Banjar Bresela, Payangan Gelar Ngaben Kinembulan
Krama Banjar Bresela, Desa Adat/Dinas Bresela, Desa Bresela, Kecamatan Payangan, Gianyar, menggelar Ngaben Kinembulan (kelompok).
GIANYAR, NusaBali
Puncak Ngaben pada Wraspati Wage Medangkungan, Kamis (26/9) ini. Ngaben Kinembulan wajib digelar setiap lima tahun sekali. Berdasarkan pararem adat, krama pantang membiarkan jenazah di kuburan lebih dari lima tahun karena dianggap sebagai cuntaka bumi. Hal itu diungkapkan Kelihan Adat Banjar Bresela I Wayan Dirka,
di sela-sela prosesi Ngaskara, Budha Pon Medangkungan, Rabu (25/9) kemarin. Sesuai pararem pula, lanjut Dirka, setiap krama yang meninggal harus dikubur. Sehingga setiap kali Ngaben Massal digelar, jumlah sawa bisa sekitar 50an. Ngaben kali ini diikuti 52 sawa. Kalaupun ada krama yang hendak Ngaben niri-niri atau sendiri selama rentang waktu lima tahun itu, tidak akan mendapatkan patus banjar. "Yang Ngaben niri, segala biaya, tenaga dan hal terkait ditanggung keluarga yang ngaben, krama banjar tidak dilibatkan," jelasnya.
Menurut Wayan Dirka, pararem tersebut mengajak karma setiap aktivitas secara bersama-sama. "Disini, sistem gotong royong masih diterapkan. Meskipun zaman sekarang serba bisa dibeli, krama kami tetap gotong royong mempersiapkan pengabenan. Misal Ngaben kali ini, krama sudah tedun (turun bergotong royong,Red) sejak sebulan lalu. Maka itu, persatuan krama disini sangat kuat," jelasnya.
Terkait pantangan membiarkan jenazah terkubur lebih dari lima tahun, diyakini akan menjadi sumber penyakit. "Itu dianggap sebagai pemali atau penyebab suatu keadaan tidak baik atau sumber penyakit," jelasnya. Maka untuk mengantisipasi, pararem juga memberikan solusi. Terutama bagi krama yang tidak mampu secara finasial untuk ikut Ngaben. "Kalau ada keluarga tidak mampu ikut Ngaben kinembulan, otomatis diambil alih banjar. Sebab, setra harus bersih setiap 5 tahun. Taneman yang melebihi batas waktu, kami yakini akan jadi sumber penyakit," tegasnya.
Diakui, sepengetahuannya belum pernah ada krama yang tidak mampu ikut pengabenan massal ini. "Pasti diusahakan oleh keluarganya, sebab Pitra Yadnya ini kan bagian dari kewajiban atau hutang kepada leluhur," ujarnya. Pihaknya juga memberikan solusi lain terkait biaya pengabenan bagi krama yang tidak mampu. Salah satunya dengan menyiapkan kredit atiwa-tiwa tanpa agunan dari Koperasi Banjar Bresela yang dikelola oleh banjar itu sendiri. "Sekarang dengan berkembangnya koperasi kami, krama yang tidak ada biaya dibantu. Semua urunan dicover oleh koperasi. Statusnya minjam tanpa agunan," jelasnya. Setelah dikucurkan program ini, dari 52 sawa yang ikut serta, 15 diantaranya memanfaatkan fasilitas ini. "Sejauh ini ada rasanya sekitar 15 keluarga yang dibantu. Per sawa Rp 10 juta, dan kalau kurang bisa pinjam lagi. Artinya, berapapun menghabiskan dana, koperasi siap memback up," jelasnya. Terlebih jika dalam satu rumah terdapat lebih dari satu sawa, koperasi juga siap membantu. "Misal ada satu KK punya 2 sawa, diberikan kredit Rp 20 juta kalau dia memang tidak punya dana," jelasnya. Kredit atiwa-tiwa ini diberlakukan untuk meringankan beban krama.
