Hadiri HUT Almamater, Ida Pedanda Wayahan Keniten Main Gitar
Prof Dr Ir Ida Bagus Oka MS, Mahasiswa Angkatan Pertama Fakultas Pertanian Unud yang Jadi Sulinggih
Sebagai mahasiswa angkatan pertama Fakultas Pertanian Unud tahun 1967, Prof Dr Ir Ida Bagus Oka MS yang kini sulingih bergelar Ida Pendanda Gede Wayahan Keniten dan Ir AA Made Sudira Djelantik MS begitu setia terhadap almamaternya. Mereka selalu datang setiapkali diundang hadiri acara Fakultas Pertanian Unud
DENPASAR, NusaBali
Ada yang spesial dalam kegiatan serangkaian HUT ke-52 Fakultas Pertanian Unud di Kebun Percobaan Jalan Pulau Moyo Denpasar kawasan Kelurahan Pedungan, Denpasar Selatan, Minggu (15/9). Dua mahasiswa angkatan pertama (1967) Fakultas Pertanian Unud, Prof Dr Ir Ida Bagus Oka MS, 72, dan Ir AA Made Sudira Djelantik MS, 71, ikut hadir. Bahkan, Prof Ida Bagus Oka yang kini jadi sulinggih bergelar Ida Pendanda Gede Wayahan Keniten ikut main gitar dan menyanyi dalam acara bertajuk ‘Alumni FP Unud Memanen’ itu.
Meski sudah menjalani sasana kesulinggihan, rasa cinta Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten terhadap Fakultas Pertanian Unud tidak pernah surut. Sulinggih dari Griya Tengah, Klungkung ini selalu datang setiapkali diundang oleh almamaternya. Demikian pula Minggu kemarin, sulinggih kelahiran 16 Maret 1957 yang notabene mantan Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Unud ini sempat bernostalgia bermain gitar dan menyanyikan dua lagu kenangan.
Kepada NusaBali, Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten mengatakan FP Unud sebagai almamater adalah ‘ibu kedua’, tempatnya melakukan kewajiban dharma negara. “FP Unud kan almamater. Almamater itu ibu asuh kedua bagi kami, karena melahirkan kita sebagai orang akademis. Ini yang membuat kami menjadi terus ingat agar tidak lupa pada ibu asuh kedua kami,” jelas Ida Pedanda.
“Bagi saya, ini adalah bagian dari dharma negara. Jadi, asalkan diundang, saya pasti datang. Tapi, tentu sepanjang tidak berbenturan dengan jadwal muput (upacara, Red),” lanjut Ida Pedanda yang kemarin AA Made Sudira Djelantik (mantan Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Unud).
Ida Pedanda masih ingat betul, dirinya bersama AA Made Sudira Djelantik dan 31 mahasiswa lainnya angkatan pertama FP Unud 1967. FP Unud didirikan atas inisiatif Rektor Unud (pertama) Prof Dr Ida Bagus Mantra, 2 September 1967. Kala itu, kondisinya masih sangat terbatas dan belum bisa menamatkan lulusan S1, hanya sarjana muda.
“Dulu kami kuliah masih gabung dengan Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Peternakan, dan beberapa fakultas lainnya. Jadi, mahasiswanya yang mencari dosen, karena waktu itu kekurangan dosen. Dosennya banyak dari luar. Kami 33 orang waktu itu. Tapi, yang lanjut sampai sarjana muda cuma 11 orang,” kenang Ida Pedanda.
Karena saat itu FP Unud belum bisa menamatkan S1, mereka kemudian dikirim ke IPB Bogor tahun 1976 untuk afiliasi selama 3 semester. Setelah melewati serangkaian pendidikan dan ujian, barulah mereka mendapat gelar S1 tahun 1978. “Jadi, 11 tahun kami baru bisa memperoleh gelar S1. Saat tamat sarjana muda tahun 1971, kami sudah diangkat jadi asisten dosen di Unud. Tapi, karena masih sarjana muda, kami harus lanjut sampai S1. Kami sempat ngambang selama lima tahun. Sampai ada beasiswa afiliasi ke IPB, barulah kami dapat lulus S1 tahun 1978,” sambung AA Sudira Djelantik.
