Indonesia Belum Kena Resesi
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan Indonesia belum terkena ancaman dari resesi.
JAKARTA, NusaBali
Isu ini kian menghangat mengingat sejumlah negara maju sudah menjadi korban dari resesi ekonomi. "Resesi itu jika suatu negara growth negative berturut-turut pada 2 triwulan. Pertumbuhan ekonomi global kami memproyeksi tahun ini 3,2 persen dan tahun depan 3,3 persen. Ini belum termasuk definisi resesi," kata Perry Warjiyo dikutip Liputan6, Kamis (19/9).
Perry juga menjelaskan, Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia kami memprediksi masih di bawah titik tengah 5-5.4 persen. Tahun depan kami memproyeksi 5-5.5 persen," ujarnya.
Sementara itu, pihaknya menegaskan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakan moneternya menyesuaikan perlambatan ekonomi global yang kini terjadi. "Kita akan melanjutkan bauran kebijakan akomodatif dengan memangkas suku bunga, perlonggar makropruden, sistem pembayaran dan operasi moneter," kata dia.
"Ketidakpastian memang tinggi sekarang tapi tetap barometenrya itu adalah Amerika. Kita lihat Amerika mau ke mana arahnya ke mana. Sementara di Amerika sendiri yang nentuin cuman satu: Trump. Trump bunyi di Twitter, pasar bergerak," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti.
Sama seperti ekonomi global, twit dari Presiden Donald Trump juga dinilai penuh ketidakpastian. Destry mencatat pekan lalu dunia masih muram karena perang dagang tampak semakin parah, tetapi pekan ini Trump menyebut akan lanjut bernegosiasi dengan China di bulan Oktober. "Gara-gara dia ngomong begitu, padahal terealisasi juga belum, market berbalik, pagi tadi dibuka Dow Jones langsung naik tinggi," kata Destry.
Jika itu terjadi, maka bonds pun otomatis akan terkoreksi akibat aksi jual. Destry mengaku kurang respek dengan tindak permainan isu tersebut, sebuah itu membuat pihak tertentu bisa menyesuaikan naik-turunnya harga dolar sesuai kebutuhan. "Sampai kami (ekonom) berpikir, enak banget yang gerakin dunia dan bikin negara pontang-panting," ujar Destry.
Destry berkata efek lain dari perang dagang adalah membuat banyak negara menurunkan suku bunga mereka dan makin jor-joran dalam hal fiscal policy. Sementara, Indonesia memilih tetap fokus agar bisa prudent dalam ekonomi.
"Fiscal deficit kita pada 2020 dipertahankan di level 1,76 persen, which is very, very, conservative. Kenapa? Kita mau menjaga prudent-nya," pungkas Destry. *
Perry juga menjelaskan, Indonesia juga belum terdampak dari potensi resesi ekonomi. Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih di atas atau sekitar 5 persen. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia kami memprediksi masih di bawah titik tengah 5-5.4 persen. Tahun depan kami memproyeksi 5-5.5 persen," ujarnya.
Sementara itu, pihaknya menegaskan, BI selaku bank sentral akan terus melonggarkan kebijakan moneternya menyesuaikan perlambatan ekonomi global yang kini terjadi. "Kita akan melanjutkan bauran kebijakan akomodatif dengan memangkas suku bunga, perlonggar makropruden, sistem pembayaran dan operasi moneter," kata dia.
"Ketidakpastian memang tinggi sekarang tapi tetap barometenrya itu adalah Amerika. Kita lihat Amerika mau ke mana arahnya ke mana. Sementara di Amerika sendiri yang nentuin cuman satu: Trump. Trump bunyi di Twitter, pasar bergerak," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti.
Sama seperti ekonomi global, twit dari Presiden Donald Trump juga dinilai penuh ketidakpastian. Destry mencatat pekan lalu dunia masih muram karena perang dagang tampak semakin parah, tetapi pekan ini Trump menyebut akan lanjut bernegosiasi dengan China di bulan Oktober. "Gara-gara dia ngomong begitu, padahal terealisasi juga belum, market berbalik, pagi tadi dibuka Dow Jones langsung naik tinggi," kata Destry.
Jika itu terjadi, maka bonds pun otomatis akan terkoreksi akibat aksi jual. Destry mengaku kurang respek dengan tindak permainan isu tersebut, sebuah itu membuat pihak tertentu bisa menyesuaikan naik-turunnya harga dolar sesuai kebutuhan. "Sampai kami (ekonom) berpikir, enak banget yang gerakin dunia dan bikin negara pontang-panting," ujar Destry.
Destry berkata efek lain dari perang dagang adalah membuat banyak negara menurunkan suku bunga mereka dan makin jor-joran dalam hal fiscal policy. Sementara, Indonesia memilih tetap fokus agar bisa prudent dalam ekonomi.
"Fiscal deficit kita pada 2020 dipertahankan di level 1,76 persen, which is very, very, conservative. Kenapa? Kita mau menjaga prudent-nya," pungkas Destry. *
Komentar