Lahir Bayi Perempuan yang Mempunyai 4 Tangan dan 4 Kaki
Kasus Langka Terjadi di Kawasan Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt, Buleleng
Wakil Bupati Buleleng, dr Nyoman Sutjidra SpOG, menduga salah satu faktor penyebab kelahiran bayi dengan kelainan komplek ini karena ibunya, Ni Kadek Grorsi, melahirkan dalam jarak cukup jauh antara anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga
SINGARAJA, NusaBali
Bayi perempuan dengan kelainan komplek lahir melalui persalinan normal di salah satu klinik bidan kawasan Kecamatan Seririt, Buleleng, Senin (23/9) dinihari. Bayi perempuan yang merupakan anak ketiga dari pasangan Made Mujana, 35, dan Ni Kadek Gorsi, 35, tersebut lahir dengan kondisi memiliki 4 tangan dan 4 kaki.
Begitu dilahirkan di klinik bidan, Senin dinihari sekitar pukul 03.00 Wita, bayi malang yang memiliki 4 tangan dan 4 kaki beserta ibunya langsung dirujuk ke RSUD Buleleng di Singaraja. Hingga kemarin siang, ibunda si bayi, Kadek Gorsi, asal Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt masih menjalani perawatan intensif di RSUD Buleleng. Demikian pula bayinya yang lahir dengan berat 2,9 kilogram.
Bidan yang menangani kelahiran bayi malang ini di klinik kawasan Seririt, tidak mau ambil risiko. Sebab, bayi malang tersebut bukan hanya memiliki kelaian lahir dengan 4 tangan dan 4 kaki, tapi bagian perutnya juga ada yang menyembul keluar dan dalam keadaan terbuka. Itu sebabnya, bayi dengan kelainan komplek ini langsung ditujuk ke RSUD Buleleng.
Secara kasat mata, bayi perempuan yang belum diberi nama ini tampak seperti bayi kembar siam. Hanya saja, perkembangan kembarannya tidak sempurna. Sejumlah bagian anggota tubuh menempel pada tubuh bayi malang ini, seperti 2 tangan, 2 kaki, dan organ dalam, namun tidak memiliki badan dan kepala.
Setelah diterima tim medis rumah sakit, bayi bertangan 4 dan kaki 4 ini langsung dirawat di Ruang NICU Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Buleleng. Tim medis yang bertugas pun rutin mengobservasi bayi malang yang masih dipasangi alat bantu pernapasan di dalam incubator ini. Tim medis belum sempat mengukur panjang bayi malang ini, karena kondisi bagian perutnya yang terbuka dan rentan terinfeksi jika terkena benda asing.
Wakil Bupati Buleleng, dr I Nyoman Sutjidra SpOG, yang notaben dokter ahli kandungan, pun sempat menjenguk dan melihat kondisi bayi malang ini ke Ruang NICU IGD RSUD Buleleng, Senin kemarin. Didampingi tim medis RSUD Buleleng, Wabup dr Sutjidra mengaku akan melakukan konsultasi lebih lanjut dengan tim dokter yang sudah dibentuk, untuk mengambil langkah penanganan lanjutan bayi yang memiliki 4 tangan dan 4 kaki ini.
Menurut dr Sutjidra, lahirnya bayi dengan kelainan komplek ini merupakan kasus sangat langka. Kelainan multiple pada bayi malang ini diduga terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, umur ibunda si bayi yang masuk kategori berisiko tinggi untuk hamil kembali.
Selain itu, kata dr Sutjidra, faktor jarak kehamilan dari anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga juga cukup jauh, hingga ikut berpengaruh terjadinya kelainan komplek. Sekadar dicatat, anak sulung dari pasutri Made Mujana dan Ni Kadek Gorsi kini telag berusia 19 tahun, yakni Luh Juni Astini. Sedangkan anak kedua mereka kini berusia 12 tahun. Berarti, antara anak pertama dan anak kedua jarak kelahirannya 7 tahun, sementara antara anak kedua dan anak ketiga berjarak 12 tahun.
“Jadi, ada banyak faktor yang mempengaruhi lahirnya bayi dengan kelainan multiple. Selain karena kehamilan di atas 35 tahun yang risikonya sangat tinggi, jarak kelahiran juga berisiko,” tandas dr Sutjidra.
“Pada kasus kehamilan berisiko tinggi ini seharusnya mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dan pemeriksaan rutin. Sehingga, hal-hal seperti ini dapat dicegah,” lanjut dokter sepesialis dan politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Menurut dr Sutjidra, pihak RSUD Buleleng kemungkinan akan merujuk bayi malang ini ke RSUP Sanglah, Denpasar untuk dilakukan scanning kelengkapan organ dalamnya. “Kemungkinan akan dirujuk ke RSUP Sanglah, karena peralatan scanning organ dalam di sana lengkap dan dokter bedah anak juga ada. Tetapi, kami masih melihat perkembangan kondisi bayinya dulu. Kalau sekarang, sangat berisiko,” tegas dr Sutjidra.