Saat kepemimpinan Dekan FP Unud (pertama) Prof Dr Ir Putu Japa Winaya MSi, Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten sempat menjabat Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) selama dua periode sejak 1982. Sedangkan Sudira Djelantik menjabat Pembantu Dekan II (Bidang Keuangan) FP Unud. Selama masa-masa itu, mereka berhasil mengantarkan mahasiswa FP Unud menuai prestasi di kancah nasional. Salah satunya, juara Lomba Karya Inovatif Produktif Nasional Se-Indonesia, ketika mengangkat penelitian tentang tanaman Gonda yang bisa dijadikan sayur.
Sementara itu, setelah Ida Pedanda pensiun tahun 2011 dan Sudira Djelantik pensiun tahun 2012, keduanya menjalani masa tuanya masing-masing. Jika Sudira Djelantik pilih mengisi masa tuanya dengan melakukan aktivitas-aktivitas ringan seperti beternak dan berkebun, Prof Ida Bagus Oka memantapkan hati melayani umat dengan menjadi sulinggih bergelar Ida Pendanda Gede Wayahan Keniten. Bahkan, dia sudah didiksa menjadi sulinggih pada 2005, jauh sebelum pensiun dari PNS.
Menurut Ida Pendanda, dari sisi sejarah, semua keluarganya menjadi sulinggih. Awalnya sang kakak yang menjadi sulinggih. Karena sesuatu dan lain hal, pengabdian sang kakak harus ada yang menyambung. Di antara semua saudaranya, hanya Prof Ida Bagus Oka yang dipandang layak menjadi penerus. Selain itu, juga pernah dikatakan bahwa reinkarnasinya terdahulu adalah seorang sulinggih.
“Padahal, saya baru saja habis menyelesaikan S3 tahun 2002. Baru berapa tahun saya menggunakan ilmu S3 ini, saya relakan untuk mediksa tahun 2005. Ada dua yang harus saya tinggalkan, akademis dan musik,” cerita Ida Pedanda.
Dikisahkan, sekitar tahun 1971, Ida Pedanda sempat sakit-sakitan. Saat melanjutkan S2 Jurusan Fitopatologi IPB Bogor, Ida Pedanda hampir berhenti lantaran sakitnya itu. Fisiknya memang sakit, namun otaknya tetap aktif berpikir. Akhirnya, diperingatkan agar mewinten (membersihkan diri) sekitar tahun 1978.
Sejak mewinten itulah, naluri musik dan naluri kebatinan (spiritual) Ida Pedanda sama-sama berjalan. Berbagai komunitas spiritual diikuti, sehingga mengimbangi naluri musiknya. “Saya berkesimpulan, tidak perlu belajar spiritual yang tinggi. Yang diperlukan adalah belajar jujur,” terang Ida Pedanda.
Menurut Ida Pedanda, dirinya sudah piawai bermain gitar sejak SD. Begitu menginjak SMP Negeri Klungkung, Ida Pedanda mulai bermain band di lingkup sekolah. Bahkan, dia ingat betul memiliki band saat duduk di bangku SMAN 1 Denpasar bernama Band Maharyo, yang merupakan singkatan dari para personelnya: Mamat, Hamid, Riyadi, dan Oka. Saat SMA, mereka sudah keliling bermain musik di acara-acara nikahan dan bahkan rekaman di RRI Denpasar. Dalam sejarahnya, Band Maharyo yang terbentuk tahun 1963 pernah menjuarai lomba band se-Bali masa itu.
Selama bermain musik, sudah berbagai posisi pernah dilakoni Ida Pedanda. Mulai dari rhythm, bass, melodi, keyboard, hingga vokalis. Memasuki masa kuliah, Ida Pedanda masih aktif bermain band, namun para personel mengambil jalur musik lain. Ida juga bermain musik semi professional di GWK, Hotel Bali Beach, dan dari hotel ke hotel, kafe ke kafe. Ida juga sempat mengiringi musik beberapa artis ibukota pada zamannya, seperti Erni Djohan, Vivi Sumanti, Merry Andani, Grace Simon, hingga Syaharani.
