Seniman Muda Garap Karya 'We Beji Langon'
Ungkap Vitalnya Fungsi Air Dalam Budaya dan Religi Bali
Seniman muda Bali, AA Gede Agung Rahma Putra bakal menampilkan garapan seni ‘We Beji Langon’, di peninggalan situs tua Beji Langin, kawasan Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung, Senin (9/9) malam ini.
MANGUPURA, NusaBali
Garapan ini dibuat mengenalkan vitalnya fungsi air dalam budaya dan religi di Bali, sebagai bagian dari tahapan akhir Gung Rahma menyelesaikan ujian doktornya di Pascasarjana ISI Surakarta.
Beji Langon merupakan salah satu sumber air yang berlokasi di Desa Kapal, yang jika dilihat dari perspektif budaya, juga merupakan salah satu tinggalan situs tua yang merekam jejak peradaban air di wilayah Badung. Konon, sebelum bernama Beji Langon, tempat ini bernama Pancoran Dedari. Selain memiliki keindahan alam, di tempat ini juga memiliki ritus air yang masih eksis dilaksanakan hingga hari ini.
Sementara dari perspektif religi, ritus air menjadi bagian ritual keyakinan orang Bali, hingga kepercayaan di Bali dikenal dengan sebutan Agama Tirta. Fungsi air (yeh) dalam budaya dan religi di Bali begitu luas dan mendalam. Fungsir air sebagai sumber kehidupan dan perlengkapan penting dalam kegiatan spiritual masyarakat Hindu Bali. Inilah yang menginspirasi Gung Rahma dalam membuat garapan ini.
Garapan We Bali Langon tersebut melalui practice-base research, yakni bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu sentral dan esensialnya peran air dalam kehidupan sosial kultural dan religius masyarakat Hindu di Bali. “Garapan ini membawa pesan untuk mengingatkan kembali pemahaman masyarakat sekitar, mereka senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian air di Beji Langon beserta alam sekitarnya,” ujar Gung Rahma saat ditemui di sela-sela gladi garapan, Sabtu (7/9) malam.
Menurut Gung Rahman, sumber air di Beji Langon hingga kini masih dijaga kesucian dan kelestarianya oleh masyarakat setempat. Namun di balik peranan Beji Langon, masih perlu ada upaya pemahaman konsep air sesuai fungsinya. Gung Rahma menjelaskan, ada tiga konsep pemanfaatan air yang diangkat dalam karya seni.
Pertama, air disebut yeh yang berarti air di Beji Langon ini dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat. Kedua, air disebut toya yang berarti fungsinya untuk berbagai keperluan upacara ritual agama Hindu. Sedangkan ketiga, air sebagai tirta yang berarti air di Beji Langon fungsinya untuk penyucian spiritual. “Dari tiga fungsi penggunaan air di Beji Langon ini, saya tuangkan dalam wujud karya seni pertunjukan, dengan memanfaatkan alam sekitar Beji Langon yang masih asri sebagai pemanggungan,” jelas pria yang juga pendiri Sanggar Pancer Langit ini.
Karya seni We Beji Langon ini melibatkan 120 talent atau seniman, dengan durasi 1 jam, serta akan diuji oleh 6 Profesor dan 3 Doktor Seni. Dalam garapan ujian pomosi doktor kali ini, Gung Rahma didukung oleh Desa Adat Kapal, Sanggar Seni Pancer Langiit, Sanggar Seni taksu Agung, BTS, Sanggar Dhananjaya, Sanggar Brahma Diva Kencana, Langowangi, Geoks, Karang Taruna Kapal, Jegeg Bagus Kapal, Jegeg Bagus Badung, Sama Kaki Art dan Yayasan Batur Kalawasan.
