Harapan Untuk Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh elemen bangsa. Masyarakat dan pemerintah sudah selayaknya memiliki tugas dan peran masing-masing dalam rangka mewujudkan penyelenggaraaan negara yang bersih dari korupsi.
Penulis : Gerry Katon Mahendra, S.IP., M.I.P.
Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Masyarakat aktif mengontrol dan memberikan pengaduan, pemerintah komitmen untuk menerapkan dan menegakkan hukum. Korupsi, secara konsep menurut Robert Klitgaard merupakan tingkah laku yang meyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, dimana untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut tingkah laku pribadi. Idealnya, dalam upaya pencegahan dan pemberantsan korupsi harus terdapat landasan hukum yang kuat dan berorientasi mendukung segala bentuk upaya pencegahan pemberantasan korupsi, serta harus ada kontrol kuat dari kalangan masyarakat, baik sipil, mahasiswa, dan organisasi massa agar upaya pemberantasan korupsi dapat dijalankan secara efektif dan efisien. Faktanya, apa yang terjadi di Indonesia saat ini justru menggambarkan keadaan yang bertolak belakang. Setidaknya terdapat tiga kondisi yang dapat menggambarkan dinamika kejahatan korupsi di Indonesia.
Pertama, data dari voaindonesia.com tahun 2019 menunjukkan bahwa Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesa masih berada diposisi ke 89 secara global atau berada diurutan keempat setelah Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura di wilayah Asia Tenggara. Kondisi tersebut tentu tidak menunjukkan kondisi ideal bagi negara sebesar Indonesia. Kedua, data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2018 terdapat 1.053 perkara dengan 1.162 terdakwa yang diputus pada ketiga tingkatan pengadilan dengan kerugian negara sekitar Rp 9,29 triliun. Ketiga, ditengah segala peluh perjuangan yang sedang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pemerintah melalui DPR dan Presiden justru merestui upaya revisi Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 yang dinilai oleh banyak pihak dapat melemahkan kinerja KPK dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Tiga contoh diatas setidaknya dapat dijadikan refleksi betapa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia selalu menemui jalan yang terjal.
Perbaikan Sistem dan Efek Jera
Mengutip nasihat dari Alm. Gus Dur yang menyatakan bahwa “Negara ini tidak akan hancur karena bencana atau berbeda, tetapi karena moral bejat dan perilaku korupsi”. Dari kutipan tersebut sangat jelas bahwa korupsi dapat meruntuhkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, bukan berarti tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk keluar dari situasi sulit tersebut. Seburuk apapun kondisi suatu bangsa karena permasalahan korupsi, tentu masih ada solusi gagasan yang selalu dapat diupayakan. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi harus dimulai dari perbaikan sistem dan peningkatan efek jera bagi para pelaku. Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sedini mungkin dapat dilaksanakan pada lingkungan kampus. Pendidikan anti korupsi, baik melalui penyampaian mata kuliah maupun penerapan praktis dalam setiap kegiatan kampus dapat menjadi fondasi awal praktik pencegahan korupsi. Perbaikan sistem juga dapat dilakukan melalui penyediaan instrumen hukum yang kuat. UU KPK, jika memang harus direvisi harusnya didasari pada semangat dan orientasi penguatan peran lembaga KPK beserta instrumen kerjanya, bukan justru sebaliknya.
Perbaikan sistem selanjutnya adalah dengan selalu menempatkan orang-orang “bersih” dijajaran pimpinan KPK. Proses fit and proper test yang selama ini sudah dilakukan di DPR akan lebih bermanfaat apabila ditambah dengan mekanisme uji kelayakan yang juga dilakukan oleh perwakilan masyarakat, baik akademisi maupun praktisi hukum yang berkompeten dibidangnya. Proses penentuan keputusan juga akan lebih bijaksana apabila diputuskan bersama. Upaya ini teramat penting agar KPK dapat terhindar dari konflik kepentingan golongan tertentu sekaligus mampu menghadirkan pimpinan KPK yang memiliki orientasi cemerlang terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Upaya represif sebagai bagian dari peningkatan efek jera dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan hukuman bagi para pelaku korupsi. Sudah menjadi rahasia umum di Indonesia saat ini, bahwa kejahatan korupsi yang dianggap sebagai salah satu extra ordinary crime justru seringkali menghasilkan keputusan hukum yang teramat ringan.
Hukuman rata-rata dua hingga lima tahun masa tahanan seringkali diputuskan pada tiap terdakwa kasus korupsi yang sudah jelas merugikan negara, juga melukai dan merampas hak rakyat. Memaksimalkan hukuman ini memang bukan tugas mudah, KPK juga tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan hal tersebut. Oleh karena itu, harus ada kemauan hukum yang kuat dari yudikatif agar putusan-putusan yang dihasilkan dapat bernilai maksimal dan memberikan efek jera. Bahkan dalam kondisi yang lebih genting seperti saat ini, tidak ada salahnya untuk meniru dan memodifikasi upaya yang telah dilakukan oleh Presiden Filipina, Rodrigo Duterte yang sangat keras dalam melawan tindakan korup di Negaranya. Langkah-langkah tersebut tentu saja harus dibarengi dengan political will yang kuat dari seluruh pihak lainnya mulai dari elemen masyarakat hingga Presiden agar penegakan hukum pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat berjalan semakin baik.
Upaya-upaya tersebut, meskipun tampak sederhana namun akan menjadi lebih bermakna apabila mampu diwujudkan dengan penuh komitmen. Potensi perampasan hak-hak rakyat sebagai akibat dari perilaku korup para oknum pejabat negara dapat dihindarkan apabila seluruh elemen yang memiliki wewenang mampu memaksimalkan tugasnya dalam upaya mencegah dan memberantas korupsi. Harapan tersebut akan tetap ada dan terus dijaga meskipun kondisi saat ini, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi sedang dikebiri secara sistematis. Semoga apa yang saat ini sedang diperjuangkan oleh sebagian besar kalangan, baik praktisi, pemerhati, tokoh, hingga mahasiswa mampu membuahkan hasil positif bagi perjuangan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
1
Komentar