Komponen Pariwisata Bali Ajukan Penolakan Sejumlah Pasal RKUHP
Karena Bisa Matikan Sektor Pariwisata
Komponen pariwisata Bali dukung keputusan Presiden Jokowi yang meminta DPR RI tunda pengesahan rancangan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
DENPASAR, NusaBali
Masalahnya, jika rancangan revisi KUHP disahkan, bisa mengancam kelangsungan bisnis pariwisata. Itu sebabnya, komponen pariwisata Bali juga akan ajukan penolakan secara tertulis terhadap sejumlah pasal krusial.
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), mengatakan pihaknya bukan sekadar mendukung penuh tunda pengesahan revisi KUHP. Menurut Cok Ace, insan pariwisata Bali juga sekaligus akan mengajukan penolakan secara tertulis terhadap sejumlah pasal yang dinilai mengganggu kepariwisataan Bali.
Apalagi, kata Cok Ace, pasal-pasal tersebut telah memunculkan adanya sejumlah warning (peringatan) dari luar negeri, agar warga negara mereka hindari mengunjungi Bali, karena bisa terjerat hukum. Warning ini, antara lain, sudah dikeluarkan pemerintah Australia. Dan, tidak tertutup kemungkin warning serupa juga akan disusul oleh negara-negara penyumbang wisatawan lainnya ke Bali.
"Kami dari insan pariwisata sangat concern menjaga pariwisata Bali. Untuk itu, kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal dalam revisi KUHP yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap pariwisata Bali khususnya," tandas Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali dalam keterangan persnya di Denpasar, Sabtu (21/9).
Sejumlah pasal yang buat sementara akan diusulkan untuk ditinjau kembali oleh kalangan pariwisata Bali, antara lain, yang menyangkut masalah perzinahan, yakni Pasal 417 dan Pasal 419 RKUHP. Menurut Cok Ace, pasal ini dalam implementasinya akan sangat menyentuh ranah private masyarakat.
Dalam salah satu pasal dalam rancangan revisi KUHP disebutkan, setiap orang yang ‘kumpul kebo’ atau hidup sebagai suami istri tanpa status perkawinan, bisa dipenjara maksimal selama 6 bulan. Pasal ini menyentuh privasi seseorang. Nah, di Bali dengan pariwisatanya, jelas banyak turis asing yang bakal kena jerat hukum atas pasal perzinahan tersebut.
Ini tentu mengkhawatirkan bagi wisatawan asing, karena KUHP Indonesia menganut azas teritorial, seperti yang termaktub dalam Pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini. Sesuai pasal tersebut, setiap orang tidak peduli warga negara apa pun, yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk kepada Hukum Pidana Indonesia.
“Hal ini tentunya akan membuat para wisatawan asing berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Sebab, bila revisi KUHP berlaku, tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat menjadi ancaman bagi mereka," terang Cok Ace.
Selain itu, Pasal 432 RKUHP juga menjadi ancaman tersendiri. Pasal ini kurang lebih berbunyi “...... wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan....dan seterusnya”. Padahal, kata Cok Ace, dalam dunia industri pariwisata, tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam, karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan pariwisata.
"Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata, karena jam malam akan terbatas," tegas tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, desa Adat Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar yang juga Ketua BPD PHRI Bali ini.
Hal ini, kata Cok Ace, secara hukum juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender. Juga bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamakan Gender dalam Pembangunan Nasional. "Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci dan khusus kepada DPR RI oleh insan pariwisata, dalam waktu dekat ini," tandas Cok Ace.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya meminta DPR RI untuk tunda pengesahan revisi KUHP, Jumat (20/9), karena banyaknya pasal yang kontroversial dan dinilai sejumlah kalangan bisa mengancam demokratisasi di Indonesia. Bukan hanya itu, sejumlah pasal dalam RKUHP juga dinilai dapat mengganggu kepariwisataan Bali.
Sebelum revisi KUHP diberlakukan, telah muncul sejumlah warning dari pemerintah negara asing, agar warga negaranya berhati-hati berkunjung ke Bali dengan kemungkinan disahkannya RKUHP. Contohnya, situs peringatan perjalanan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Sejumlah media massa terkemuka di Australia dalam pemberitaannya juga menyarankan warga Negeri Kangutu agar menghindari untuk kunjungi Bali.
