Tim Ahli DPRD Bali 'Dipangkas'
Dianggap Gerombolan Tidak Berfungsi dan Tak Menguasai Masalah
Anggota Dewan dan tim ahli DPRD Bali bersitegang saat rapat penyusunan kode etik kemarin. Masalahnya, tim ahli ngaku tidak tahu tugas dan fungsinya
DENPASAR, NusaBali
Anggota DPRD Bali 2019-2024 gerah terhadap tim ahli yang selama ini membantu kinerja Dewan. Dianggap ‘gerombolan’ tidak berfungsi, tim ahli berjumlah puluhan orang yang selama ini menyedot miliaran rupiah APBD Bali ini pun bakal dievaluasi, bahkan kemungkinan dipangkas.
Sinyal untuk mengevaluasi keberadaan tim ahli dan tim pakar ini terungkap saat rapat penyusunan Kode Etik DPRD Bali 2019-2024 di Ruang Badan Musyawarah (Bamus) Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Rabu (11/9) siang. Anggota Dewan kesal terhadap tim ahli yang kemarin diajak rapat membahas rancangan Kode Etik, karena dianggap tidak mengerti masalah.
Bahkan, ada anggota tim ahli yang terang-terangan mengaku tidak tahu apa fungsi mereka di Dewan. Padahal, sudah 5 tahun bertugas dan makan gaji dari APBD Bali. Gara-gara persoalan tersebut, tim ahli dan Dewan sempat bersitegang saat rapat kemarin siang.
Suasana panas dalam rapat kemarin berawal ketika pembahasan Kode Etik DPRD Bali dipimpin I Gusti Ayu Diah Werdi Srikandi WS (dari Fraksi PDIP) didampingi I Nyoman Wirya (dari Fraksi Golkar). Rapat kemarin juga dihadiri para anggota Kelompok Penyusunan Kode Etik DPRD Bali, seperti I Made Suparta (dari Fraksi PDIP), I Ketut Rochineng (Fraksi PDIP), Putu Mangku Mertayasa (Fraksi PDIP), I Gusti Ayu Aries Sujati (Fraksi PDIP), dan Ni Wayan Sari Galung (Fraksi PDIP). Sedangkan tim ahli dan tim pakar yang hadir dalam rapat kemarin adalah I Made Rasma dan I Gusti Putu Anom Kerti.
Saat memasuki pembahasan rancangan Kode Etik untuk disempurnakan, Made Suparta meminta pendapat tim ahli DPRD Bali untuk memberikan masukan dan menyampaikan materi tambahan. Ditodong seperti itu, anggota tim ahli DPRD Bali, Made Rasma, tidak je-las memberikan paparan. Dia hanya mengatakan sudah mencari referensi ke Jogjakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur soal rancangan Kode Etik Dewan. Namun, rancangan itu hanya didapat di Jawa Barat. “Di Jogjakarta tidak kami temukan. Kami sudah ke sana. Di Jawa Timur juga tidak ada itu,” beber Made Rasma yang notabene mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Provinsi Bali.
Penjelasan Made Rasma kontan membuat geram Made Suparta. Politisi PDIP asal Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan ini mengingatkan tim ahli DPRD Bali harusnya lebih ahli dari anggota Dewan. “Ini bapak sudah jauh-jauh ke Jogjakarta pakai dana APBD, malah tidak dapat referensi. Cuma dari Jawa Barat saja. Harusnya bapak-bapak ini lebih ahli dari kami. Apalagi, cuma menyusun kode etik ini. Kan sudah harus bawa rancangan dan tinggal menyerahkan tambahan materi saja. Mana rancangan bapak?” hardik Made Suparta.
Mendapatkan cecaran seperti itu, anggota tim ahli DPRD Bali lainnya, I Gustu Putu Anom Kerti, terang-terangan menyampaikan bahwa dirinya selama ini memang ditugaskan di DPRD Bali untuk membantu kegiatan Dewan. Tapi, Anom Kerti tidak tahu tugas-tugasnya di Dewan. Sebab, selama ini tidak pernah dijelaskan apa saja bidang dan tugasnya. “Saya gamang di sini, fungsi saya tidak jelas. Tetapi, kalau pembahasan kode etik, lebih baik menunggu Tatib selesai dulu,” kilah Anom Kerti.
Made Suparta pun tambah berang atas penjelasan Anom Kerti. “Waduh, bapak ini konyol. Kalau sudah tugas Anda tidak jelas, ya berhenti saja dong. Kalau Anda tidak mampu, berhenti saja. Ini menyusun kode etik anggota Dewan untuk dipakai 5 tahun lho. Bapak ini sudah pengalaman di birokrasi, tapi menjadi tim ahli malah tidak ahli,” sergah politisi-advokat ini seraya mengusulkan kepada pimpinan rapat supaya tim ahli DPRD Bali dievaluasi.
