Hakim PT Denpasar Tembus Pimpinan KPK
Kapolda Sumsel Jadi Ketua KPK, Saut Situmorang Pun Mundur
Aktivis antikorupsi khawatir terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK bisa timbulkan konflik kepentingan dalam penegakan hukum
JAKARTA, NusaBali
Hakim tinggi dari Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, Nawawi Pomolango, 57, berhasil tembus kursi Pimpinan KPK 2019-2023. Sebaliknya, auditor BPK RI asal Karangasem, I Nyoman Wara, 52, terpental dalam perebutan kursi Pimpinan KPK, setelah tidak kebagian suara saat voting usai fit and proper test di Komisi III DPR RI, Jumat (13/9) dinihari.
Berdasarkan hasil voting yang dilakukan 56 anggota Komisi III DPR RI di Sena-yan, Jakarta, Jumat dinihari, Nawawi Pomolango terpilih sebagai Pimpinan KPK bersama 4 kandidat lainnya, yakni Irjen Firli Bahuri (dari institusi kepolisian), Alexander Marwata (pertahana yang Wakil Ketua KPK 2015-2019), Nurul Ghu-fron (akademisi), dan Lili Pintauli Siregar (advokat).
Dalam voting, Nawawi yang kini menjadi hakim utama muda PT Denpasar berada di peringkat empat, dengan meraih 50 suara. Nawawi pun langsung ditetapkan sebagai Wakil Ketua KPK 2019-2023. Sedangkan Irjen Firli Bahuri yang kini menjabat Kapolda Sumatra Selatan, berada di posisi teratas dengan meraih 56 suara hingga langsung ditetapkan sebagai Ketua KPK. Disusul kemudian Alexander Marwata (peringkat kedua/53 suara), Nurul Ghufron (peringkat tiga/51 suara), dan Lili Pintauli Siregar (peringkat lima/44 suara) yang maisng-masing ditetapkan sebagai Wakil Ketua KPK.
Sebaliknya, Nyonan Wara gagal memenuhi ambisinya terpilih sebagai Pimpinan KPK. Sebab, dalam voting di Komisi III DPR dengan melibatkan 10 kandidat yang lolos 10 besar seleksi Capim KPK, Nyoman Wara tidak kebagian satu suara pun, seperti halnya Roby Arya Brata dan Johanis Tanak.
Sedangkan Nawawi Pomolango beruntung meraih 50 suara, sehingga berhasil tembus kursi Pimpinan KPK. Nawawi adalah seorang hakim yang mengawali kariernya di PN Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku tahun 1992. Pada 1996, Nawawi dipindahtugaskan sebagai hakim di PN Tondano, Sulawesi Utara. Lima tahun kemudian, dia dimutasi sebagai hakim PN Balikpapan (Kaltim) pada 2001. Selanjutnya, dia dimutasi lagi ke PN Makassar pada 2005.
Nawawi mulai dikenal luas saat bertugas di PN Jakarta Pusat periode 2011-2013. Saat itu, dia kerap ditugaskan mengadili sejumlah kasus rasuah yang ditangani KPK. Nawawi kembali ke Jakarta sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada 2016. Saat duduki posisinya itu, dia pernah menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Nawawi pula yang jatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, dalam kasus suap. Nawawi juga pernah menghukum mantan Ketua DPD RI Irman Gusman 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor.
Sebelumnya, Nawawi pernah menjadi anggota majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, pada 2013. Saat itu, Luthfi diganjar hukuman 16 tahun penjara. Nawawi sendiri dipromosikan menjadi hakim tinggi di PT Denpasar pada 2017. Tugas itu diembannya sampai saat ini.
Pasca terpilih jadi Pimpinan KPK 2019-2024, Nawawi harus mundur sebagai hakim untuk selamanya. Isyarat ini disampaikan juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro, kepada detikcom, Jumat kemarin. Disebutkan, Na-wawi seharusnya baru pensiun 10 tahun lagi. "Sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku, Nawawi harus mundur dan melepaskan jabatan sebagai hakim. Jika sudah purna tugas, dia tidak bisa lagi kembali jadi hakim karier. Sebab, selama ini Nawawi adalah seorang hakim karier," tandas Andi Samsan.