Garapan akan dibagi tiga babak. Pada babak pertama, akan disuguhkan kehidupan masyarakat yang memanfaatkan yeh di lingkungan Sungai Penet, sekaligus mengangkat sejumlah isu permasalahan air dan lingkungan mulai dari sampah plastik, ekosistem sungai, hingga pemanfaatan air bawah tanah. Sedangkan pada babak kedua, ditampilkan garapan tari yang menceritakan konsep toya sebagai sumber air yang dikeramatkan, dan juga menghadirkan mitos pancoran dedari. Berlokasi di ruang Jaba Beji ini, pada babak kedia menyajikan garapan tari dedari, didukung dinding pancoran Beji yang memiliki 5 patung dedari. Sementara babak ketiga, garapan menggambarkan proses pembuatan tirta yang menggunakan area tegalan Puri Muncan. *ind
Beji Langon merupakan salah satu sumber air yang berlokasi di Desa Kapal, yang jika dilihat dari perspektif budaya, juga merupakan salah satu tinggalan situs tua yang merekam jejak peradaban air di wilayah Badung. Konon, sebelum bernama Beji Langon, tempat ini bernama Pancoran Dedari. Selain memiliki keindahan alam, di tempat ini juga memiliki ritus air yang masih eksis dilaksanakan hingga hari ini.
Sementara dari perspektif religi, ritus air menjadi bagian ritual keyakinan orang Bali, hingga kepercayaan di Bali dikenal dengan sebutan Agama Tirta. Fungsi air (yeh) dalam budaya dan religi di Bali begitu luas dan mendalam. Fungsir air sebagai sumber kehidupan dan perlengkapan penting dalam kegiatan spiritual masyarakat Hindu Bali. Inilah yang menginspirasi Gung Rahma dalam membuat garapan ini.
Garapan We Bali Langon tersebut melalui practice-base research, yakni bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai kearifan lokal Bali, yaitu sentral dan esensialnya peran air dalam kehidupan sosial kultural dan religius masyarakat Hindu di Bali. “Garapan ini membawa pesan untuk mengingatkan kembali pemahaman masyarakat sekitar, mereka senantiasa menjaga kebersihan dan kesucian air di Beji Langon beserta alam sekitarnya,” ujar Gung Rahma saat ditemui di sela-sela gladi garapan, Sabtu (7/9) malam.
Menurut Gung Rahman, sumber air di Beji Langon hingga kini masih dijaga kesucian dan kelestarianya oleh masyarakat setempat. Namun di balik peranan Beji Langon, masih perlu ada upaya pemahaman konsep air sesuai fungsinya. Gung Rahma menjelaskan, ada tiga konsep pemanfaatan air yang diangkat dalam karya seni.
Pertama, air disebut yeh yang berarti air di Beji Langon ini dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat. Kedua, air disebut toya yang berarti fungsinya untuk berbagai keperluan upacara ritual agama Hindu. Sedangkan ketiga, air sebagai tirta yang berarti air di Beji Langon fungsinya untuk penyucian spiritual. “Dari tiga fungsi penggunaan air di Beji Langon ini, saya tuangkan dalam wujud karya seni pertunjukan, dengan memanfaatkan alam sekitar Beji Langon yang masih asri sebagai pemanggungan,” jelas pria yang juga pendiri Sanggar Pancer Langit ini.
Karya seni We Beji Langon ini melibatkan 120 talent atau seniman, dengan durasi 1 jam, serta akan diuji oleh 6 Profesor dan 3 Doktor Seni. Dalam garapan ujian pomosi doktor kali ini, Gung Rahma didukung oleh Desa Adat Kapal, Sanggar Seni Pancer Langiit, Sanggar Seni taksu Agung, BTS, Sanggar Dhananjaya, Sanggar Brahma Diva Kencana, Langowangi, Geoks, Karang Taruna Kapal, Jegeg Bagus Kapal, Jegeg Bagus Badung, Sama Kaki Art dan Yayasan Batur Kalawasan.
Garapan akan dibagi tiga babak. Pada babak pertama, akan disuguhkan kehidupan masyarakat yang memanfaatkan yeh di lingkungan Sungai Penet, sekaligus mengangkat sejumlah isu permasalahan air dan lingkungan mulai dari sampah plastik, ekosistem sungai, hingga pemanfaatan air bawah tanah. Sedangkan pada babak kedua, ditampilkan garapan tari yang menceritakan konsep toya sebagai sumber air yang dikeramatkan, dan juga menghadirkan mitos pancoran dedari. Berlokasi di ruang Jaba Beji ini, pada babak kedia menyajikan garapan tari dedari, didukung dinding pancoran Beji yang memiliki 5 patung dedari. Sementara babak ketiga, garapan menggambarkan proses pembuatan tirta yang menggunakan area tegalan Puri Muncan. *ind
Komentar