Ida Pedanda menuturkan, dirinya main musik sampai 2004, setahun sebelum mediksa. Namun, karena niatnya yang kuat untuk melayani umat, akademis dan musik bisa ditinggalkannya secara perlahan. Hanya saja, kadang-kadang Ida pedanda masih bermain musik atau sekadar mendengar musik lewat handphone sebagai relaksasi atau terapi. *ind
Meski sudah menjalani sasana kesulinggihan, rasa cinta Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten terhadap Fakultas Pertanian Unud tidak pernah surut. Sulinggih dari Griya Tengah, Klungkung ini selalu datang setiapkali diundang oleh almamaternya. Demikian pula Minggu kemarin, sulinggih kelahiran 16 Maret 1957 yang notabene mantan Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian Unud ini sempat bernostalgia bermain gitar dan menyanyikan dua lagu kenangan.
Kepada NusaBali, Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten mengatakan FP Unud sebagai almamater adalah ‘ibu kedua’, tempatnya melakukan kewajiban dharma negara. “FP Unud kan almamater. Almamater itu ibu asuh kedua bagi kami, karena melahirkan kita sebagai orang akademis. Ini yang membuat kami menjadi terus ingat agar tidak lupa pada ibu asuh kedua kami,” jelas Ida Pedanda.
“Bagi saya, ini adalah bagian dari dharma negara. Jadi, asalkan diundang, saya pasti datang. Tapi, tentu sepanjang tidak berbenturan dengan jadwal muput (upacara, Red),” lanjut Ida Pedanda yang kemarin AA Made Sudira Djelantik (mantan Pembantu Dekan II Fakultas Pertanian Unud).
Ida Pedanda masih ingat betul, dirinya bersama AA Made Sudira Djelantik dan 31 mahasiswa lainnya angkatan pertama FP Unud 1967. FP Unud didirikan atas inisiatif Rektor Unud (pertama) Prof Dr Ida Bagus Mantra, 2 September 1967. Kala itu, kondisinya masih sangat terbatas dan belum bisa menamatkan lulusan S1, hanya sarjana muda.
“Dulu kami kuliah masih gabung dengan Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas Peternakan, dan beberapa fakultas lainnya. Jadi, mahasiswanya yang mencari dosen, karena waktu itu kekurangan dosen. Dosennya banyak dari luar. Kami 33 orang waktu itu. Tapi, yang lanjut sampai sarjana muda cuma 11 orang,” kenang Ida Pedanda.
Karena saat itu FP Unud belum bisa menamatkan S1, mereka kemudian dikirim ke IPB Bogor tahun 1976 untuk afiliasi selama 3 semester. Setelah melewati serangkaian pendidikan dan ujian, barulah mereka mendapat gelar S1 tahun 1978. “Jadi, 11 tahun kami baru bisa memperoleh gelar S1. Saat tamat sarjana muda tahun 1971, kami sudah diangkat jadi asisten dosen di Unud. Tapi, karena masih sarjana muda, kami harus lanjut sampai S1. Kami sempat ngambang selama lima tahun. Sampai ada beasiswa afiliasi ke IPB, barulah kami dapat lulus S1 tahun 1978,” sambung AA Sudira Djelantik.
Saat kepemimpinan Dekan FP Unud (pertama) Prof Dr Ir Putu Japa Winaya MSi, Ida Pedanda Gede Wayahan Keniten sempat menjabat Pembantu Dekan III (Bidang Kemahasiswaan) selama dua periode sejak 1982. Sedangkan Sudira Djelantik menjabat Pembantu Dekan II (Bidang Keuangan) FP Unud. Selama masa-masa itu, mereka berhasil mengantarkan mahasiswa FP Unud menuai prestasi di kancah nasional. Salah satunya, juara Lomba Karya Inovatif Produktif Nasional Se-Indonesia, ketika mengangkat penelitian tentang tanaman Gonda yang bisa dijadikan sayur.