MA menaruh harapan besar agar Nawawi ikut berkontribusi membangun Indo-nesia, terutama dalam pemberantasan korupsi di KPK. "Kami berharap semoga Pak Nawawi dapat bekerja dengan baik dan memberi konstribusi dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Sementara itu, Irjen Firli Buhari berhasil menggaet seluruh 56 suara anggota Ko-misi III DPR dalam voting, sehingga kapolda Sumsel ini ditetapkan sebagai Ketua KPK 2019-2024. Firli pun menyatakan siap mengemban tugas. "Tentu ini kehendak Allah. Allah pasti akan memberi amanah, kekuasaan, jabatan kepada yang dikehendaki. Ini adalah takdir, saya harus menerima, tidak bisa tak menerima," jelas Firli.
Terlipihnya Kapolda Sumsel ini jadi Ketua KPK, justru menuai respons negatif. Wakil Ketua KPK 2015-2019, Saut Situmorang, langsung mengundurkan diri ja-batannya, Jumat kemarin. Bukan hanya Saut, Penasihat KPK, Tsani Annafari, juga pilih mengundurkan diri.
KPK sebelumnya menyatakan Firli yang merupakan mantan Deputi Penindakan diduga melakukan pelanggaran kode etik berat. Pengumuman itu disampaikan dalam jumpa pers yang dihadiri Saut dan Tsani Annafari, yang kemudian mem-beberkan rangkaian pertemuan yang membuat Firli dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.
Sedangkan aktivis antikorupsi menilai terpilihnya Firlu sebagai Ketua KPK dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam penegakan hukum di KPK. "Yang ditakutkan oleh publik, karena yang menjadi ketua adalah mantan polisi, maka dipastikan penegakan hukum ke depan sangat mudah dirasuki conflict of interest," kata Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), Askhalani.
Menurutnya, pilihan terhadap komisioner periode ini akan semakin membuat KPK sulit. Ke depan KPK akan banyak menghabiskan waktu untuk pencegahan semata. "Pertama dalam sejarah bahwa pemilihan seseorang dipilih dan dukungan sepenuhnya dari anggota Komisi III DPR. Ini semakin menunjukkan bahwa KPK ke depan akan mengalami perubahan dan dapat diduga KPK sekarang tidak akan lebih baik dari sebelumnya," sindir Askhalani.
Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Eko Riyadi, menyebutkan lima Pimpinan KPK 2019-2023 yang baru dipilih Komisi III DPR bukan orang independen. "Lima Pimpinan KPK (2019-2023) terpilih adalah Capim yang telah menundukkan diri pada keinginan Komisi III. Maka, mereka bukan orang-orang independen," kilah Eko, Jumat ke-marin. *
Berdasarkan hasil voting yang dilakukan 56 anggota Komisi III DPR RI di Sena-yan, Jakarta, Jumat dinihari, Nawawi Pomolango terpilih sebagai Pimpinan KPK bersama 4 kandidat lainnya, yakni Irjen Firli Bahuri (dari institusi kepolisian), Alexander Marwata (pertahana yang Wakil Ketua KPK 2015-2019), Nurul Ghu-fron (akademisi), dan Lili Pintauli Siregar (advokat).
Dalam voting, Nawawi yang kini menjadi hakim utama muda PT Denpasar berada di peringkat empat, dengan meraih 50 suara. Nawawi pun langsung ditetapkan sebagai Wakil Ketua KPK 2019-2023. Sedangkan Irjen Firli Bahuri yang kini menjabat Kapolda Sumatra Selatan, berada di posisi teratas dengan meraih 56 suara hingga langsung ditetapkan sebagai Ketua KPK. Disusul kemudian Alexander Marwata (peringkat kedua/53 suara), Nurul Ghufron (peringkat tiga/51 suara), dan Lili Pintauli Siregar (peringkat lima/44 suara) yang maisng-masing ditetapkan sebagai Wakil Ketua KPK.
Sebaliknya, Nyonan Wara gagal memenuhi ambisinya terpilih sebagai Pimpinan KPK. Sebab, dalam voting di Komisi III DPR dengan melibatkan 10 kandidat yang lolos 10 besar seleksi Capim KPK, Nyoman Wara tidak kebagian satu suara pun, seperti halnya Roby Arya Brata dan Johanis Tanak.
Sedangkan Nawawi Pomolango beruntung meraih 50 suara, sehingga berhasil tembus kursi Pimpinan KPK. Nawawi adalah seorang hakim yang mengawali kariernya di PN Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku tahun 1992. Pada 1996, Nawawi dipindahtugaskan sebagai hakim di PN Tondano, Sulawesi Utara. Lima tahun kemudian, dia dimutasi sebagai hakim PN Balikpapan (Kaltim) pada 2001. Selanjutnya, dia dimutasi lagi ke PN Makassar pada 2005.