Dia menambahkan, dengan kelaiann bawaan yang sangat banyak tersebut, bayi malang ini agak sulit untuk ditangani. Berdasarkan kasus-kasus serupa sebelumnya, sangat kecil kemungkinan bayi seperti ini bisa diselamatkan. Namun demikian, dr Sutjidra selaku Wabup Buleleng berupaya menguatkan keluarga si bayi dan berjanji akan tetap berusaha semaksimal mungkin.
“Ya, kita berharap demikian (bayi malang ini bisa diselamatkan, Red). Tetapi, sekali lagi, untuk kelainan bawaan yang cukup komplek, survival rate-nya rendah sekali. Kemungkinan bisa diselamatkan sangat kecil, tetapi tetap kita berusaha,” katanya sembari menyeut seluruh biaya penanganan bayi malang ini ditanggung Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI).
Sementara itu, anak sulung pasutri Made Mujana dan Ni Kadek Gorsi, yakni Luh Juni Astini, mengatakan kehamilan ketiga ibunya ini sebetulnya tanpa disangka-sangka. Kehamilan itu baru diketahui saat usia 4-5 bulan, ketika Kadek Gorsi periksa ke bidan desa di Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt.
Oleh bidan desa, Kadek Gorsi yang hamil di usia rentan kemudian disarankan untuk menjalani USG buat mengetahui kondisi kesehatan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Maka, Kadek Gorsi didampingi suaminya, Made Mujana, pun melakukan USG di RS Santi Graha Seririt.
Hanya saja, kata Juni Astini, ibunya tidak rutin melakukan pemeriksaan dan kontrol kandungan ke bidan atau Puskesmas. Sampai bayi ketiganya lahir dengan kelainan komplek, Kadek Gorsi tercatat hanya dua kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas dan sekali menjalani USG.
“Ibu saya sempat USG pas kandungannya 5 bulan dan dibilang normal sama dokternya. Tapi, saat itu tidak tahu jenis kelamin bayinya apa, karena bapak sama ibu tidak nanya,” kenang Juni Astini saat ditemui NusaBali di RSUD Buleleng, Senin kemarin.
Juni Astini menyebutkan, selama masa kehamilan, ibunya tak pernah merasa ada yang aneh ataupun mengalami kendala berarti. Tidak pula ada firasat buruk. “Ibu tak pernah mengeluh apa pun selama hamil,” tutur gadis 19 tahun yang sudah bekerja di Denpasar dan langsung pulang ke Buleleng saat mendapat kabar dari ayahnya bahwa sang adik lahir tidak sempurna ini. *k23
Begitu dilahirkan di klinik bidan, Senin dinihari sekitar pukul 03.00 Wita, bayi malang yang memiliki 4 tangan dan 4 kaki beserta ibunya langsung dirujuk ke RSUD Buleleng di Singaraja. Hingga kemarin siang, ibunda si bayi, Kadek Gorsi, asal Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt masih menjalani perawatan intensif di RSUD Buleleng. Demikian pula bayinya yang lahir dengan berat 2,9 kilogram.
Bidan yang menangani kelahiran bayi malang ini di klinik kawasan Seririt, tidak mau ambil risiko. Sebab, bayi malang tersebut bukan hanya memiliki kelaian lahir dengan 4 tangan dan 4 kaki, tapi bagian perutnya juga ada yang menyembul keluar dan dalam keadaan terbuka. Itu sebabnya, bayi dengan kelainan komplek ini langsung ditujuk ke RSUD Buleleng.
Secara kasat mata, bayi perempuan yang belum diberi nama ini tampak seperti bayi kembar siam. Hanya saja, perkembangan kembarannya tidak sempurna. Sejumlah bagian anggota tubuh menempel pada tubuh bayi malang ini, seperti 2 tangan, 2 kaki, dan organ dalam, namun tidak memiliki badan dan kepala.
Setelah diterima tim medis rumah sakit, bayi bertangan 4 dan kaki 4 ini langsung dirawat di Ruang NICU Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Buleleng. Tim medis yang bertugas pun rutin mengobservasi bayi malang yang masih dipasangi alat bantu pernapasan di dalam incubator ini. Tim medis belum sempat mengukur panjang bayi malang ini, karena kondisi bagian perutnya yang terbuka dan rentan terinfeksi jika terkena benda asing.
Wakil Bupati Buleleng, dr I Nyoman Sutjidra SpOG, yang notaben dokter ahli kandungan, pun sempat menjenguk dan melihat kondisi bayi malang ini ke Ruang NICU IGD RSUD Buleleng, Senin kemarin. Didampingi tim medis RSUD Buleleng, Wabup dr Sutjidra mengaku akan melakukan konsultasi lebih lanjut dengan tim dokter yang sudah dibentuk, untuk mengambil langkah penanganan lanjutan bayi yang memiliki 4 tangan dan 4 kaki ini.
