50 Saksi Disiapkan Keroyok Sudikerta
Majelis Hakim Tolak Eksepsi Mantan Wakil Gubernur Bali
Korban Alim Markus diagendakan akan bersaksi paling awal dalam sidang di PN Denpasar, Kamis pekan depan
DENPASAR, NusaBali
Majelis hakim tolak seluruh eksepsi (keberatan atas dakwaan jaksa) yang diajukan mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 53, dalam sidang putusan sela kasus dugaan penipuan jual beli tanah Rp 150 miliar, di PN Denpasar, Kamis (26/9) siang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Denpasar siapkan 50 saksi untuk keroyok terdakwa Ketut Sudikerta di pengadilan.
Sidang dengan agenda putusan sela bagi terdakwa Ketut Sudikerta di PN Denpasar, Kamis kemarin, digelar bersamaan dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, I Wayan Wakil, 56, dan AA Ngurah Agung, 68. Sidang untuk pembacaan putusan sela yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Esthar Oktavi, kemarin berlangsung singkat hanya 30 menit, sejak pukul 14.00 Wita hingga 14.30 Wita.
Dalam putusan sela tersebut, majelis hakim menyatakan menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa Ketut Sudikerta (politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018) serta dua terdakwa lainnya, Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung. “Menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa. Melanjutkan pemeriksaan perkara ini dengan memeriksa saksi-saksi,” tegas hakim Esthar Oktavi.
Sebelumnya, JPU juga telah lebih dulu menolak eksepsi terdakwa Sudikerta dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (19/9) lalu. Jawaban atas eksepsi terdakwa Sudikerta kala itu dibacakan JPU Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya, dan Martinus Tondu Suluh secara bergantian. Intinya, JPU mematahkan seluruh eksepsi yang sebelumnya diajukan terdakwa Sudikerta melalui kuasa hukumnya, Nyoman Darmada cs.
Terdakwa Sudikerta dalam eksepsi sebelumnya menyebut perkara ini merupakan perkara perdata. Namun, JPU Ketut Sujaya cs menyatakan perbuatan terdakwa Sudikerta tidak terkait dan tak ada hubungan dengan perbuatan perdata. Uraian perbuatan terdakwa yang terurai dalam dakwaan sudah sangat jelas dan terang, bahwa terdakwa melakukan penipuan atau penggelapan dan menggunakan surat palsu.
“Jawaban yang tepat dari keseluruhan pendapat tim penasihat hukum terdakwa Sudikerta adalah marilah kita buktikan dalam pemeriksaan selanjutnya. Karena semua hal tersebut sudah masuk dalam materi perkara,” tegas JPU sembari meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa Sudikerta.
Sedangkan dalam sidang putusan sela, Kamis kemarin, majelis hakim juga menolak seluruh eksepsi terdakwa Sudikerta. Usai menolak eksepsi terdakwa Sudikerta, hakim Esthar Oktavi menanyakan kesiapan JPU I Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya, dan Martinus Tondu Suluh untuk pemeriksaan saksi-saksi di persidangan selanjutnya. JPU pun menyatakan siap.
JPU menegaskan, dalam perkara ini ada 50 saksi yang akan dihadirkan ke persidangan untuk ‘keroyok’ terdakwa Sudikerta cs. Untuk pemeriksaan pertama dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (4/10) mendatang, ada 5 saksi yang akan diperiksa. Salah satunya, pelapor (korban) bos PT Maspion Group, Alim Markus. Dalam perkara ini, korban Alim Markus diketahui sebagai pelapor dengan kerugian hampir Rp 150 miliar.
Kerugian tersebut dialami korban Alim Markus dalam transaksi pembelian tanah di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang sedianya akan dibangun hotel. Setelah membayar tanah, barulah Alim Markus mengetahui kalau sertifikat tanah yang dibelinya palsu. Akibatnya, korban Alim Markus tidak bisa menguasai tanah tersebut. Bos PT Maspion ini pun akhirnya melaporkan perkara terebut ke Polda Bali.
Dalam sidang kemarin, majelis hakim meminta JPU agar 50 saksi yang akan diha-dirkannya ke persidangan berikutnya dipilah-pilah. “Kalau bisa dipilah saja, mana yang harus dihadirkan,” ujar hakim Esthar Oktavi, yang berencana menyidangkan perkara yang menyeret mantan Wagub Sudikerta sebagai terdakwa ini seminggu dua kali, yaitu Selasa dan Kamis.
Sementara itu, terdakwa Sudikerta yang ditemui NusaBali seusai sidang kemarin siang, menyatakan menghormati putusan sela majelis hakim. Politisi senior Golkar ini mengatakan dari dulu dirinya tidak mau bicara, karena ditekan. “Saya merasa ditekan, sehingga lebih bagus saya diam. Sekarang kesempatan saya untuk bicara,” kilah Sudikerta.