Nawawi mulai dikenal luas saat bertugas di PN Jakarta Pusat periode 2011-2013. Saat itu, dia kerap ditugaskan mengadili sejumlah kasus rasuah yang ditangani KPK. Nawawi kembali ke Jakarta sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada 2016. Saat duduki posisinya itu, dia pernah menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Nawawi pula yang jatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, dalam kasus suap. Nawawi juga pernah menghukum mantan Ketua DPD RI Irman Gusman 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor.
Sebelumnya, Nawawi pernah menjadi anggota majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, pada 2013. Saat itu, Luthfi diganjar hukuman 16 tahun penjara. Nawawi sendiri dipromosikan menjadi hakim tinggi di PT Denpasar pada 2017. Tugas itu diembannya sampai saat ini.
Pasca terpilih jadi Pimpinan KPK 2019-2024, Nawawi harus mundur sebagai hakim untuk selamanya. Isyarat ini disampaikan juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro, kepada detikcom, Jumat kemarin. Disebutkan, Na-wawi seharusnya baru pensiun 10 tahun lagi. "Sesuai peraturan perundang-perundangan yang berlaku, Nawawi harus mundur dan melepaskan jabatan sebagai hakim. Jika sudah purna tugas, dia tidak bisa lagi kembali jadi hakim karier. Sebab, selama ini Nawawi adalah seorang hakim karier," tandas Andi Samsan.
MA menaruh harapan besar agar Nawawi ikut berkontribusi membangun Indo-nesia, terutama dalam pemberantasan korupsi di KPK. "Kami berharap semoga Pak Nawawi dapat bekerja dengan baik dan memberi konstribusi dalam upaya melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia," katanya.
Sementara itu, Irjen Firli Buhari berhasil menggaet seluruh 56 suara anggota Ko-misi III DPR dalam voting, sehingga kapolda Sumsel ini ditetapkan sebagai Ketua KPK 2019-2024. Firli pun menyatakan siap mengemban tugas. "Tentu ini kehendak Allah. Allah pasti akan memberi amanah, kekuasaan, jabatan kepada yang dikehendaki. Ini adalah takdir, saya harus menerima, tidak bisa tak menerima," jelas Firli.
Terlipihnya Kapolda Sumsel ini jadi Ketua KPK, justru menuai respons negatif. Wakil Ketua KPK 2015-2019, Saut Situmorang, langsung mengundurkan diri ja-batannya, Jumat kemarin. Bukan hanya Saut, Penasihat KPK, Tsani Annafari, juga pilih mengundurkan diri.
KPK sebelumnya menyatakan Firli yang merupakan mantan Deputi Penindakan diduga melakukan pelanggaran kode etik berat. Pengumuman itu disampaikan dalam jumpa pers yang dihadiri Saut dan Tsani Annafari, yang kemudian mem-beberkan rangkaian pertemuan yang membuat Firli dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat.
Sedangkan aktivis antikorupsi menilai terpilihnya Firlu sebagai Ketua KPK dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik kepentingan dalam penegakan hukum di KPK. "Yang ditakutkan oleh publik, karena yang menjadi ketua adalah mantan polisi, maka dipastikan penegakan hukum ke depan sangat mudah dirasuki conflict of interest," kata Koordinator Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), Askhalani.
Menurutnya, pilihan terhadap komisioner periode ini akan semakin membuat KPK sulit. Ke depan KPK akan banyak menghabiskan waktu untuk pencegahan semata. "Pertama dalam sejarah bahwa pemilihan seseorang dipilih dan dukungan sepenuhnya dari anggota Komisi III DPR. Ini semakin menunjukkan bahwa KPK ke depan akan mengalami perubahan dan dapat diduga KPK sekarang tidak akan lebih baik dari sebelumnya," sindir Askhalani.
Di sisi lain, Direktur Pusat Studi Hukum dan HAM Universitas Islam Indonesia (Pusham UII), Eko Riyadi, menyebutkan lima Pimpinan KPK 2019-2023 yang baru dipilih Komisi III DPR bukan orang independen. "Lima Pimpinan KPK (2019-2023) terpilih adalah Capim yang telah menundukkan diri pada keinginan Komisi III. Maka, mereka bukan orang-orang independen," kilah Eko, Jumat ke-marin. *
Komentar