Sementara, Kelompok Penyusunan Kode Etik DPRD Bali, IGA Diah Werdi Srikandi, selaku pimpinan rapat, menyatakan segera akan lapor kepada Pimpinan Dewan supaya dilakukan evaluasi terhadap tim ahli ini. “Selama 3 tahun saya menjadi anggota Dewan sebagai pengganti antar waktu, saya amati tim ahli ini hanya bergerombol gitu. Apa tugasnya, juga tidak jelas. Sekarang malah ada yang mengakui sendiri posisinya tidak jelas,” ujar Srikandi PDIP asal Jembrana yang juga adik dari Senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna ini.
Sebaliknya, anggota tim ahli DPRD Bali, IGP Anom Kerti, sempat membela diri seraya menegaskan dirinya siap tidak lagi bertugas di Dewan. “Saya di sini tidak mencari sesuatu. Tetapi, saya katakan saya ingin tahu kejelasannya tentang fungsi saya di sini. Selama ini, tidak ada ditugaskan. Saya notaris tamatan UGM Jogjakarta kok. Saya nggak mencari sesuatu di Dewan ini,” tandas Anom Kerti.
Rekannya, Made Rasma, juga membela diri. Menurut Rasma, dirinya selama ini membantu tugas-tugas Komisi II DPRD Bali yang membidangi pajak dan keuangan. Hanya saja, antara pimpinan komisi dan tim ahli sering tidak nyambung. “Saya mantan Kadispenda, mantan Kepala Bappeda Bali, mantan Kepala Biro Keuangan. Karena tidak nyambung saja dengan komisi, jadi tugas-tugas kami ini menjadi tak jelas,” kilah Rasma.
Menyusul perdebatan panjang antara dengan tim ahli kemarin, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng, Ketut Rochineng mengusulkan rapat ditutup saja dan dilanjutkan Jumat (13/9) depan. “Kasihan di sini semuanya para Doktor dan mantan birokrasi malah berdebat tidak karuan. Sebaiknya copy paste bahan-bahan kode etik, dilengakapi tim ahli dulu, nanti dibahas lagi,” ujar Rochineng yang notabene Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali.
Sedangkan anggota Dewan lainnya, Putu Mangku Mertayasa, juga mengusulkan hal yang sama supaya rapat penyusunan kode etik ditunda. Alasannya, selain karena tim ahli tidak siap bahan, juga banyak anggota Dewan yang tergabung di Kelompok Penyusunan Kode Etik absen. “Biar lengkap dulu, nanti baru rapat lagi,” ujar politisi PDIP mantan Ketua Komisi I DPRD Buleleng 2014-2019 ini. *nat
Sinyal untuk mengevaluasi keberadaan tim ahli dan tim pakar ini terungkap saat rapat penyusunan Kode Etik DPRD Bali 2019-2024 di Ruang Badan Musyawarah (Bamus) Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Rabu (11/9) siang. Anggota Dewan kesal terhadap tim ahli yang kemarin diajak rapat membahas rancangan Kode Etik, karena dianggap tidak mengerti masalah.
Bahkan, ada anggota tim ahli yang terang-terangan mengaku tidak tahu apa fungsi mereka di Dewan. Padahal, sudah 5 tahun bertugas dan makan gaji dari APBD Bali. Gara-gara persoalan tersebut, tim ahli dan Dewan sempat bersitegang saat rapat kemarin siang.
Suasana panas dalam rapat kemarin berawal ketika pembahasan Kode Etik DPRD Bali dipimpin I Gusti Ayu Diah Werdi Srikandi WS (dari Fraksi PDIP) didampingi I Nyoman Wirya (dari Fraksi Golkar). Rapat kemarin juga dihadiri para anggota Kelompok Penyusunan Kode Etik DPRD Bali, seperti I Made Suparta (dari Fraksi PDIP), I Ketut Rochineng (Fraksi PDIP), Putu Mangku Mertayasa (Fraksi PDIP), I Gusti Ayu Aries Sujati (Fraksi PDIP), dan Ni Wayan Sari Galung (Fraksi PDIP). Sedangkan tim ahli dan tim pakar yang hadir dalam rapat kemarin adalah I Made Rasma dan I Gusti Putu Anom Kerti.
Saat memasuki pembahasan rancangan Kode Etik untuk disempurnakan, Made Suparta meminta pendapat tim ahli DPRD Bali untuk memberikan masukan dan menyampaikan materi tambahan. Ditodong seperti itu, anggota tim ahli DPRD Bali, Made Rasma, tidak je-las memberikan paparan. Dia hanya mengatakan sudah mencari referensi ke Jogjakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur soal rancangan Kode Etik Dewan. Namun, rancangan itu hanya didapat di Jawa Barat. “Di Jogjakarta tidak kami temukan. Kami sudah ke sana. Di Jawa Timur juga tidak ada itu,” beber Made Rasma yang notabene mantan Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Provinsi Bali.
