin diminati luar negeri. Diantaranya Rusia.
Selain itu, komoditas lain yang memang sudah dikenal sebelumnya, yakni perikanan dan kerajinan masih menjadi andalan ekspor Bali. “Sekitar 100 sampai 150-SKA, setiap hari,” ujar Kasi Dokumentasi Perdagangan Luar Negeri. Ditambahkan, dari SKA-SKA tersebut, sebagaian besar untuk ekspor produk perikanan, yakni aneka macam ikan dan udang. Tentu juga SKA untuk produk-produk atau komoditas lain, handicraft, hasil perkebunan, kayu maupun yang lainnya.
SKA dikenal juga dengan istilah Certificate Of Origin (COO). Surat ini merupakan suatu dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam suatu perjanjian antar negara baik perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Dokumen tersebut fungsinya sebagai ‘surat keterangan’ yang menyatakan bahwa barang yang diekspor (atau diimpor) berasal dari suatu negara yang telah membuat suatu kesepakatan (aggrement) dengan negara tersebut.
Dihubungi terpisah Kadis Perikanan Provinsi Bali I Made Sudarsana, salah satu produk perikanan yang kini mulai bangkit adalah budidaya udang vaname. Budidaya udang vaname tersebut di antaranya di Jembrana, Buleleng dan sedikit di Karangasem. Potensi budidaya sekitar 1.000 hektare.
Demikian juga, tuna kata Sudarsana masih menjadi andalan ekspor Bali. Hanya saja karena pendataan ekspor tersebut, ditangani Pusat, Sudarsana menyatakan tak mengantongi persis berapa volume maupun nilai ekspor produk perikanan dari Bali. “Yang jelas pasar ekspor produk perikanan baik tuna maupun udang masih terbuka luas,” ujar Sudarsana.
Untuk diketahui BPS Provinsi Bali mencatat, ikan dan udang memang mendominasi produk ekspor Bali. Setidak pada Juli 2019. Nilai ekspor produk ikan dan udang pada Juli 2019, 7,5 juta dollar AS. Atau meningkat 12,26 persen dari Juni. Dibawah produk ikan dan udang, ekspor Bali adalah pakaian jadi bukan rajutan, perhiasan /permata, kayu, barang dari kayu. Perabot penerangan jalan, kertas karton. Hingga minyak astiri. Dengan total nilai 44,7 juta dollar, meningkat 37,4 persen dari Juni sebesar 32,5 juta dollar. *k17
Kabid Perdagangan Luar Negeri Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagprin) Anak Agung Ngurah Bagawinata, menyatakan hal tersebut terkait upaya Pemprov mendorong laju ekspor. “Karena memang salah satu tugas dan kewajiban kita memfasilitasi hal tersebut,” ujar Gung Baga, sapaan pejabat asal Denpasar, Senin (2/9).
Menurut Gung Baga, SKA sendiri merupakan salah satu persyaratan pokok terkait perdagangan luar negeri. Tujuannya untuk memastikan keabsahan dan legalitas dari komoditas yang diekspor. “Yang sekarang sedang trend adalah komoditas atau produk hortikultura,” ungkap Gung Baga. Dia menunjuk jenis-jenis produk ekspor jenis buah, seperti mangga dari Bali yang semakin diminati luar negeri. Diantaranya Rusia.
Selain itu, komoditas lain yang memang sudah dikenal sebelumnya, yakni perikanan dan kerajinan masih menjadi andalan ekspor Bali. “Sekitar 100 sampai 150-SKA, setiap hari,” ujar Kasi Dokumentasi Perdagangan Luar Negeri. Ditambahkan, dari SKA-SKA tersebut, sebagaian besar untuk ekspor produk perikanan, yakni aneka macam ikan dan udang. Tentu juga SKA untuk produk-produk atau komoditas lain, handicraft, hasil perkebunan, kayu maupun yang lainnya.
SKA dikenal juga dengan istilah Certificate Of Origin (COO). Surat ini merupakan suatu dokumen yang berdasarkan kesepakatan dalam suatu perjanjian antar negara baik perjanjian bilateral, regional maupun multilateral. Dokumen tersebut fungsinya sebagai ‘surat keterangan’ yang menyatakan bahwa barang yang diekspor (atau diimpor) berasal dari suatu negara yang telah membuat suatu kesepakatan (aggrement) dengan negara tersebut.
Dihubungi terpisah Kadis Perikanan Provinsi Bali I Made Sudarsana, salah satu produk perikanan yang kini mulai bangkit adalah budidaya udang vaname. Budidaya udang vaname tersebut di antaranya di Jembrana, Buleleng dan sedikit di Karangasem. Potensi budidaya sekitar 1.000 hektare.
Demikian juga, tuna kata Sudarsana masih menjadi andalan ekspor Bali. Hanya saja karena pendataan ekspor tersebut, ditangani Pusat, Sudarsana menyatakan tak mengantongi persis berapa volume maupun nilai ekspor produk perikanan dari Bali. “Yang jelas pasar ekspor produk perikanan baik tuna maupun udang masih terbuka luas,” ujar Sudarsana.
Untuk diketahui BPS Provinsi Bali mencatat, ikan dan udang memang mendominasi produk ekspor Bali. Setidak pada Juli 2019. Nilai ekspor produk ikan dan udang pada Juli 2019, 7,5 juta dollar AS. Atau meningkat 12,26 persen dari Juni. Dibawah produk ikan dan udang, ekspor Bali adalah pakaian jadi bukan rajutan, perhiasan /permata, kayu, barang dari kayu. Perabot penerangan jalan, kertas karton. Hingga minyak astiri. Dengan total nilai 44,7 juta dollar, meningkat 37,4 persen dari Juni sebesar 32,5 juta dollar. *k17
Komentar