Tito Didesak Turunkan Irjen Firli dari Capim KPK
Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mendesak Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk lekas menarik Irjen Pol Firli Bahuri dari calon pimpinan KPK 2019-2023.
JAKARTA, NusaBali
Menurutnya, Tito perlu membatalkan pencalonan Firli yang diduga pernah melanggar kode etik beratDiketahui, Firli sudah dipilih oleh Komisi III DPR sebagai Ketua KPK periode selanjutnya. Namun, banyak pihak yang keberatan lantaran Firli diduga pernah melanggar kode etik berat saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
"Ada bukti, ada track record tentang Firli. Nah, sekarang kalau Kapolri punya iktikad jujur, punya iktikad baik, tarik Firli, tarik," tegas Busyro, saat ditemui di Kantor PW Muhammadiyah Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (14/9).
Menurutnya, Tito selaku Kapolri mempunyai otoritas penuh untuk menarik perwira tingginya. Apalagi, kata Busyro, ia juga yakin Tito tak menutup mata terkait sejumlah catatan buruk anggotanya tersebut.
"Pak Firli itu waktu daftar (sebagai Capim KPK) pasti seizin Kapolri. Waktu itu sebagai Kapolda Sumsel. Pak Kapolri itu orang pintar, profesor, tentu mestinya punya iktikad baik, punya kejujuran," kata dia.
Lebih lanjut, Busyro menilai Firli terpilih juga akibat ketidakbecusan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang tak lain adalah bentukan istana.
"Hasil kerja Pansel calon pimpinan KPK itu amburadulitas kelewat batas. Tapi itu tanggung jawab presiden," kata dia.
Komisi III DPR telah memilih lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka antara lain Irjen Pol Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.
Komisi III DPR juga memilih Firli sebagai Ketua KPK periode selanjutnya. Itu dilakukan tanpa voting. Namun, Firli sudah menjadi sorotan publik. Dia dianggap memiliki rekam jejak bermasalah ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa Firli Bahuri terbukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik berat. Hal itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK merampungkan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018.
"Perlu kami sampaikan, hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/9).
Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari menjelaskan temuan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli.
Pertama, dua kali bertemu dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi ketika KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada tahun 2009-2016.
Tsani mengungkapkan bahwa Firli tak pernah meminta izin mengadakan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan.
Pelanggaran etik selanjutnya yakni ketika Firli bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah diagendakan pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo ihwal kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK.
Kemudian pelanggaran ketiga dilakukan ketika Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, 1 November 2018. *
"Ada bukti, ada track record tentang Firli. Nah, sekarang kalau Kapolri punya iktikad jujur, punya iktikad baik, tarik Firli, tarik," tegas Busyro, saat ditemui di Kantor PW Muhammadiyah Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (14/9).
Menurutnya, Tito selaku Kapolri mempunyai otoritas penuh untuk menarik perwira tingginya. Apalagi, kata Busyro, ia juga yakin Tito tak menutup mata terkait sejumlah catatan buruk anggotanya tersebut.
"Pak Firli itu waktu daftar (sebagai Capim KPK) pasti seizin Kapolri. Waktu itu sebagai Kapolda Sumsel. Pak Kapolri itu orang pintar, profesor, tentu mestinya punya iktikad baik, punya kejujuran," kata dia.
Lebih lanjut, Busyro menilai Firli terpilih juga akibat ketidakbecusan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) yang tak lain adalah bentukan istana.
"Hasil kerja Pansel calon pimpinan KPK itu amburadulitas kelewat batas. Tapi itu tanggung jawab presiden," kata dia.
Komisi III DPR telah memilih lima pimpinan KPK periode 2019-2023. Mereka antara lain Irjen Pol Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango dan Nurul Ghufron.
Komisi III DPR juga memilih Firli sebagai Ketua KPK periode selanjutnya. Itu dilakukan tanpa voting. Namun, Firli sudah menjadi sorotan publik. Dia dianggap memiliki rekam jejak bermasalah ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan bahwa Firli Bahuri terbukti melakukan dugaan pelanggaran kode etik berat. Hal itu diperoleh setelah Direktorat Pengawasan Internal KPK merampungkan pemeriksaan yang dilakukan sejak 21 September 2018.
"Perlu kami sampaikan, hasil pemeriksaan Direktorat Pengawasan Internal adalah terdapat dugaan pelanggaran berat," ujar Saut saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/9).
Dewan Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari menjelaskan temuan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli.
Pertama, dua kali bertemu dengan Gubernur NTB Tuan Guru Bajang Zainul Majdi ketika KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada tahun 2009-2016.
Tsani mengungkapkan bahwa Firli tak pernah meminta izin mengadakan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan.
Pelanggaran etik selanjutnya yakni ketika Firli bertemu pejabat BPK, Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Saat itu, Bahrullah diagendakan pemeriksaan dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo ihwal kasus suap dana perimbangan. Tsani mengungkapkan Firli didampingi Kabag Pengamanan menjemput langsung Bahrullah di lobi Gedung KPK.
Kemudian pelanggaran ketiga dilakukan ketika Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, 1 November 2018. *
Komentar