Sikap Jokowi Dinilai Tak Jelas
Logo KPK ditutup kain hitam sampai revisi UU KPK dicabut
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai belum mengambil sikap tegas terhadap rencana DPR merevisi Undang-undang (UU KPK).
JAKARTA, NusaBali
Jokowi dituntut menentukan sikapnya, berada di barisan pendukung atau penolak RUU KPK. "Selama ini sikap Presiden selalu swing, tidak jelas sikapnya dalam hal KPK ini. Usul saya, Presiden harus berpidato di depan teman-teman media, menyatakan sikapnya apakah dia berencana terlibat dalam upaya mengubah undang-undang KPK yang berujung matinya KPK, atau Presiden mewakili aspirasi publik menolak perubahan ini dan menyatakan langsung agar polemik ini berhenti," kata Direktur PUSaKO Fakultas Hukum Unand, Feri Amsari, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9) seperti dilansir detik.
Menurut Feri, Jokowi tentu tak menginginkan suasana politik yang gaduh. Sikap Jokowi, tambah Feri, kunci dari penyelesaian pro dan kontra RUU KPK.
"Sebagai Presiden, sebagai Kepala Negara, tentu dia (Jokowi) berkeinginan proses karut marut politik tidak berkepanjangan, sehingga harusnya Presiden segera menyampaikan sikapnya secara jelas, sebelum orang memahami Presiden pada dasarnya memang berencana dan terlibat dalam upaya mematikan KPK, baik dengan mengirim 10 pimpinan yang bermasalah maupun melalui perubahan undang-undang tersebut," ujar Feri.
Feri menegaskan RUU KPK cacat secara formil karena tak ada di daftar program legistatif nasional (prolegnas) prioritas. Feri berpendapat alasan DPR menggodok RUU KPK saat ini tak masuk akal karena hal tersebut sebelumnya dibahas bertahun-tahun lalu.
"Nah sekarang itu tidak ada di dalam prolegnas prioritas, tiba-tiba naik di tengah jalan. Alasan DPR (RUU KPK) itu sudah pernah dibahas 2016, oleh karena itu ditunda, maka dibahas 2018, itu alasan yang tidak masuk akal," terang Feri.
"Kedua, alasannya sudah ada putusan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) yang menyatakan bahwa wajib bagi DPR memenuhi prolegnas yang ada, sehingga kemudian tanpa ada surpres dari Presiden, (RUU KPK) bisa dibahas, ini juga tidak masuk akal," sambung Feri.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengingatkan Jokowi menunjukkan komitmen pemberantasan korupsinya pada periode kedua pemerintahannya. Dia mengingatkan tindakan Jokowi nantinya akan dinilai masyarakat apakah mendukung pelemahan pemberantasan korupsi atau menguatkan pemberantasan korupsi.
"Kita masih punya presiden beliau belum dilantik, tapi beliau masih presiden sebelumnya dan presiden akan dicatat di dalam sejarah dan dicatat oleh seluruh rakyat Indonesia apakah dia mengambil tindakan untuk mendukung pemberantasan korupsi atau akan mengambil tindakan yang berada pada sisi pelemahan atau jangan-jangan berada pada sisi koruptor," kata Asfina.
Terpisah, seluruh logo KPK di gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, ditutup dengan kain hitam. Penutupan logo itu akan berlangsung hingga revisi UU KPK dicabut dari Prolegnas.
"(Logo KPK) tetap ditutup sampai UU revisi benar-benar dicabut," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo kepada wartawan, Minggu (8/919).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut aksi penutupan logo KPK ini memiliki makna tersendiri. Makna penutupan itu ialah sikap KPK yang tidak pernah takut berbicara kenyataan.
"Saya meng-quote apa yang disampaikan oleh pelukis, dia mengatakan bahwa saya tidak pernah melukis ketakutan saya, saya tidak pernah melukis mimpi-mimpi saya, tapi saya melukis tentang reality. Saya quote itu saya katakan KPK hari ini tidak pernah takut, KPK tidak pernah bermimpi, tapi KPK bicara kenyataan," kata Saut Situmorang. *
Menurut Feri, Jokowi tentu tak menginginkan suasana politik yang gaduh. Sikap Jokowi, tambah Feri, kunci dari penyelesaian pro dan kontra RUU KPK.
"Sebagai Presiden, sebagai Kepala Negara, tentu dia (Jokowi) berkeinginan proses karut marut politik tidak berkepanjangan, sehingga harusnya Presiden segera menyampaikan sikapnya secara jelas, sebelum orang memahami Presiden pada dasarnya memang berencana dan terlibat dalam upaya mematikan KPK, baik dengan mengirim 10 pimpinan yang bermasalah maupun melalui perubahan undang-undang tersebut," ujar Feri.
Feri menegaskan RUU KPK cacat secara formil karena tak ada di daftar program legistatif nasional (prolegnas) prioritas. Feri berpendapat alasan DPR menggodok RUU KPK saat ini tak masuk akal karena hal tersebut sebelumnya dibahas bertahun-tahun lalu.
"Nah sekarang itu tidak ada di dalam prolegnas prioritas, tiba-tiba naik di tengah jalan. Alasan DPR (RUU KPK) itu sudah pernah dibahas 2016, oleh karena itu ditunda, maka dibahas 2018, itu alasan yang tidak masuk akal," terang Feri.
"Kedua, alasannya sudah ada putusan Majelis Kehormatan Dewan (MKD) yang menyatakan bahwa wajib bagi DPR memenuhi prolegnas yang ada, sehingga kemudian tanpa ada surpres dari Presiden, (RUU KPK) bisa dibahas, ini juga tidak masuk akal," sambung Feri.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengingatkan Jokowi menunjukkan komitmen pemberantasan korupsinya pada periode kedua pemerintahannya. Dia mengingatkan tindakan Jokowi nantinya akan dinilai masyarakat apakah mendukung pelemahan pemberantasan korupsi atau menguatkan pemberantasan korupsi.
"Kita masih punya presiden beliau belum dilantik, tapi beliau masih presiden sebelumnya dan presiden akan dicatat di dalam sejarah dan dicatat oleh seluruh rakyat Indonesia apakah dia mengambil tindakan untuk mendukung pemberantasan korupsi atau akan mengambil tindakan yang berada pada sisi pelemahan atau jangan-jangan berada pada sisi koruptor," kata Asfina.
Terpisah, seluruh logo KPK di gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, ditutup dengan kain hitam. Penutupan logo itu akan berlangsung hingga revisi UU KPK dicabut dari Prolegnas.
"(Logo KPK) tetap ditutup sampai UU revisi benar-benar dicabut," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo kepada wartawan, Minggu (8/919).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyebut aksi penutupan logo KPK ini memiliki makna tersendiri. Makna penutupan itu ialah sikap KPK yang tidak pernah takut berbicara kenyataan.
"Saya meng-quote apa yang disampaikan oleh pelukis, dia mengatakan bahwa saya tidak pernah melukis ketakutan saya, saya tidak pernah melukis mimpi-mimpi saya, tapi saya melukis tentang reality. Saya quote itu saya katakan KPK hari ini tidak pernah takut, KPK tidak pernah bermimpi, tapi KPK bicara kenyataan," kata Saut Situmorang. *
1
Komentar