Saat ditanya siapa yang menekannya selama ini, Sudikerta tidak mau menjawab. “Te-kanan bathin saya ada di sana,” sergah Sudikierta yang notabene mantan Wakio Bupati Badung dua kali periode (2005-2010, 2010-2013).
Dalam perkara jual beli tanah ini, terdakwa Sudikerta mengaku tidak pernah mendatangi pihak PT Maspion. Malah sebaliknya, PT Maspion yang diwakili Hendri Kaunang dan Wayan Santoso yang menemui Sudikerta seraya mengatakan mencari tanah untuk investasi di Bali.
Bahkan, Sudikerta langsung menuding Wayan Santoso yang kemarin berada di dekatnya. “Ini dia orangnya (Wayan Santoso, Red). Dia yang mencari saya. Ada juga Pak Eska (kuasa hukum PT Maspion, Eska Kanasut, Red). Ini dia orangnya,” ujar Sudikerta yang langsung disambut salam dan pelukan dari advokat Eska Kanasut.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung, yakni Agus Sujoko cs, menyatakan menghormati putusan majelis hakim yang menolak seluruh eksepsi kliennya. "Kami sepakat sidang kasus ini dilanjutkan. Kami akan buktikan eksepsi itu di sidang," tandas Agus Sujoko.
Terkait rencana pemanggilan korban Alim Markus untuk didengarkan kesaksiannya di sidang, menurut Agus Sujoko, hal itu sangat penting. Sebab, dengan dihadirkannya korban Alim Markus, perkara ini akan jadi terang benderang. Malah ada beberapa keterangan di BAP Alim Markus yang penting untuk diuji di pengadilan. Ada beberapa kejanggalan terkait tudingan sertifikat palsu, nilai kerugian termasuk nilai pinjaman di Bank Panin.
Menurut Agus Sujoko, keterangan Alim Markus perlu dikonfrontir dengan pihak Bank Panin dan saksi saksi lainnya, termasuk juga konfrontir dengan terdakwa. Bila saksi-saksi itu sudah dihadirkan di ruang sidang, kata dia, bisa dipertimbangkan apakah perkara ini masuk ranah pidana atau perdata?
"Selain itu, nantinya bisa terungkap siapa yang menipu atau ingkar janji. Saksi Alim Markus harus diperiksa duluan," tandas pengacara asal Purwodadi, Jawa Tengah ini. *rez
Sidang dengan agenda putusan sela bagi terdakwa Ketut Sudikerta di PN Denpasar, Kamis kemarin, digelar bersamaan dengan dua terdakwa lainnya dalam kasus yang sama, I Wayan Wakil, 56, dan AA Ngurah Agung, 68. Sidang untuk pembacaan putusan sela yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Esthar Oktavi, kemarin berlangsung singkat hanya 30 menit, sejak pukul 14.00 Wita hingga 14.30 Wita.
Dalam putusan sela tersebut, majelis hakim menyatakan menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa Ketut Sudikerta (politisi asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018) serta dua terdakwa lainnya, Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung. “Menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa. Melanjutkan pemeriksaan perkara ini dengan memeriksa saksi-saksi,” tegas hakim Esthar Oktavi.
Sebelumnya, JPU juga telah lebih dulu menolak eksepsi terdakwa Sudikerta dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (19/9) lalu. Jawaban atas eksepsi terdakwa Sudikerta kala itu dibacakan JPU Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya, dan Martinus Tondu Suluh secara bergantian. Intinya, JPU mematahkan seluruh eksepsi yang sebelumnya diajukan terdakwa Sudikerta melalui kuasa hukumnya, Nyoman Darmada cs.
Terdakwa Sudikerta dalam eksepsi sebelumnya menyebut perkara ini merupakan perkara perdata. Namun, JPU Ketut Sujaya cs menyatakan perbuatan terdakwa Sudikerta tidak terkait dan tak ada hubungan dengan perbuatan perdata. Uraian perbuatan terdakwa yang terurai dalam dakwaan sudah sangat jelas dan terang, bahwa terdakwa melakukan penipuan atau penggelapan dan menggunakan surat palsu.
“Jawaban yang tepat dari keseluruhan pendapat tim penasihat hukum terdakwa Sudikerta adalah marilah kita buktikan dalam pemeriksaan selanjutnya. Karena semua hal tersebut sudah masuk dalam materi perkara,” tegas JPU sembari meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan terdakwa Sudikerta.