Menurut dr Sutjidra, lahirnya bayi dengan kelainan komplek ini merupakan kasus sangat langka. Kelainan multiple pada bayi malang ini diduga terjadi karena beberapa faktor. Salah satunya, umur ibunda si bayi yang masuk kategori berisiko tinggi untuk hamil kembali.
Selain itu, kata dr Sutjidra, faktor jarak kehamilan dari anak pertama, anak kedua, dan anak ketiga juga cukup jauh, hingga ikut berpengaruh terjadinya kelainan komplek. Sekadar dicatat, anak sulung dari pasutri Made Mujana dan Ni Kadek Gorsi kini telag berusia 19 tahun, yakni Luh Juni Astini. Sedangkan anak kedua mereka kini berusia 12 tahun. Berarti, antara anak pertama dan anak kedua jarak kelahirannya 7 tahun, sementara antara anak kedua dan anak ketiga berjarak 12 tahun.
“Jadi, ada banyak faktor yang mempengaruhi lahirnya bayi dengan kelainan multiple. Selain karena kehamilan di atas 35 tahun yang risikonya sangat tinggi, jarak kelahiran juga berisiko,” tandas dr Sutjidra.
“Pada kasus kehamilan berisiko tinggi ini seharusnya mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dan pemeriksaan rutin. Sehingga, hal-hal seperti ini dapat dicegah,” lanjut dokter sepesialis dan politisi PDIP asal Desa Bontihing, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng ini.
Menurut dr Sutjidra, pihak RSUD Buleleng kemungkinan akan merujuk bayi malang ini ke RSUP Sanglah, Denpasar untuk dilakukan scanning kelengkapan organ dalamnya. “Kemungkinan akan dirujuk ke RSUP Sanglah, karena peralatan scanning organ dalam di sana lengkap dan dokter bedah anak juga ada. Tetapi, kami masih melihat perkembangan kondisi bayinya dulu. Kalau sekarang, sangat berisiko,” tegas dr Sutjidra.
Dia menambahkan, dengan kelaiann bawaan yang sangat banyak tersebut, bayi malang ini agak sulit untuk ditangani. Berdasarkan kasus-kasus serupa sebelumnya, sangat kecil kemungkinan bayi seperti ini bisa diselamatkan. Namun demikian, dr Sutjidra selaku Wabup Buleleng berupaya menguatkan keluarga si bayi dan berjanji akan tetap berusaha semaksimal mungkin.
“Ya, kita berharap demikian (bayi malang ini bisa diselamatkan, Red). Tetapi, sekali lagi, untuk kelainan bawaan yang cukup komplek, survival rate-nya rendah sekali. Kemungkinan bisa diselamatkan sangat kecil, tetapi tetap kita berusaha,” katanya sembari menyeut seluruh biaya penanganan bayi malang ini ditanggung Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI).
Sementara itu, anak sulung pasutri Made Mujana dan Ni Kadek Gorsi, yakni Luh Juni Astini, mengatakan kehamilan ketiga ibunya ini sebetulnya tanpa disangka-sangka. Kehamilan itu baru diketahui saat usia 4-5 bulan, ketika Kadek Gorsi periksa ke bidan desa di Desa Pangkung Paruk, Kecamatan Seririt.
Oleh bidan desa, Kadek Gorsi yang hamil di usia rentan kemudian disarankan untuk menjalani USG buat mengetahui kondisi kesehatan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Maka, Kadek Gorsi didampingi suaminya, Made Mujana, pun melakukan USG di RS Santi Graha Seririt.
Hanya saja, kata Juni Astini, ibunya tidak rutin melakukan pemeriksaan dan kontrol kandungan ke bidan atau Puskesmas. Sampai bayi ketiganya lahir dengan kelainan komplek, Kadek Gorsi tercatat hanya dua kali memeriksakan kandungannya ke Puskesmas dan sekali menjalani USG.
“Ibu saya sempat USG pas kandungannya 5 bulan dan dibilang normal sama dokternya. Tapi, saat itu tidak tahu jenis kelamin bayinya apa, karena bapak sama ibu tidak nanya,” kenang Juni Astini saat ditemui NusaBali di RSUD Buleleng, Senin kemarin.
Juni Astini menyebutkan, selama masa kehamilan, ibunya tak pernah merasa ada yang aneh ataupun mengalami kendala berarti. Tidak pula ada firasat buruk. “Ibu tak pernah mengeluh apa pun selama hamil,” tutur gadis 19 tahun yang sudah bekerja di Denpasar dan langsung pulang ke Buleleng saat mendapat kabar dari ayahnya bahwa sang adik lahir tidak sempurna ini. *k23
Komentar