Rangkaian Ngaben dimulai sejak 14 Agustus 2019 dengan membuat tempat dan sarana upakara. Selanjutnya, Nangiang Sawa dan Ngeplugin di Setra pada Senin (23/9). Selasa (24/9) menerima jenukan. Ngaskara pada Rabu (25/9) dan puncak Ngaben pada Kamis (26/9) ini. 52 sawa dari 14 soroh sehingga terdapat beragam petulangan yang diarak ke setra. Ada Lembu, Gajah Mina, Table, dan lain-lain. Prosesi ini diikuti ribuan krama lanang istri dari total 237 KK, dipuput oleh Ida Pedanda Oka Gunung dari Griya Ageng Bresela dan Ida Pedanda Gede Purwa Yoga Griya Santika Bresela. Nganyut akan berlangsung di aliran Tukad Wos, dan tiga hari kemudian Nyekah. *nvi
di sela-sela prosesi Ngaskara, Budha Pon Medangkungan, Rabu (25/9) kemarin. Sesuai pararem pula, lanjut Dirka, setiap krama yang meninggal harus dikubur. Sehingga setiap kali Ngaben Massal digelar, jumlah sawa bisa sekitar 50an. Ngaben kali ini diikuti 52 sawa. Kalaupun ada krama yang hendak Ngaben niri-niri atau sendiri selama rentang waktu lima tahun itu, tidak akan mendapatkan patus banjar. "Yang Ngaben niri, segala biaya, tenaga dan hal terkait ditanggung keluarga yang ngaben, krama banjar tidak dilibatkan," jelasnya.
Menurut Wayan Dirka, pararem tersebut mengajak karma setiap aktivitas secara bersama-sama. "Disini, sistem gotong royong masih diterapkan. Meskipun zaman sekarang serba bisa dibeli, krama kami tetap gotong royong mempersiapkan pengabenan. Misal Ngaben kali ini, krama sudah tedun (turun bergotong royong,Red) sejak sebulan lalu. Maka itu, persatuan krama disini sangat kuat," jelasnya.
Terkait pantangan membiarkan jenazah terkubur lebih dari lima tahun, diyakini akan menjadi sumber penyakit. "Itu dianggap sebagai pemali atau penyebab suatu keadaan tidak baik atau sumber penyakit," jelasnya. Maka untuk mengantisipasi, pararem juga memberikan solusi. Terutama bagi krama yang tidak mampu secara finasial untuk ikut Ngaben. "Kalau ada keluarga tidak mampu ikut Ngaben kinembulan, otomatis diambil alih banjar. Sebab, setra harus bersih setiap 5 tahun. Taneman yang melebihi batas waktu, kami yakini akan jadi sumber penyakit," tegasnya.
Diakui, sepengetahuannya belum pernah ada krama yang tidak mampu ikut pengabenan massal ini. "Pasti diusahakan oleh keluarganya, sebab Pitra Yadnya ini kan bagian dari kewajiban atau hutang kepada leluhur," ujarnya. Pihaknya juga memberikan solusi lain terkait biaya pengabenan bagi krama yang tidak mampu. Salah satunya dengan menyiapkan kredit atiwa-tiwa tanpa agunan dari Koperasi Banjar Bresela yang dikelola oleh banjar itu sendiri. "Sekarang dengan berkembangnya koperasi kami, krama yang tidak ada biaya dibantu. Semua urunan dicover oleh koperasi. Statusnya minjam tanpa agunan," jelasnya. Setelah dikucurkan program ini, dari 52 sawa yang ikut serta, 15 diantaranya memanfaatkan fasilitas ini. "Sejauh ini ada rasanya sekitar 15 keluarga yang dibantu. Per sawa Rp 10 juta, dan kalau kurang bisa pinjam lagi. Artinya, berapapun menghabiskan dana, koperasi siap memback up," jelasnya. Terlebih jika dalam satu rumah terdapat lebih dari satu sawa, koperasi juga siap membantu. "Misal ada satu KK punya 2 sawa, diberikan kredit Rp 20 juta kalau dia memang tidak punya dana," jelasnya. Kredit atiwa-tiwa ini diberlakukan untuk meringankan beban krama.
Rangkaian Ngaben dimulai sejak 14 Agustus 2019 dengan membuat tempat dan sarana upakara. Selanjutnya, Nangiang Sawa dan Ngeplugin di Setra pada Senin (23/9). Selasa (24/9) menerima jenukan. Ngaskara pada Rabu (25/9) dan puncak Ngaben pada Kamis (26/9) ini. 52 sawa dari 14 soroh sehingga terdapat beragam petulangan yang diarak ke setra. Ada Lembu, Gajah Mina, Table, dan lain-lain. Prosesi ini diikuti ribuan krama lanang istri dari total 237 KK, dipuput oleh Ida Pedanda Oka Gunung dari Griya Ageng Bresela dan Ida Pedanda Gede Purwa Yoga Griya Santika Bresela. Nganyut akan berlangsung di aliran Tukad Wos, dan tiga hari kemudian Nyekah. *nvi
Komentar