Sementara itu, setelah Ida Pedanda pensiun tahun 2011 dan Sudira Djelantik pensiun tahun 2012, keduanya menjalani masa tuanya masing-masing. Jika Sudira Djelantik pilih mengisi masa tuanya dengan melakukan aktivitas-aktivitas ringan seperti beternak dan berkebun, Prof Ida Bagus Oka memantapkan hati melayani umat dengan menjadi sulinggih bergelar Ida Pendanda Gede Wayahan Keniten. Bahkan, dia sudah didiksa menjadi sulinggih pada 2005, jauh sebelum pensiun dari PNS.
Menurut Ida Pendanda, dari sisi sejarah, semua keluarganya menjadi sulinggih. Awalnya sang kakak yang menjadi sulinggih. Karena sesuatu dan lain hal, pengabdian sang kakak harus ada yang menyambung. Di antara semua saudaranya, hanya Prof Ida Bagus Oka yang dipandang layak menjadi penerus. Selain itu, juga pernah dikatakan bahwa reinkarnasinya terdahulu adalah seorang sulinggih.
“Padahal, saya baru saja habis menyelesaikan S3 tahun 2002. Baru berapa tahun saya menggunakan ilmu S3 ini, saya relakan untuk mediksa tahun 2005. Ada dua yang harus saya tinggalkan, akademis dan musik,” cerita Ida Pedanda.
Dikisahkan, sekitar tahun 1971, Ida Pedanda sempat sakit-sakitan. Saat melanjutkan S2 Jurusan Fitopatologi IPB Bogor, Ida Pedanda hampir berhenti lantaran sakitnya itu. Fisiknya memang sakit, namun otaknya tetap aktif berpikir. Akhirnya, diperingatkan agar mewinten (membersihkan diri) sekitar tahun 1978.
Sejak mewinten itulah, naluri musik dan naluri kebatinan (spiritual) Ida Pedanda sama-sama berjalan. Berbagai komunitas spiritual diikuti, sehingga mengimbangi naluri musiknya. “Saya berkesimpulan, tidak perlu belajar spiritual yang tinggi. Yang diperlukan adalah belajar jujur,” terang Ida Pedanda.
Menurut Ida Pedanda, dirinya sudah piawai bermain gitar sejak SD. Begitu menginjak SMP Negeri Klungkung, Ida Pedanda mulai bermain band di lingkup sekolah. Bahkan, dia ingat betul memiliki band saat duduk di bangku SMAN 1 Denpasar bernama Band Maharyo, yang merupakan singkatan dari para personelnya: Mamat, Hamid, Riyadi, dan Oka. Saat SMA, mereka sudah keliling bermain musik di acara-acara nikahan dan bahkan rekaman di RRI Denpasar. Dalam sejarahnya, Band Maharyo yang terbentuk tahun 1963 pernah menjuarai lomba band se-Bali masa itu.
Selama bermain musik, sudah berbagai posisi pernah dilakoni Ida Pedanda. Mulai dari rhythm, bass, melodi, keyboard, hingga vokalis. Memasuki masa kuliah, Ida Pedanda masih aktif bermain band, namun para personel mengambil jalur musik lain. Ida juga bermain musik semi professional di GWK, Hotel Bali Beach, dan dari hotel ke hotel, kafe ke kafe. Ida juga sempat mengiringi musik beberapa artis ibukota pada zamannya, seperti Erni Djohan, Vivi Sumanti, Merry Andani, Grace Simon, hingga Syaharani.
Ida Pedanda menuturkan, dirinya main musik sampai 2004, setahun sebelum mediksa. Namun, karena niatnya yang kuat untuk melayani umat, akademis dan musik bisa ditinggalkannya secara perlahan. Hanya saja, kadang-kadang Ida pedanda masih bermain musik atau sekadar mendengar musik lewat handphone sebagai relaksasi atau terapi. *ind
1
Komentar