Sementara itu, kalangan DPRD Bali juga ikut bersuara atas revisi KUHP yang ditunda pengesahannya ini. Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, menyatakan mendukung keputusan Presiden Jokowi yang meminta DPR RI untuk menunda pengesahan rancangan revisi KUHP.
"Saya dukung sepenuhnya penundaan pengesahan rancangan revisi KUHP. Sebab, harus dilakukan revisi terhadap pasal-pasal yang ada di dalamnya sesuai dengan aspirasi masyarakat," ujar Sugawa Korry kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (22/9).
Sugawa Korry menyebutkan, pembahasan selanjutnya revisi KUHP pasca diminta tunda pengesahannya, nanti akan dilakukan oleh DPR RI 2019-2024. "Pada saat itu, pembahasan oleh DPR RI diharapkan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat, termasuk masyarakat industri pariwisata di Bali," tandas Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sedangkan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, menyatakan fraksinya secara kelembagaan tidak ada mengeluarkan aspirasi untuk disampaikan ke pusat, terkait penundaan pengesahan revisi KUHP yang dinilai mengancam pariwisata Bali ini. “Kalau urusan revisi KUHP, itu ranah DPR RI," ujar Dewa Jack saat dikonfirmasi terpisah, Minggu kemarin.
Menurut Dewa Jack, urusan revisi KUHP diserahkan kepada wakil rakyat Bali dari PDIP di Senayan. "Nanti yang berwenang melakukan revisi adalah DPR RI 2019-2024. Jadi, kita serahkan kepada wakil rakyat di Senayan, terutama anggota Fraksi PDIP DPR RI Dapil Bali," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng ini. *nat
Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace), mengatakan pihaknya bukan sekadar mendukung penuh tunda pengesahan revisi KUHP. Menurut Cok Ace, insan pariwisata Bali juga sekaligus akan mengajukan penolakan secara tertulis terhadap sejumlah pasal yang dinilai mengganggu kepariwisataan Bali.
Apalagi, kata Cok Ace, pasal-pasal tersebut telah memunculkan adanya sejumlah warning (peringatan) dari luar negeri, agar warga negara mereka hindari mengunjungi Bali, karena bisa terjerat hukum. Warning ini, antara lain, sudah dikeluarkan pemerintah Australia. Dan, tidak tertutup kemungkin warning serupa juga akan disusul oleh negara-negara penyumbang wisatawan lainnya ke Bali.
"Kami dari insan pariwisata sangat concern menjaga pariwisata Bali. Untuk itu, kami akan mengajukan usulan revisi tertulis kepada parlemen (DPR RI) atas beberapa pasal dalam revisi KUHP yang dinilai dapat berdampak negatif terhadap pariwisata Bali khususnya," tandas Cok Ace yang juga Wakil Gubernur Bali dalam keterangan persnya di Denpasar, Sabtu (21/9).
Sejumlah pasal yang buat sementara akan diusulkan untuk ditinjau kembali oleh kalangan pariwisata Bali, antara lain, yang menyangkut masalah perzinahan, yakni Pasal 417 dan Pasal 419 RKUHP. Menurut Cok Ace, pasal ini dalam implementasinya akan sangat menyentuh ranah private masyarakat.
Dalam salah satu pasal dalam rancangan revisi KUHP disebutkan, setiap orang yang ‘kumpul kebo’ atau hidup sebagai suami istri tanpa status perkawinan, bisa dipenjara maksimal selama 6 bulan. Pasal ini menyentuh privasi seseorang. Nah, di Bali dengan pariwisatanya, jelas banyak turis asing yang bakal kena jerat hukum atas pasal perzinahan tersebut.
Ini tentu mengkhawatirkan bagi wisatawan asing, karena KUHP Indonesia menganut azas teritorial, seperti yang termaktub dalam Pasal 2 KUHP yang berlaku saat ini. Sesuai pasal tersebut, setiap orang tidak peduli warga negara apa pun, yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, otomatis akan tunduk kepada Hukum Pidana Indonesia.