Sedangkan dalam sidang putusan sela, Kamis kemarin, majelis hakim juga menolak seluruh eksepsi terdakwa Sudikerta. Usai menolak eksepsi terdakwa Sudikerta, hakim Esthar Oktavi menanyakan kesiapan JPU I Ketut Sujaya, Eddy Arta Wijaya, dan Martinus Tondu Suluh untuk pemeriksaan saksi-saksi di persidangan selanjutnya. JPU pun menyatakan siap.
JPU menegaskan, dalam perkara ini ada 50 saksi yang akan dihadirkan ke persidangan untuk ‘keroyok’ terdakwa Sudikerta cs. Untuk pemeriksaan pertama dalam sidang di PN Denpasar, Kamis (4/10) mendatang, ada 5 saksi yang akan diperiksa. Salah satunya, pelapor (korban) bos PT Maspion Group, Alim Markus. Dalam perkara ini, korban Alim Markus diketahui sebagai pelapor dengan kerugian hampir Rp 150 miliar.
Kerugian tersebut dialami korban Alim Markus dalam transaksi pembelian tanah di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung yang sedianya akan dibangun hotel. Setelah membayar tanah, barulah Alim Markus mengetahui kalau sertifikat tanah yang dibelinya palsu. Akibatnya, korban Alim Markus tidak bisa menguasai tanah tersebut. Bos PT Maspion ini pun akhirnya melaporkan perkara terebut ke Polda Bali.
Dalam sidang kemarin, majelis hakim meminta JPU agar 50 saksi yang akan diha-dirkannya ke persidangan berikutnya dipilah-pilah. “Kalau bisa dipilah saja, mana yang harus dihadirkan,” ujar hakim Esthar Oktavi, yang berencana menyidangkan perkara yang menyeret mantan Wagub Sudikerta sebagai terdakwa ini seminggu dua kali, yaitu Selasa dan Kamis.
Sementara itu, terdakwa Sudikerta yang ditemui NusaBali seusai sidang kemarin siang, menyatakan menghormati putusan sela majelis hakim. Politisi senior Golkar ini mengatakan dari dulu dirinya tidak mau bicara, karena ditekan. “Saya merasa ditekan, sehingga lebih bagus saya diam. Sekarang kesempatan saya untuk bicara,” kilah Sudikerta.
Saat ditanya siapa yang menekannya selama ini, Sudikerta tidak mau menjawab. “Te-kanan bathin saya ada di sana,” sergah Sudikierta yang notabene mantan Wakio Bupati Badung dua kali periode (2005-2010, 2010-2013).
Dalam perkara jual beli tanah ini, terdakwa Sudikerta mengaku tidak pernah mendatangi pihak PT Maspion. Malah sebaliknya, PT Maspion yang diwakili Hendri Kaunang dan Wayan Santoso yang menemui Sudikerta seraya mengatakan mencari tanah untuk investasi di Bali.
Bahkan, Sudikerta langsung menuding Wayan Santoso yang kemarin berada di dekatnya. “Ini dia orangnya (Wayan Santoso, Red). Dia yang mencari saya. Ada juga Pak Eska (kuasa hukum PT Maspion, Eska Kanasut, Red). Ini dia orangnya,” ujar Sudikerta yang langsung disambut salam dan pelukan dari advokat Eska Kanasut.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung, yakni Agus Sujoko cs, menyatakan menghormati putusan majelis hakim yang menolak seluruh eksepsi kliennya. "Kami sepakat sidang kasus ini dilanjutkan. Kami akan buktikan eksepsi itu di sidang," tandas Agus Sujoko.
Terkait rencana pemanggilan korban Alim Markus untuk didengarkan kesaksiannya di sidang, menurut Agus Sujoko, hal itu sangat penting. Sebab, dengan dihadirkannya korban Alim Markus, perkara ini akan jadi terang benderang. Malah ada beberapa keterangan di BAP Alim Markus yang penting untuk diuji di pengadilan. Ada beberapa kejanggalan terkait tudingan sertifikat palsu, nilai kerugian termasuk nilai pinjaman di Bank Panin.
Menurut Agus Sujoko, keterangan Alim Markus perlu dikonfrontir dengan pihak Bank Panin dan saksi saksi lainnya, termasuk juga konfrontir dengan terdakwa. Bila saksi-saksi itu sudah dihadirkan di ruang sidang, kata dia, bisa dipertimbangkan apakah perkara ini masuk ranah pidana atau perdata?
"Selain itu, nantinya bisa terungkap siapa yang menipu atau ingkar janji. Saksi Alim Markus harus diperiksa duluan," tandas pengacara asal Purwodadi, Jawa Tengah ini. *rez
1
Komentar