Penjelasan Made Rasma kontan membuat geram Made Suparta. Politisi PDIP asal Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan ini mengingatkan tim ahli DPRD Bali harusnya lebih ahli dari anggota Dewan. “Ini bapak sudah jauh-jauh ke Jogjakarta pakai dana APBD, malah tidak dapat referensi. Cuma dari Jawa Barat saja. Harusnya bapak-bapak ini lebih ahli dari kami. Apalagi, cuma menyusun kode etik ini. Kan sudah harus bawa rancangan dan tinggal menyerahkan tambahan materi saja. Mana rancangan bapak?” hardik Made Suparta.
Mendapatkan cecaran seperti itu, anggota tim ahli DPRD Bali lainnya, I Gustu Putu Anom Kerti, terang-terangan menyampaikan bahwa dirinya selama ini memang ditugaskan di DPRD Bali untuk membantu kegiatan Dewan. Tapi, Anom Kerti tidak tahu tugas-tugasnya di Dewan. Sebab, selama ini tidak pernah dijelaskan apa saja bidang dan tugasnya. “Saya gamang di sini, fungsi saya tidak jelas. Tetapi, kalau pembahasan kode etik, lebih baik menunggu Tatib selesai dulu,” kilah Anom Kerti.
Made Suparta pun tambah berang atas penjelasan Anom Kerti. “Waduh, bapak ini konyol. Kalau sudah tugas Anda tidak jelas, ya berhenti saja dong. Kalau Anda tidak mampu, berhenti saja. Ini menyusun kode etik anggota Dewan untuk dipakai 5 tahun lho. Bapak ini sudah pengalaman di birokrasi, tapi menjadi tim ahli malah tidak ahli,” sergah politisi-advokat ini seraya mengusulkan kepada pimpinan rapat supaya tim ahli DPRD Bali dievaluasi.
Sementara, Kelompok Penyusunan Kode Etik DPRD Bali, IGA Diah Werdi Srikandi, selaku pimpinan rapat, menyatakan segera akan lapor kepada Pimpinan Dewan supaya dilakukan evaluasi terhadap tim ahli ini. “Selama 3 tahun saya menjadi anggota Dewan sebagai pengganti antar waktu, saya amati tim ahli ini hanya bergerombol gitu. Apa tugasnya, juga tidak jelas. Sekarang malah ada yang mengakui sendiri posisinya tidak jelas,” ujar Srikandi PDIP asal Jembrana yang juga adik dari Senator Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna ini.
Sebaliknya, anggota tim ahli DPRD Bali, IGP Anom Kerti, sempat membela diri seraya menegaskan dirinya siap tidak lagi bertugas di Dewan. “Saya di sini tidak mencari sesuatu. Tetapi, saya katakan saya ingin tahu kejelasannya tentang fungsi saya di sini. Selama ini, tidak ada ditugaskan. Saya notaris tamatan UGM Jogjakarta kok. Saya nggak mencari sesuatu di Dewan ini,” tandas Anom Kerti.
Rekannya, Made Rasma, juga membela diri. Menurut Rasma, dirinya selama ini membantu tugas-tugas Komisi II DPRD Bali yang membidangi pajak dan keuangan. Hanya saja, antara pimpinan komisi dan tim ahli sering tidak nyambung. “Saya mantan Kadispenda, mantan Kepala Bappeda Bali, mantan Kepala Biro Keuangan. Karena tidak nyambung saja dengan komisi, jadi tugas-tugas kami ini menjadi tak jelas,” kilah Rasma.
Menyusul perdebatan panjang antara dengan tim ahli kemarin, anggota Fraksi PDIP DPRD Bali Dapil Buleleng, Ketut Rochineng mengusulkan rapat ditutup saja dan dilanjutkan Jumat (13/9) depan. “Kasihan di sini semuanya para Doktor dan mantan birokrasi malah berdebat tidak karuan. Sebaiknya copy paste bahan-bahan kode etik, dilengakapi tim ahli dulu, nanti dibahas lagi,” ujar Rochineng yang notabene Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Bali.
Sedangkan anggota Dewan lainnya, Putu Mangku Mertayasa, juga mengusulkan hal yang sama supaya rapat penyusunan kode etik ditunda. Alasannya, selain karena tim ahli tidak siap bahan, juga banyak anggota Dewan yang tergabung di Kelompok Penyusunan Kode Etik absen. “Biar lengkap dulu, nanti baru rapat lagi,” ujar politisi PDIP mantan Ketua Komisi I DPRD Buleleng 2014-2019 ini. *nat
Komentar