“Hal ini tentunya akan membuat para wisatawan asing berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia. Sebab, bila revisi KUHP berlaku, tentunya pasal-pasal seperti yang disebutkan tadi dapat menjadi ancaman bagi mereka," terang Cok Ace.
Selain itu, Pasal 432 RKUHP juga menjadi ancaman tersendiri. Pasal ini kurang lebih berbunyi “...... wanita pekerja yang pulang malam bisa dianggap sebagai gelandangan....dan seterusnya”. Padahal, kata Cok Ace, dalam dunia industri pariwisata, tidak tertutup kemungkinan pekerja wanita pulang malam, karena tuntutan pekerjaan dan pelayanan pariwisata.
"Tentu saja ini sangat mengganggu bisnis pariwisata, karena jam malam akan terbatas," tegas tokoh pariwisata asal Puri Agung Ubud, desa Adat Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar yang juga Ketua BPD PHRI Bali ini.
Hal ini, kata Cok Ace, secara hukum juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Kesetaraan Gender. Juga bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamakan Gender dalam Pembangunan Nasional. "Keberatan detailnya akan diajukan secara rinci dan khusus kepada DPR RI oleh insan pariwisata, dalam waktu dekat ini," tandas Cok Ace.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya meminta DPR RI untuk tunda pengesahan revisi KUHP, Jumat (20/9), karena banyaknya pasal yang kontroversial dan dinilai sejumlah kalangan bisa mengancam demokratisasi di Indonesia. Bukan hanya itu, sejumlah pasal dalam RKUHP juga dinilai dapat mengganggu kepariwisataan Bali.
Sebelum revisi KUHP diberlakukan, telah muncul sejumlah warning dari pemerintah negara asing, agar warga negaranya berhati-hati berkunjung ke Bali dengan kemungkinan disahkannya RKUHP. Contohnya, situs peringatan perjalanan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia (DFAT). Sejumlah media massa terkemuka di Australia dalam pemberitaannya juga menyarankan warga Negeri Kangutu agar menghindari untuk kunjungi Bali.
Sementara itu, kalangan DPRD Bali juga ikut bersuara atas revisi KUHP yang ditunda pengesahannya ini. Wakil Ketua DPRD Bali dari Fraksi Golkar, Nyoman Sugawa Korry, menyatakan mendukung keputusan Presiden Jokowi yang meminta DPR RI untuk menunda pengesahan rancangan revisi KUHP.
"Saya dukung sepenuhnya penundaan pengesahan rancangan revisi KUHP. Sebab, harus dilakukan revisi terhadap pasal-pasal yang ada di dalamnya sesuai dengan aspirasi masyarakat," ujar Sugawa Korry kepada NusaBali di Denpasar, Minggu (22/9).
Sugawa Korry menyebutkan, pembahasan selanjutnya revisi KUHP pasca diminta tunda pengesahannya, nanti akan dilakukan oleh DPR RI 2019-2024. "Pada saat itu, pembahasan oleh DPR RI diharapkan memperhatikan aspirasi yang berkembang di masyarakat, termasuk masyarakat industri pariwisata di Bali," tandas Sekretaris DPD I Golkar Bali ini.
Sedangkan Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali, Dewa Made Mahayadnya alias Dewa Jack, menyatakan fraksinya secara kelembagaan tidak ada mengeluarkan aspirasi untuk disampaikan ke pusat, terkait penundaan pengesahan revisi KUHP yang dinilai mengancam pariwisata Bali ini. “Kalau urusan revisi KUHP, itu ranah DPR RI," ujar Dewa Jack saat dikonfirmasi terpisah, Minggu kemarin.
Menurut Dewa Jack, urusan revisi KUHP diserahkan kepada wakil rakyat Bali dari PDIP di Senayan. "Nanti yang berwenang melakukan revisi adalah DPR RI 2019-2024. Jadi, kita serahkan kepada wakil rakyat di Senayan, terutama anggota Fraksi PDIP DPR RI Dapil Bali," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Banjar, Buleleng ini. *nat
Komentar