RAB Rp 4,5 Miliar, Undang Presiden Jokowi
Persiapan Tawur Mesapuh Agung di Pura Tirtha Empul
GIANYAR, NusaBali
Krama pangempon dan pangemong Pura Kahyangan Jagat Pura Tirtha Empul di Desa Adat Manukaya Let, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, kini sedang bersemangat ngayah di pura setempat. Karena di pura ini akan digelar Karya Tawur Mesapuh Agung, Mupuk Pedagingan, Penyegjeg Jagat, lan Karya Puja Wali Ngusaba Kapat.
Puncak karya pada Buda Kliwon Matal, Rabu (2/10). Rencana anggaran belanja (RAB) karya Rp 4,5 miliar lebih. Pada puncak karya, panitia akan mengundang sejumlah tamu penting, antara lain, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran Menteri Kabinet terkait agama, keadatan, social, pariwisata, dan lainnya. Undangan juga pada Gubernur dan DPRD Bali, bupati/walikota, Majelis Desa Adat dan PHDI se Bali, bendesa dan perbekel se Bali, tokoh puri se Bali, dan undangan lainnya.
Manggala Karya Made Kuntung mengatakan karya agung ini dirancang sejak beberapa tahun lalu. Rancangan itu menyusul perbaikan sejumlah palinggih dan bangunan pura sejak tahun 2000 sampai sekarang. ‘’Palinggih dan bangunan pura, kini semua stil Bali bahan batu padas,’’ jelas Sekretaris Desa Adat Manukaya Let ini.
Made Kuntung memaparkan, karya agung dengan skala hampir mirip di pura ini pernah digelar tahun 1968, setelah penataan total palinggih dan areal pura. Saat itu sejumlah palinggih dibangun berbahan kayu yang dicari krama secara bergiliran di wilayah Pekuatan, Jembrana. Kala itu, krama yang dapat ririgan (giliran) mencari kayu tak banyak yang tahu kualitas kayu baik dari sisis kekuatan atau kesucian kayu. ‘’Makanya, banyak jenis kayu yang sembarangan dipakai untuk palinggih di pura. Tapi, ini sudah kami ganti,’’ kenangnya. Beberapa bangunan buatan krama sebelum tahun 1968 kini masih dilestarikan. Antara lain, di utama mandala berupa Tepasana sebagai simbol tempat duduk semedi Dewa Indra. Di jaba tengah ada Bale Pawedan, Candi, dan Bale Kulkul. Seluruh palinggih dan bangunan non palinggih di pura ini 69 unit, termasuk wantilan pura.
Pura ini diempon ayah arep dari Desa Adat Manukaya Let 149 KK dan Balu Angkep dan sekaa-sekaa sekitar 300 KK. Pengemong pura meliputi krama
Desa Adat Calo dan Desa Adat Tegal Payang, Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang. Desa Adat Penempahan dan Desa Adat Manukaya dan Desa Adat Malet, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring.
Made Kuntung menambbakan, selama proses ngayah hingga karya berlangsung, pura tidak ditutup untuk wisatawan. Hanya saja, jalur wisatawan keluar-masuk pindah ke kolam taman di sisi barat. ‘’Hanya saja akan ada penghentian kegiatan melukat untuk krama saat Puncak Karya, 2 Oktober 2019 itu. Karena saat itu akan ada prosesi penyucian seluruh palinggih pura, termasuk di beji tempat melukat,’’ jelasnya. Menjelang karya, kegiatan ngayah telah dilakukan sejak setelah Galungan lalu.*Isa
Krama pangempon dan pangemong Pura Kahyangan Jagat Pura Tirtha Empul di Desa Adat Manukaya Let, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar, kini sedang bersemangat ngayah di pura setempat. Karena di pura ini akan digelar Karya Tawur Mesapuh Agung, Mupuk Pedagingan, Penyegjeg Jagat, lan Karya Puja Wali Ngusaba Kapat.
Puncak karya pada Buda Kliwon Matal, Rabu (2/10). Rencana anggaran belanja (RAB) karya Rp 4,5 miliar lebih. Pada puncak karya, panitia akan mengundang sejumlah tamu penting, antara lain, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan jajaran Menteri Kabinet terkait agama, keadatan, social, pariwisata, dan lainnya. Undangan juga pada Gubernur dan DPRD Bali, bupati/walikota, Majelis Desa Adat dan PHDI se Bali, bendesa dan perbekel se Bali, tokoh puri se Bali, dan undangan lainnya.
Manggala Karya Made Kuntung mengatakan karya agung ini dirancang sejak beberapa tahun lalu. Rancangan itu menyusul perbaikan sejumlah palinggih dan bangunan pura sejak tahun 2000 sampai sekarang. ‘’Palinggih dan bangunan pura, kini semua stil Bali bahan batu padas,’’ jelas Sekretaris Desa Adat Manukaya Let ini.
Made Kuntung memaparkan, karya agung dengan skala hampir mirip di pura ini pernah digelar tahun 1968, setelah penataan total palinggih dan areal pura. Saat itu sejumlah palinggih dibangun berbahan kayu yang dicari krama secara bergiliran di wilayah Pekuatan, Jembrana. Kala itu, krama yang dapat ririgan (giliran) mencari kayu tak banyak yang tahu kualitas kayu baik dari sisis kekuatan atau kesucian kayu. ‘’Makanya, banyak jenis kayu yang sembarangan dipakai untuk palinggih di pura. Tapi, ini sudah kami ganti,’’ kenangnya. Beberapa bangunan buatan krama sebelum tahun 1968 kini masih dilestarikan. Antara lain, di utama mandala berupa Tepasana sebagai simbol tempat duduk semedi Dewa Indra. Di jaba tengah ada Bale Pawedan, Candi, dan Bale Kulkul. Seluruh palinggih dan bangunan non palinggih di pura ini 69 unit, termasuk wantilan pura.
Pura ini diempon ayah arep dari Desa Adat Manukaya Let 149 KK dan Balu Angkep dan sekaa-sekaa sekitar 300 KK. Pengemong pura meliputi krama
Desa Adat Calo dan Desa Adat Tegal Payang, Desa Pupuan, Kecamatan Tegallalang. Desa Adat Penempahan dan Desa Adat Manukaya dan Desa Adat Malet, Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring.
Made Kuntung menambbakan, selama proses ngayah hingga karya berlangsung, pura tidak ditutup untuk wisatawan. Hanya saja, jalur wisatawan keluar-masuk pindah ke kolam taman di sisi barat. ‘’Hanya saja akan ada penghentian kegiatan melukat untuk krama saat Puncak Karya, 2 Oktober 2019 itu. Karena saat itu akan ada prosesi penyucian seluruh palinggih pura, termasuk di beji tempat melukat,’’ jelasnya. Menjelang karya, kegiatan ngayah telah dilakukan sejak setelah Galungan lalu.*Isa
Komentar